Bab 138. JANGAN BACA

127 3 1
                                    

"Dih." Aida baru mau menjawab lagi.

"Permisi pak semuanya sudah selesai dibersihkan."

Tadi saat Reiko dan Aida makan ada satu orang housekeeping yang membersihkan bagian dapur dan ruang tamu. Dan saat ini ketika mereka bicara kedua housekeeping itu sudah selesai mengerjakan pekerjaannya dan minta izin untuk pulang.

Karena itulah Reiko mengangguk pelan dan membiarkan mereka keluar dari apartemennya.

Dan saat itulah....

"Maksud saya nikah sama pacar Bapak." Aida baru berani bicara lagi karena khawatir tadi ucapannya itu terdengar oleh housekeeping.

"Ratu Lebah loh Pak. Memang Bapak ndak mau nikah sama dia? Atau nanti Bapak nikah sama dia dalam kondisi udah sakit-sakitan? Makan aja dulu. Lagian uang dikejar juga ndak akan kemana-mana kok."

"Cerewet kamu," sentak lawan bicara Aida.

"Memang Bapak masih cari modal ya? Kalau memang rezekinya Bapak dapat modal ya Bapak nanti juga dapet dari tempat tak disangka-sangka."

"Ish, kayak cenayang kamu," sindir Reiko sambil tersenyum.

Tapi apa yang dia bilang benar. Aku dapat modal dari tempat tak disangka. Aku harus berterima kasih pada Reyhan, bisik Reiko lagi.

"Ya bener Pak. Dunia tidak perlu dikejar-kejar berlebihan. Makan aja dulu karena setiap bagian dari tubuh kita itu punya haknya. Termasuk diberikan makanan untuk nutrisi."

"Ssst, aku lebih tahu tentang urusan tubuhku sendiri, yang penting sekarang kamu harus berhati-hati kalau bicara denganku kalau ada orang lain di dalam apartemen ini. Jangan asal ngomong, meski cuma housekeeping, apalagi ada Brigita. Tulis pesan saja untukku di ruang kerjaku."

Entah kenapa memang Reiko tidak berniat untuk makan. Dia hanya meminum jus dari kulkas dan membawa Aida kembali ke kamarnya.

Aida sendiri juga tidak bicara apa-apa lagi karena merasa bersalah membahas tentang pernikahan mereka tadi hampir saja terdengar oleh housekeeping.

"Tunggu sebentar aku ambil barang-barangku dulu nanti aku balik lagi."

"Maksudnya Pak?" tanya Aida yang baru saja didudukkan Reiko di kasurnya.

"Aku akan kerja di sini," jawaban yang tentu saja membuat Aida langsung menggelengkan kepalanya.

"Bapak nggak kerja di tempat Bapak aja? Saya nggak apa-apa kok di sini."

"Udah, jangan protes. Aku akan bawa kerjaanku di sini aja."

Tak bisa dibilang tidak. Kalau sama Aida, Reiko sendiri yang menentukan dan tak bisa dibantah. Mau dilarang juga percuma. Jadi apa yang bisa Aida lakukan kecuali membiarkannya.

Dan sekarang, sama seperti kemarin bawaan Reiko ke kamar Aida. Hanya saja berkas-berkas itu agak sedikit banyak pagi itu.

Reiko menumpuknya di meja belajar Aida. Dia duduk di sana membelakangi Aida yang tentu saja merasa bosan. Karena itulah jari tangannya kembali berselancar di dunia maya.

"Jangan main handphone terus. Tidurlah, istirahat. Atau kamu ingin melakukan sesuatu? Mungkin baca buku atau apa?" Satu jam berlalu, Aida tak bicara apapun dan ini membuat Reiko menengok ke belakang dan melihat wanita itu masih bermain dengan gadgetnya.

"Lah saya juga nggak tahu Pak mau ngapain? Biasanya jam segini saya masih bebenah rumah. Tapi sekarang saya nggak bisa ngapa-ngapain dan cuman ada handphone. Ya udah saya main handphone aja."

"Baca bukulah. Nggak usah main handphone terus," seru Reiko yang terpaksa membuat Aida menaruh handphonenya dan mencharger-nya. Kebetulan juga memang dia ingin menaruhnya karena sudah lowbat. Tapi keduluan oleh Reiko.

Bidadari (Bab 1-200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang