Bab 198. MIE GODOG

31 3 1
                                    

Manusia satu ini! Dia sengaja bukan memanjang-manjangi teleponnya itu supaya Aku tidak bisa banyak bicara?

Sudah kesel sampai ubun-ubun Aida, tapi Dia memang tidak mungkin bisa mengatakan apapun di depan Adiwijaya bukan?

Adiwijaya: Lah kamu lagi mesra-mesra sama Istrimu, kok malah mau ngobrol sama Kakekmu, toh Le?

Makanya, Aida hanya bisa diam dan mendengarkan ketika Adiwijaya menyindir Reiko begini.

Reiko: Sudah lama kan, Aku tidak bicara dengan Kakek l! Lagi pula mengobrol seperti ini sambil Aku disuapinkan juga tidak mengganggu kan, Kakek!

Lalu senyum Reiko terlihat lagi sambil dia menatap pada Aida.

Aaaaa....

Aaaargggggh! Kepalaku makin berasap padanya!

Melihat wajah itu, rasanya Aida ingin mencakarnya. Senyumnya itu membuat Aida kesal. Namun apa yang bisa dilakukan selain memberikan suapan itu?

Reiko: Mirip seperti waktu aku sakit dan sama Nenek, Aku disuapin mie godok ya, Kek.

Hahah, sekarang dia menyamakan aku dengan Neneknya? Orang ini ya tidak punya hati! Dia malah menyindir Kakeknya gitu dan membuat Kakeknya juga merindukan Neneknya! Kau ni, gak peka!

Kesal sekali Aida! Namanya orang ditinggal meninggal oleh kekasih yang sangat dicintainya, Pasti akan sangat sedih sekali mengenang pujaan hatinya itu

Makanya Aida yakin Adiwijaya pasti sangat sedih.

Karena itu....

Aida: Buka mulutmu lagi! Jangan ganggu Kakek, ini sudah malam sudah waktunya Kakek beristirahat. Lihat, Kakek sudah lelah!

Aida memberanikan dirinya bicara dan tersenyum pada Adiwijaya.

Aida: Kakek, Aku mengurus bayi besarku ini dulu ya! Nanti pagi, Aku akan menelpon Kakek lagi. Selamat istirahat buat Kakek! Assalamu'alaikum.

"Waalaikumsalam!"

Saat itu telepon memang sudah dimatikan oleh Aida. Hanya tinggal Kakeknya yang menjawab singkat seperti tadi sambil Dia menghempaskan napas.

"Silakan diminum obatnya, Tuan."

Seakan tahu apa yang terjadi pada Adiwijaya, Lesmana, memang sudah bersiap dengan obat dan air untuknya.

"Terima kasih, Yo!"

Handphone juga sudah dipegang oleh Lesmana dan dia masih memegangi airnya tak langsung memberikannya ke tangan Adiwijaya yang bergetar.

"Saya rasa, tidak perlu dipikirkan berlarut, Tuan. Itu hanya mie godog."

Adiwijaya tersenyum ketika mendengarnya, sambil mengangguk pelan menahan sakit dadanya.

Untung saja, Lesmana memberikan obatnya tepat waktu.

"Mungkin bagi orang yang tidak tahu, ya mereka hanya berpikir itu hanya sekedar mie godog, seperti Cucuku yang suka sekali mie godog buatan Neneknya, Lesmana."

Lagi-lagi ya Adiwijaya menghempaskan napasnya sambil membuang wajahnya dari Lesmana dan menetap ke arah foto yang terbingkai rapi di ruangan tersebut.

"Mie godog!" Lagi, Adiwijaya bicara dengan tatapannya yang terlihat sulit ke arah gambar berbingkai itu.

"Ndoro Putri pasti sangat bersedih hati, jika melihat Anda menangis melihat fotonya." Lesmana bicara sambil mendekatkan tisu pada Adiwijaya.

Lesmana adalah orang yang cukup sensitif. Jadi, melihat mata Adiwijaya sudah berkaca-kaca dan setitik bening itu mengalir dari sudut matanya dia tahu apa yang dibutuhkannya.

Bidadari (Bab 1-200)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu