Bab 22. ADIWIJAYA

68 5 0
                                    

"Bee, Bee."

Jawaban yang tentu saja membuat Reiko senyum-senyum, padahal tadi dia sudah fokus ke kerjaannya, tapi tergoda juga mendengar ucapan ketus wanita di sisinya.

"Segitu besarkah rasa cemburumu padaku, Brigita Michelle?"

Reiko yang merasa bangga karena wanitanya cemburuan, justru memberikan pertanyaan ini saat mereka baru saja memasuki lift.

"Hemmm. Kamu jangan coba-coba tengok-tengok dia ya."

"Lagian tidak ada yang patut untuk ditengok kok, Bee." Reiko mencubit hidung wanita yang ada di sampingnya di saat lift berjalan turun tapi memang mereka hanya berdua di dalamnya.

"Tidak ada yang menarik untukku saat melihatnya. Dari wajahnya, dari bentuk tubuhnya. Tidak ada yang menenangkan."

Tentu saja jawaban itu membuat Brigita di sampingnya pun tersenyum meskipun matanya masih menyipit tanda berhati-hati.

"Awas kalau aku melihatmu bermain-main dengannya, sayang. Aku juga tidak suka kamu terlalu akrab dengannya."

"Iya aku paham, Bee." Reiko bicara ketika mereka keluar dari lift dan menuju ke parkiran basement.

"Hati-hati di jalan ya. Nanti aku menjemputmu. Tak perlu bawa mobil lagi."

Sebuah kecupan pun mendarat di dahi wanita yang sudah berdiri di samping pintu mobilnya

"Reiko boleh aku bertanya sesuatu padamu?"

"Apa lagi Bee?"

Reiko masih berusaha bersabar dan masih bicara lemah lembut pada Brigita meskipun sekarang dia khawatir dalam hatinya, takut telat.

"Kenapa sih kamu tidak menjalankan aja perusahaan keluargamu dan aku rasa itu semua akan membuat hidupmu berkecukupan. Tak repot Lagi duduk di belakang kursi sebagai CEO menggantikan papamu, om Endra?"

"Sssh. Berat Bee."

"Bukannya lebih berat menjatuhkan martabatmu sebagai pewaris dan calon CEO perusahaan keluargamu, tapi mengemis pekerjaan pada keluarga Prawiryo yang notabene adalah musuh dari Adiwijaya?"

"Bukan musuh, Bee. Hanya saja, keluarga Prawiryo menganggap bisnis keluargaku menghancurkan masa depan anak bangsa."

"Heeeh? Maksudmu? Menghancurkan bagaimana sih? Kalian memberikan banyak bantuan untuk negara ini loh. Penghasil devisa negara juga." Brigita tak sependapat.

"Rokok, Bee." kini Reiko makin spesifik. "Pabrik rokok dan kretek adalah perusahaan milik keluargaku turun temurun dan aku tahu kalau kedua benda itu bukanlah sesuatu yang baik untuk kesehatan yang membuatku semakin terbebani, apalagi rokok menggunakan filter juga masih buruk dampaknya. Itu alasan utamaku selain passion untuk mengembangkan usahaku sendiri, tapi masih tetap membantu keluargaku juga, Bee."

Panjang lebar jadinya Reiko bicara.

"Jadi kamu tidak akan mau mengurus perusahaan itu?" wajah Brigita terlihat gusar.

"Mamaku menyuruhmu menanyakan ini, hmm?" Reiko bisa menebak, karena Brigita juga dekat dengan mamanya. Hanya saja dia tak tahu kapan mamanya menelepon Brigita.

"Hmm... tante Rika khawatir kamu akan mundur dan memberikan perusahaanmu pada adik papamu."

"Kapan teleponnya?"

"Tadi. Makanya aku terbangun karena getar handphone."

Kini ketahuan sudah kenapa Brigita bisa bangun pagi, padahal biasanya dia tak mungkin bangun sebelum lewat jam tujuh pagi.

"Bilang pada mamaku, aku akan tetap mengurusnya karena papaku pasti tidak sudi kalau semua jerih payahnya itu harus diserahkan pada adiknya,"

"Hmm, maksudku karena itu semua milikmu bukan?"

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now