Bab 112. SERBA SALAH

36 5 0
                                    

Mati aku. Benar-benar mati aku sekarang. Dia sudah tutup pintu, kakeknya sudah pergi.

Tak lega rasanya hati Aida ketika memikirkan ini.

Dari saat Reiko ada di pintu, Aida juga sama sekali tak peduli apa yang mereka bisik-bisikkan di depan sana. Yang dia pikirkan adalah bagaimana cara dirinya bisa menjelaskan semuanya kepada Reiko.

Tapi sampai suara pintu itu tertutup pun dia masih belum menemukan alasan yang tepat.

Habislah aku nih.

Aida tak berani menatap Reiko. Dia lebih memilih untuk menundukkan kepalanya saja dalam-dalam.

Mungkin kalau dia sekarang bisa menggali tanah Aida lebih memilih untuk cepat-cepat masuk dan bersembunyi menutupi wajahnya.

Duudududuuuuuh, dia marah gak ya? Cemas dan nyut-nyutan kepala Aida.

Tapi dia gak ke sini? Dia menuju ke meja makan?

Masih banyak piring-piring kosong di meja makan.

Aku basa-basi apa ya? Kayaknya dia mau cuci piring deh.

Makanya Aida kepikiran ke sini.

Aida yang sudah tinggal sebulan dengannya, tahu kalau Reiko yang super bersih itu tidak suka kalau melihat sesuatu yang kotor. Apalagi bekas makan itu tidak dirapikan?

Bukan dia banget.

"Pak apa butuh bantuan cuci piringnya? Saya rasa saya udah bisa kok Pak melakukan itu."

Habis Aida bingung harus bagaimana. Makanya dia berusaha menawarkan walaupun Aida sendiri juga tahu, tak mungkin dia bisa mencuci piring dengan tangannya yang diperban? Dan mencuci piringnya itu sambil berdiri. Bukankah dia tak diizinkan memberikan beban yang berat dulu pada kakinya selama tiga hari?

Tapi aku sudah tahu sih kalau bakal dicuekin kayak gini. Aida berbisik karena sepertinya tawarannya itu tidak dipedulikan oleh seseorang yang justru sudah mulai mencuci piringnya.

Mau ditolong tidak mau ya sudah. Dia sendiri yang nyuci piring kok. Aida juga berusaha tak peduli

Tapi

Masalahnya sekarang ini adalah salahku yang bicara dengan kakeknya begitu.

Mau bagaimana lagi, Aida sudah melakukan satu kesalahan fatal. Bukannya wajar kalau Reiko memarahinya dan mencuekannya? Toh Aida juga sudah membicarakan sesuatu tanpa berdiskusi dulu padanya.

Gara-gara mulut besarku ini jadinya aku sekarang kena deh. Aku memang sudah bilang kalau aku tidak suka berbohong dan aku juga sering menyindir masalah berbohong. Tapi sekarang aku sendiri yang berbohong pada kakeknya?

Yah, namanya juga manusia tidak sempurna. Kadang mereka khilaf dan kadang juga terbawa oleh suasana dan keadaan yang membuatnya melakukan sesuatu yang tak sesuai dengan isi hatinya.

Sama seperti perbuatan Aida yang merasa bersalah.

"Tapi bukannya dia harus mendengar dulu penjelasanku? Kenapa aku harus membicarakan itu pada kakeknya?"

Aida tahu dia salah tapi bukannya dia juga punya hak untuk membela diri?

Karena itulah ...

"Pak maafkan saya." Aida mengencangkan suaranya supaya bisa didengar oleh orang yang sedang mencuci piring.

"Waktu kemarin itu saya terpaksa bicara tentang masalah program, soalnya Romo Adiwijaya sama pakde Waluyo terus saja bertanya macam-macam. Jadinya saya bingung dan berbohong soal ini. Saya pikir ini bisa membuat mereka tidak lagi banyak menyusahkan saya dan bertanya yang lain-lainnya."

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now