Bab 114. BISNIS

54 4 1
                                    

Tapi ada bagusnya juga dia tidur seperti itu. Daripada dia berisik saja.

Suara seorang pria yang bicara hanya terdengar di telinganya saja saat ini berkomentar dan langkah kakinya bergerak menuruni tangga dengan matanya yang masih mengarah pada Aida.

"Pulas sekali dia tidur? Bahkan tidak membersihkan wajahnya dulu.''

Reiko geleng-geleng kepala.

"Heish, kenapa sekarang aku malah bodoh sekali? Turun ke sini tidak membawa apapun. Padahal aku tadi ingin ngangkut sampah juga," serunya lagi yang kembali lagi naik ke atas, membiarkan Aida tetap tidur di sana.

Apa tadi malam dia tidak bisa tidur karena merasa nyeri di kakinya itu?

Reiko tak tahu, tapi dia mengambil keputusan untuk tidak mengganggu Aida dan hanya menaruh sampah di dapur. Dekat tempat sampahnya. Hanya saja karena sampah ini banyak dia menaruhnya di plastik sampah namun tidak dimasukkan ke dalam tempat sampahnya. Tidak muat.

Tapi tentu tidak menimbulkan bau apapun karena itu semua hanya sampah plastik dan kardus bekas bungkusan belanjaan Aida.

"Biarkan sajalah dulu dia tidur. Aku juga harus mengurus yang lainnya," ujar Reiko yang tahu kalau pekerjaannya masih banyak.

Makanya Reiko kembali lagi ke atas, untuk membawa barang lainnya.

"Tiga kali balik. Ternyata banyak juga barang yang aku beli," keluh Reiko yang kini sudah ada di kamar Aida dan menaruh barang-barang dari kamarnya tadi ke kamar itu.

Reiko tadi membongkar belanjaan untuk Aida di wardrobe-nya.

Salahnya sendiri tidak membawa dengan kardus-kardusnya sekalian ke bawah. Makanya dia harus bolak-balik berkali-kali.

Dan kini wajahnya terlihat kelelahan menatap ke lemari Aida

"Aku pula yang harus memasukkan ke dalam sana," keluh Reiko yang kini sudah membuka lemari dan menyortir pakaian-pakaian yang ada di dalam sana.

"Entah kapan dia membeli baju-baju ini. Apa dia tidak bisa mencari pakaian yang baru yang tidak lapuk begini untuk dibawa ke Jakarta?"

Reiko biasalah sambil merapikan mulutnya juga sambil bicara terus.

"Begini kalau otak tidak dipakai, bisanya hanya memikirkan seorang pria. Apakah itu tampan atau tidak. Chef Juna sangat hebat dan tampan. Pintar memasak. Farhan sangat tampan dengan kacamatanya. Otaknya hanya berisi pria-pria tampan. Cih."

Reiko menggerutu sendiri dan kini pandangan matanya mengarah ke sesuatu di atas nakas, setelah tadi selesai menyortir baju di lemari dia tadinya ingin memasukkan baju-baju yang dia bawa dari wardrobe-nya.

Hanya saja rasa penasarannya membuat dirinya melangkah mendekati sesuatu yang ada di nakas itu.

"Aku penasaran seperti apa isi handphonenya," seru Reiko yang sudah mengambil handphone Aida namun saat ini dia diam sejenak memandang ke arah benda kotak itu tanpa bicara.

Retak? pikir Reiko, dia pun mengingat sesuatu.

"Handphone ini retak. Waktu dia menunjukkan foto pakde Waluyo nya itu aku juga sudah lihat kalau handphone ini retak. Apa karena aku mendorongnya di dapur?"

Reiko tadinya ingin membuka benda itu.

Tapi karena diberikan password lalu melihat layar handphonenya yang memang ada retakan halus tipis meskipun masih bisa dipakai karena Aida menggunakan screen protector. Jadi tidak benar-benar retak pecah. Hanya tetap saja mengganggu pandangan mata.

"Hah, lagi-lagi terus saja membuat aku merasa bersalah." Reiko menggerutu, mencibir dan membalikan badannya tak mau memandang ke arah handphone itu lagi.

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now