Bab 52. HARUSKAH MELIHATNYA?

48 3 0
                                    

Ratna: Ibu sehat-sehat aja. Adikmu juga, semua di sini sehat, Alhamdulillah! Suamimu dan kamu di sana gimana? Perhatikan makan suamimu, ya! Perhatikan kebutuhannya semua. Jangan lupa jaga sikapmu. Suamimu sudah banyak menolong keluarga kita dan dia juga sudah memuliakanmu di rumahnya. Jadi, jangan sampai kamu melakukan sesuatu yang buruk padanya. Ingat Aida, bagi orang yang sudah menikah itu, ridho Allah pada seorang istri tergantung bagaimana ridho suaminya.

'Pfffh, andai Ibu tahu apa yang terjadi di sini! Tuhan pasti akan ridho tetap padaku, Bu! Tak perlu aku mencari ridho darinya! Sayang saja aku tidak bisa menceritakan semuanya padamu!' sinis dalam hati Aida ketika mendengar ucapan dari ibunya.

Meskipun

Aida: Iya Ibu aku mengerti! Dan syukurlah kalau keluarga di sana baik-baik saja. Aku udah kangen banget sama kalian semua.

Ratna: Hati-hati Kamu bicara! Suamimu di sana banyak pekerjaan dan kalau kamu mengeluh kangen dengan kami dan membuatnya sampai harus meninggalkan pekerjaannya demi mengantarmu, Ibu tidak akan Sudi menerimamu di sini! Jangan membuat susah suamimu, jangan manja!

'Hah! Anak ibu kan aku! Harusnya Ibu mengatakan juga padaku kalau ibu juga merindukanku! Pedulilah dengan dia! Kalaupun aku merengek di depannya dan bilang kalau aku kangen pada ibuku dan ingin ketemu juga, dia tidak akan pernah peduli! Laki-laki pezina itu cuma peduli ama teman zina-nya aja, biarlah mereka duet terus sampe ke dasar neraka! Haah!'

Aida ngedumel lagi di dalam hatinya dan dia sebetulnya ingin mengajukan protesnya pada ibunya.

Tapi

Aida: Ibu, maaf aku bukannya mau memutus teleponnya. Tapi aku mau siapkan sarapan pagi dulu, aku ini sudah di dapur.

Tapi jadinya Aida malah bicara begini, karena

'Ngapain sih dia muncul di saat aku lagi nelepon ibuku? Bikin males aja sih! Terpaksa aku harus tutup teleponnya!'

Makanya Aida tidak mau banyak bicara dan dia tidak mau pria yang baru saja dilihatnya ada di jalan masuk ke dapur itu tahu semua pembicaraannya. Dan jelas saja Aida tak menyangka kalau pria yang diumpatnya itu sempat mencuri dengar.

Ratna: Oh yo wes, siapkan makanan yang paling enak untuk suamimu! Dan jangan lupa, janji pada ibu, kamu akan katakan terima kasih padanya untuk semua bantuannya pada keluarga kita. Mengerti?

Aida: Iya bu.

Tak sabar Aida mau menutup telepon.

Ratna: Ingat Aida, jadi istri itu harus gede rasa syukur ke suamimu. Jangan tinggikan suaramu dihadapannya, ya.

Aida: Nggeh, buh

Ratna: Ya sudah, Assalamualaikum!

Aida: Wa'alaikumsalam ibu!

Dan itulah kalimat terakhir Aida sebelum dia lega karena sudah mengakhiri obrolannya dengan ibunya tercinta

"Sarapan pagi hari ini apa?" Tak menanyakan Siapa yang ditelepon Aida dan tidak juga berbasa-basi yang lainnya. Reiko malah melihat ke meja yang masih kosong karena Aida masih belum mengambil apapun. Tangannya memang ada di meja tempat dia selalu menyiapkan bahan makanan. Tapi pagi ini ibunya menelepon duluan sebelum Aida sempat membuka kulkas.

"Terima kasih untuk uang yang kamu kirimkan ke ibuku. Dan lain kali kalau kirim uang nggak perlu banyak-banyak kayak gitu. Duit lima juta juga di sana untuk sebulan itu sudah lebih dari cukup. Kamu kirim sejuta juga itu sudah cukup!"

Asal saja Aida bicara. Cukup tidak cukup Aida yakin ibunya tidak mungkin mengemis. Ibunya pasti punya pekerjaan di sana dan masih ada yang bisa mereka lakukan untuk mendapatkan uang. Keluarganya bukanlah keluarga yang suka manfaatkan orang dan aji mumpung.

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now