Bab 75. BUKAN UNTUK UANG

45 1 0
                                    

"Aduh syukurlah teleponnya sudah ditutup. Haaah."

Sambil menghempaskan napas lega Aida tersenyum

"Kalau tidak, ntah Sampai kapan aku harus berbohong terus-terusan tadi."

Aida mengerucutkan bibirnya sambil menaruh handphonenya di sampingnya, menggeletakkannya begitu saja sambil dia menyandarkan tulang yang terasa pegal di sandaran tempat tidur.

"Sssh, Allah."

Aida menggerakan tangannya sambil memijat bagian belakang punggungnya. Tapi itu pun juga agak sedikit sulit memijatnya. Karena Aida memijatnya dengan tangannya sendiri

"Ah, pegel banget."

Masalah utama bagi seorang survival breast cancer biasanya memang mereka sering sekali mengalami pegal di tulang belakangnya. Dan pegal juga sakitnya ini berbeda apalagi kalau sudah mengerjakan pekerjaan yang berat. cenat cenut di luka operasinya juga mengganggu.

Seperti yang dilakukan oleh Aida tadi, dirinya kan bolak balik turun naik tangga. Dan biasanya rasa pegal itu kadang terasa agak panas ke bagian tulang belakangnya.

Makanya sebaiknya mereka memang tak kecapean.

"Tapi untunglah, ada telepon itu. kalau tidak, sekarang aku harus melihat adegan perkelahian masalah rumah tangga antara pria beristri dengan pasangan zina-nya, sambil menahan rasa pegal ini. Huuuuh."

Meskipun tulangnya terasa pegal tapi ketika memikirkan ini memang Aida sempat senyum-senyum geli sambil satu tangannya menarik selimut. Tidak ada rasa marah atau kesal kepada kedua orang itu.

Aida biasa-biasa saja seperti memang dia tidak memiliki masalah apapun. Dan intinya dia sama sekali tidak peduli.

"Kakiku pegal."

Malah itulah yang dikeluhkannya lagi.

Iya Bagaimana tidak pegal? Aida naik turun tangga berapa kali untuk memasang dan menurunkan lagi tulisan yang ingin dia jadikan jebakan untuk mengetahui apakah Reiko menguntit cctv atau tidak.

Jelas saja Aida merasa capek.

"Hoaaam." Dia menutup mulutnya dengan telapak tangannya.

"Aku mengantuk lagi." Inginnya sih Aida memanjakan matanya dan tidur saja dulu.

Lagi pula dia sedang halangan dan tidak bisa melakukan salat magrib, bukan?

"Tapi aku belum rapihin nature space."

Sayangnya masih ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya yang membuat dirinya memutar bola matanya malas dan enggan.

"Tadi aku pengen rapihin itu habis makan siang tapi malahan aku ketemu dia. Udah gitu malah aku disuruh macam-macam sampai jam segini yang biasanya kerjaanku sudah selesai Sekarang jadi belum beres, tenagaku sudah habis dan capek banget." keluh Aida lagi.

Karena biasanya sebelum maghrib Aida memang sudah menyelesaikan semua urusan di rumah itu dan dia bisa beristirahat di kamarnya.

Namun saat ini masih ada kewajiban yang tidak mungkin bisa Aida tinggalkan.

"aku sudah berjanji akan mengurus nature space dan tumbuhan-tumbuhan itu tidak akan dapat air di dalam ruangan ini kalau aku gak siram, bagaimana minum dan makan mereka?"

Benar yang dikatakan Aida. Bagaimana mereka bisa mendapat air? Sedangkan Mereka ada di dalam ruangan gedung?

Rasa welas asih yang ada dalam dirinya membuat Aida mengurungkan niatnya untuk sedikit bersantai.

"Tapi sebentarlah. Kalau aku keluar sekarang mereka masih ada di sana aku bakal kena marah lagi." Aida menunda karena memang dia sendiri juga tidak tahu apakah keduanya sudah masuk ke dalam kamar?

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now