Bab 194. NGELUNJAK!

38 4 1
                                    

Tepat aku sedang mendongak dan pas depan hidungku itu bolongan gas-nya, aish, berasa ada angin neraka ke wajahku, kurang ajar! Aida mau meledak.

Meminta pertanggungjawaban atas pencemaran pada paru-parunya.

Tapi

Mungkin ini teguran Tuhan supaya aku tidak macam-macam dan ini untuk menghukum otakku yang berpikir seperti orang bodoh! Terima kasih Tuhan kesadaranku kembali karena aroma.....

"Ehm!" Reiko berdehem dan membuat Aida tak melanjutkan apa yang ada dibenaknya.

"Hihi, lega ya Pak?"

Di saat Reiko meringis karena tak enak hati, Aida yang memang menutupi apa yang ada di dalam hatinya pun menimpali dengan santai.

"Tidak perlu malu Pak! Kalau dikerokin karena angin duduk itu, memang harus buang angin dan kadang tidak terdengar suaranya tapi baunya itu seperti telur busuk pasti tercium! Dan itu kenikmatan dari dikerokin."

Meskipun penderitaan dan cobaan setinggi langit ke tujuh buat yang ngerokin! hati kan mana bisa berbohong. Ya, itulah kejujuran di sanubari Aida.

"Telur bu...eish, kamu menyindirku bukan?"

"Bukan Pak berdasarkan pengalaman! Adik saya Lingga juga kalau dikerokin sama seperti itu menyebalkannya dan kadang-kadang saya suka mencubit pinggangnya karena dia buang angin tidak bilang-bilang dulu, proootproprotprotprooot!"

"Heish sudah diam! kenapa harus ditirukan bunyinya?"

"Ya biar Bapak tahu ada yang bunyi ada yang silent kil....!"

Kayaknya gak perlu aku lanjutin! Serem lirikannya!

Kata-kata Aida di saat Reiko sudah memalingkan wajahnya kepadanya. Tentu saja Dia bisa melihat Aida mendongak cengar cengir.

"Aku tadi ingin mengingatkanmu tapi itu sudah keburu keluar duluan dan kamu ngomel aja sampai aku nggak bisa konsen! Bukan aku mau mengerjaimu dan mempermalukan diriku sendiri."

Reiko memang ingin menahannya dulu tapi sudah tidak bisa dan keluar lepas begitu saja.

Lagi pula bukankah resiko kalau ditahan nanti malah tidak bisa keluar lagi?

"Hihi, maaf deh Pak. Habis, aku gemes banget loh Pak! Lihat deh di kaca tuh! Masak Bapak gak bisa lihat, kelihatan loh itu semuanya merah! Bapak ni masuk angin kedalon. Masa sih Bapak nggak bisa gitu ngatur jadwal makannya?"

Ya sebenarnya harusnya bisa. Dan aku memang sudah sering merasakan perutku seperti sakit tapi tidak pernah sampai seperti ini, kata-kata yang ditahan dalam lubuk hati Reiko.

Dia memang kalau sudah mengejar target itu suka lupa waktu. Apalagi memang tidak ada orang yang mengingatkannya yang benar-benar didengar dan ditakuti olehnya.

Jadi saja, Reiko keasyikan dan dia menganggap remeh masalah kesehatan ini. Jadwal kerja yang di luar batas waktu membuat dirinya juga semakin tidak mempedulikan kesehatannya.

Seperti yang dibilang oleh Aida memang badannya agak sedikit kurusan.

Sudah pasti Reiko kelelahan.

Habis aku bener-bener memikirkan modal! Kalau tidak selesai kerjaanku di Abu Dhabi, tidak mungkin Kakek akan memberikanku uangnya! Dan bagaimana dengan rencana tender yang diburu Bee?

Kebayang kan bagaimana Reiko memang benar-benar mengutamakan orang yang dicintainya? Dia melakukan apapun yang diperlukan oleh wanita itu sampai membuat kondisi tubuhnya ringkih.

"Bukan sekali saya ngerokin orang kayak gini terus tiba-tiba angin keluar, Pak!"

Aida tadi baru menyelesaikan mengerik di bagian kiri dan sekarang dia mengerik di bagian bukit sebelah kanan sambil dia bicara.

Bidadari (Bab 1-200)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora