Bab 71. MAU SIMPAN NOMORNYA?

55 3 0
                                    

Aida: Assalamu'alaikum, pakde Waluyo.

Kejadian beberapa saat yang lalu ketika Aida sudah pamitan masuk ke dalam kamar, dia menguncinya rapat-rapat dan sambil berbisik menjauh menuju ke arah tempat tidurnya Aida menjawab teleponnya dengan kalimat tadi

Waluyo: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, nduk. Piye kabarmu? Kok nikah gak bilang-bilang karo pakde to?

Hihi, untung saja aku memberikan nama pakde ku hanya Waluyo saja. Waktu itu aku mau tulis pakde tapi kata pakde tak perlu ditulis biar terlihat muda. Malah pakde minta harusnya disebut di sana Mas Waluyo biar laki-laki semua takut kalau mendekat padaku dan mau macam-macam.

Aida senyum-senyum di dalam hatinya ketika dia mendengar ucapan dari pakde-nya, kakak dari ibunya Ratna di saat yang berbarengan dia juga mendengar tanya yang diberikan oleh Waluyo.

Sengaja waktu itu pakdenya menyuruh Aida menyimpan namanya begitu karena dia khawatir dan memang ingin menjaga Aida. Saat itu adalah saat di mana Ayah Aida baru saja divonis menderita kanker dan sang pakde juga ingin menghibur Aida.

Maklum saja saat itu Aida baru saja mendapatkan hadiah handphone dari ayahnya sebulan sebelum ayahnya sakit. Tepat di hari ulang tahunnya jadi dia memang belum menyimpan nomor pakdenya.

Aida: Hihi.

Waluyo: Lah, kok malah guyu, to?

Hihi, aku beneran ga bisa nahan geli karena aksi konyolku tadi. Pakde Waluyo pacarku, hahaha. Padahal dia tetangga kakek Adiwijaya juga, kan, pikir di dalam hati Aida di saat dia tadi juga mau menjawab tapi yang keluar justru tawa.

Hingga membuat Waluyo salah paham, dikiranya Aida menertawainya.

Aida: Maaf pakde, hihi. Aku alhmadulillah di sini. Ehm, maaf juga nggak bisa cerita soalnya waktu itu buru-buru pernikahannya, hihi, ibu kayaknya ga sempat info pakde.

Waluyo: Guyu maneh, guyu maneh. Ora sempet piye to nduk? Omahku palingan rong puluh meter karo omahe Romo moso to mak mu lali karo aku? opo isin due mas ora sugih?

Yah, Waluyo masih tinggal di rumah warisan orang tuanya. Dia adalah sahabat dari Hartono. Mereka dulu sempat sekelas.

Rumah Waluyo juga tidak terlalu jauh dari rumah Adiwijaya bahkan saat kecil Waluyo pun juga sering sekali main ke tempat Adiwijaya.

Ya tentu saja karena Hartono adalah temannya, masa iya dia dilangkahi dan tak diundang?

Aida: Ya, enggak dong pakde, ojo nesu toh, mungkin ibu pikir mau ngundangnya di acara resepsi besar, pakde mbiyen iku kan geur akad nikah to.

ucap Aida, meski pikirannya masih tidak ke sana.

Tapi baguslah wanita itu akan berpikir kalau aku sudah punya pacar kan? Dengan begitu hidupku akan lebih tenang di sini dan tidak akan dianggap sebagai wanita yang ingin merebut laki-laki yang gak ada gunanya diprebutin. Dan si Royco harusnya memberikan aku hadiah sudah membantunya menyedapkan lagi hubungannya dengan pasangan selingkuhnya, kan?

Aida masih saja membayangkan kejadian di luar. Dia membagi konsentrasinya bicara dengan pakdenya dan pikirannya ini.

Aida tak sama sekali berpikir kalau dia akan menipu Reiko. Karena seharusnya pria yang merupakan pakde-nya itu dikenal bukan oleh Reiko?

Waluyo: Alah, paling cuma mbokmu aja yang nggak mau ngasih tahu pakde-mu. Nah ini pak de malah dikasih tahu langsung sama Romo loh, nduk.

Aida: Lah pakde dikasih tau sama Romo? tenanan to?

Waluyo: Lah iya toh, pakde sendiri belum pernah ketemu langsung kok sama Reiko, moso Reiko yang kasih tahu pakde?

Jelas saja, Waluyo hanya tetangga biasa, Reiko bukan orang yang suka gaul dengan masyarakat. Kalau pun datang ke sana dia langsung ke dalam tanpa ada komunikasi dengan siapapun tetangga Adiwijaya

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now