Bab 77. PECAHKAN SAJA BIAR RAMAI

48 4 1
                                    

"Astaghfirulloh."

Hanya kalimat itu yang keluar dari bibir Aida ketika semua yang ada di meja itu di sapu bersih tanpa ada alasan yang diberikan oleh orang yang melakukannya.

Aduuh, Sssh, Ya Rob, kakiku sakit, panas.

Namun ada sesuatu di dalam lubuk hati Aida yang mengeluh perih d saat dia menggeser kakinya itu.

krssssss

Hanya Aida yang merasakan di kakinya ada getaran seperti dia menginjak sesuatu dan menjadi remahan sebab berat tubuhnya tak bisa ditopang oleh benda itu.

Sssh, aku menginjak beling. Dingin, ini pasti gelas smoothies tadi.

Tapi tentu saja Aida yang menggeser kakinya itu tidak menunduk ke bawah untuk melihat sesuatu yang diinjaknya atau mengeluh karena perih.

Sesaat tadi di awal, Aida merasakan panas yang terasa sangat panas sekali di kedua kakinya. Jelas panas, karena ketumpahan makanan yang memang baru diturunkan dari kompor. Jadi kebayang rasanya ketika kena guyur air panas itu, kan?

Yah, walaupun sudah dalam bentuk cairan yang lebih mengental, sup cream ayam brokoli. Tapi tetap saja itu tadi dididihkan. Bahkan titik didih pastinya lebih tinggi dari air panas biasa. Tapi Aida tak menunjukkan keperihannya.

"Apa ada masalah dengan makanannya?" Malah Aida buka suara dan menatap Reiko tegas saat dia bicara begini.

"Kalau bapak tidak suka, tidak perlu harus membanting seperti itu. Tinggal katakan pada saya untuk menyiapkan makanan baru, pak. kan bapak punya mulut"

PLAAAAK.

Sekarang pipi kirinya pun harus merasakan panas yang membuat kemeng saat tangan kanan pria di hadapannya mendarat cepat di wajahnya.

Sudah mah Aida menahan sakit di kakinya yang satu terkena beling, dan yang satunya masih terkena air panas namun dia tidak mau menggesernya, entah karena alasan apa dia menahan semuanya.

Tapi sungguh Aida tak paham penyebab kemarahan orang di hadapannya.

Akh, sakit pipiku.

Dan haruskah sekarang dia menangis? Mengeluh sakit atau mungkin meminta maaf saja supaya jelas apa sebenarnya masalahnya?

"Sebelah sininya belum pak."

Malah dengan berani tangan kanan Aida bergerak menunjuk pipi kanannya sendiri.

Sengaja menyindir.

Dan kenapa dia masih diam saja dan menatapku begitu? Salahku di mana, hey royco otak micin! kesal dalam hati Aida yang berusaha untuk ditahan olehnya.

"Kalau bapak masih mau diam seperti itu ya silakan. Tapi saya mau membereskan semua yang sudah bapak berantakin ini," keluh Aida.

Dia sama sekali tidak gentar dengan tatapan garang Reiko. Bahkan tidak ada sedikitpun air mata yang ingin dikeluarkannya meskipun saat ini rasa sakit di kakinya dua-duanya mengiris hatinya. Sndaikan dia tidak mementingkan harga dirinya maka Aida lebih memilih untuk duduk dan mengurusi kakinya yang terasa panas terbakar.

Tapi tidak dengan Aida yang sekarang. Dia justru menggerakkan tangannya selesai bicara untuk mengambil lap di meja

Tapi

"Bagaimana caramu membereskan berantakan di hidupku, hmm?"

"Hhhh. Lepaskan tangan saya Pak." Aida bicara begini sambil menahan lagi sesuatu yang membuat dirinya ingin sekali menangis.

Aduh, duuuuh, sudah panas terbakar, kakiku sakit sekali. Aku menginjak keramik, lebih tajam lagi pecahannya, duuuh.

Entahlah campur aduk hati Aida sekarang. Dia tidak menyangka kalau saat mau mengambil lap tadi, ada gerakan dari tangan pria di hadapannya yang justru menarik lengan tangan kanannya. Terpaksa kaki kanan Aida jadi maju ke depan dan terkena pecahan beling yang runcing.

Bidadari (Bab 1-200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang