Bab 171. HANYA LIMA MENIT

32 3 1
                                    

Reiko: Papa.

Reiko tahu Endra di ujung sana masih bicara tapi dia baru saja memotong ucapan papanya itu, meminta attention.

Endra: Kamu mau bilang apa?

Reiko: Papa aku tahu bagaimana hubunganku dengannya. Jadi tolong, jangan gurui aku soal ini.

Reiko bicara sambil berjalan menjauh mendekat ke arah tangga.

Reiko: Aku tadi harus membawanya pergi denganku karena aku tidak tahu siapa yang harus menjaganya di sini, Papa. Aku sudah ceritakan perihal kenapa aku tak panggil perawat padamu, kan?

Saat mulai menaiki anak tangga, Reiko juga bicara pelan begini, dengan intonasi yang nyaman didengar. Dia tak panik saat bicara.

Endra: Apa sulit mencari perawat di luar kenalan Alif?

Reiko: Bisa aja Papa. Aku bisa saja mencari perawat dari penyedia perawat dan babysitter. Tapi, aku tidak mau ribut dengan Brigita.

Endra: Kamu masih menyembunyikan kondisinya dari kekasihmu?

Reiko: Iya Papa. Kalau Brigita tahu, dia kembali akan ribut denganku. Itu alasan yang pertama dan yang kedua semakin sedikit orang tahu tentang dirinya ini akan semakin baik. Aku benar-benar menjaga karena aku tidak tahu apakah orang yang akan bekerja akan memperhatikannya atau tidak dan apa yang mereka obrolkan. Ini akan jadi boomerang untuk kita kalau bocor ke publik.

Endra tidak bisa menyalahkan Reiko karena memang apa yang dikatakan oleh putranya itu benar.

Endra: Tapi tetap saja. Apa tanggapan keluarga Prayoga kamu membawanya?

Masih ada kegelisahan di sini.

Endra: Mereka rival kita, Reiko. Kamu bisa berpikir sejauh ini gak sih?

Reiko: Untuk keluarga Prayoga, aman Papa. Mereka tidak ada masalah dan gadis itu cukup pintar untuk memainkan perannya. Kalaupun Papa ingin bertanya langsung pada mereka tentu saja mereka akan mengatakan kalau dia adalah sepupuku. Mereka sangat mempercayainya bahkan menyukainya yang dekat dengan anak-anak mereka.

Endra: Apa? Kamu yakin mereka akan mempercayai dia sepenuhnya?

Reiko: Papa, kalau Papa lihat langsung bagaimana dia berakting tadi di depan keluarga Prayoga pasti Papa juga akan kepincut dan yakin kalau yang dia katakan itu benar.

Endra tak pernah tahu kalau Aida bisa bersandiwara.

Tapi ini yang mengatakan putranya. Endra sangat percaya pada Reiko meskipun dia inginnya mempertanyakan lagi soal itu.

Endra: Ya sudah kalau begitu. Tapi ingat, aku tidak ingin kau membuat masalah apapun lagi dan membawanya keluar.

Endra mengalah dengan syarat pada papanya.

Reiko: Iya Papa.

Dan itulah terakhir suara Endra di telepon yang membuat Reiko bisa sedikit bernapas lega sambil dia menyandarkan tubuhnya di sandaran ergonomic chair kesayangannya.

"Tidak ada yang lebih nyaman daripada duduk di kursi ini sambil kerja. Haah, ga merentek kaya di kursi kayu," ucap Reiko lagi dengan senyum di bibirnya, menikmati tulang belakangnya yang terasa memang mau patah itu pegalnya.

"Sssh, kau pikir tubuhmu enteng kah sampai tulangku rasa mau encok gini," protes Reiko yang terdengar kesal namun matanya terbuka, menerawang, memikirkan yang lain juga.

"Wajar jika Papa tahu karena dia pasti melihat CCTV."

Kalau kakeknya tidak mungkin tahu. Beda dengan Endra yang menguasai CCTV apartemen itu dan manajemennya. Orang-orangnya pasti melaporkan yang dilakukan putranya.

Bidadari (Bab 1-200)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ