Bab 152. BANGKAI TAK BISA DISEMBUNYIKAN

35 6 1
                                    


"Jadi aku belum bisa jalan?"

Dan gumaman itu berbarengan dengan suara seseorang yang menjawab bersama dengan wajahnya yang terlihat sedikit frustasi dan sedih.

Hah, kalau aku tidak akan pergi ke Mesir maka aku berharap sebulan kamu tidak bisa jalan dulu! Simpan semua sedihmu itu!

Tapi tidak dengan pria yang berdiri di ruangan yang sama. Dia justru berbisik seperti ini di saat yang bersamaan Alif bicara....

"Kalau bisa hindari jalan-jalan dulu ya. Mungkin tiga hari lagi kemungkinan sudah bisa jalan pelan. Tapi kalau kamu gak banyak jalan, gak terlalu banyak aktivitas, ini bisa cepat sembuh dan bisa jalan lagi. Soalnya ini kan di telapak kaki," support yang diberikan Alif pada pasiennya dan dia juga tidak ingin Aida terlihat bersedih begini sejujurnya.

"Aku akan memperhatikan itu." Bukan Aida yang menjawab tapi pria yang kini berdiri dan memang dari tadi bergumam saat memperhatikan pemeriksaan Aida.

"Ya lebih baik kalau makannya dijaga, Pak Reiko. Asupan protein cukup, ditambah suplemen dan tak terlalu stress, tidak kerja capek-capek, istirahat cukup, bisa semakin mempercepat penyembuhan."

"Baiklah, aku akan mengurus itu semua," seru Reiko yang membuat Aida bahkan tertawa kecil di dalam sanubarinya.

Mengurus? Pacarnya sudah datang juga! Memang dia mau mengurus bagaimana? Hahaha! sinis Aida di dalam hatinya.

Tapi memang dia tidak menjawab dan tidak mengatakan apapun lagi hanya menunggu Alif mengurus luka-lukanya.

Kakinya diperban masih dengan perban anti air namun ini lebih tipis dari yang kemarin karena tidak dibalut dengan kasa luarnya lagi. Hanya perban anti air seperti yang biasa diberikan kepada wanita yang baru operasi caesar.

Sedangkan untuk luka di tangan itu tidak lagi diperban hanya di plester untuk beberapa yang masih terlihat besar lukanya.

"Plesternya nanti diganti setiap habis mandi ya!" pesan dari Silvy yang lagi-lagi dijawab Aida dengan anggukan kepala dan senyum di bibirnya.

"Baiklah, sudah selesai. Ini obat-obatannya juga." Silvy menunjukkan dan memberitahukan cara pemakaiannya namun dia tidak memberikan semuanya kepada Aida.

"Terima kasih dokter! Aku akan memperhatikan jadwal minum obat istriku," ucap Reiko, yang menerima semua obat-obatan itu.

"Baiklah, ada lagi yang ditanyakan atau sudah jelas semua, Pak Reiko?"

Sebetulnya yang seperti ini basa-basi juga sih! Alif tadi menawarkan itu kepada Reiko yang dijawab pria itu dengan anggukan kepalanya.

"Ah, iya, ada yang aku lupakan," ucap Reiko tentu saja juga menarik perhatian Aida.

Menurutnya semua sudah clear. Lalu apa yang belum jelas?

"Aku ingin mengajaknya keluar."

Membawa pergi? Dia mau menitipkan aku di mana?

Jujur dalam hati Aida dia penasaran dengan pernyataan itu. Apa dia akan diungsikan? Tapi bukankah kalau diungsikan jauh-jauh dia akan lebih baik, tak harus bertemu dengan Reiko dan wanita yang membuat dirinya jadi tak tenang?

Tapi kenapa rasanya aku tidak suka dengan konsep akan diungsikan? Apa yang salah dalam pikiranku?

Seperti ada rasa tak lega kalau memang dirinya harus pergi sementara waktu. Aida sendiri tak paham, dia mencoba mendengarkan jawaban Reiko saat dokter Alif bertanya....

"Mau pergi ke mana Pak Reiko?"

"Puncak. Aku ada beberapa urusan di sana dan dalam kondisi seperti ini aku tidak mungkin membiarkan istriku sendirian di kamar dan apartemen ini."

Bidadari (Bab 1-200)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora