Bab 149. EMOSI MEMBUATKU BODOH

37 6 1
                                    

"Apa semua wanita yang seumuran sama Reti dan Rukma harus Bapak kecup dahinya?"

Kesel Aida tadinya dia tidak mau menimpali. Tapi karena tak tahan, akhirnya dia bicara.

Untung saja saat Aida bicara dia sudah bisa mengendalikan dirinya sehingga tidak menangis lagi.

"Hmm, pilih-pilihlah. Yang cantik boleh. Kalau yang..."

"Ish." Aida mencibir. Malas dia mendengar lanjutan dari ucapan Reiko.

"Ya, gimana, masa kalau nggak cantik aku mau mengecupnya? Bau keringet, ogah. Mau yang bersihlah. Enak aja sembarangan cewek."

"Om om gatel," seru Aida bergidik.

Tapi apa itu membuat Reiko merasa khawatir dan marah?

"Hmmm. kenapa emangnya? Kamu pikir aku mengecupmu tadi karena aku menyukaimu, Hmm?"

"Gak. Bapak cuma merasa bersalah udah marahin saya dan bikin saya nangis makanya Bapak mengecup saya supaya saya diam dan tidak lagi menangis. Kayak anak kecil yang lagi dibujuk, dipeluk, disayang dan dikasih balon supaya gak nangis lagi."

"Hmm, tuh pinter."

Reiko bicara, sambil mengacak-acak rambut Aida sedikit

"Tunggu dulu di sini aku ambilkan pakaianmu," ucapnya berbarengan dengan tangannya memindahkan air dan duduk di belakangnya.

Karena kondisinya Reiko tadi duduk hanya di pinggiran tempat tidur.

"Saya udah duduk di sini Bapak kenapa masih di situ?"

"Kamu pikir tubuhmu ringan dan setelah aku memangkumu selama setengah jam lebih kamu pikir mudah untukku berdiri?"

"Hihihi." Di sini Aida malah terkekeh.

"Hei, jangan pegang kakiku. Aku benar-benar kesemutan ini." Reiko protes berat. Karena rasanya kalau kesemutan dipegang kan tidak enak

"Hahaha." Tapi ini malah membuat Aida jadi terkekeh.

Kesalnya masih ada sih yang tadi tapi sekarang sudah lebih baik. Dia sudah bisa menguasai dirinya dan tidak lagi emosional.

Apakah sekuat itu pengaruh pelukan bisa membuat seseorang jadi lebih tenang? Ah, soal yang satu ini Aida tak tahu apa jawaban yang paling tepatnya. Tapi memang dia merasa sangat hangat lagi dipeluk seperti tadi.

Dan untuk pertama kalinya memang ada seorang pria yang memeluknya sekuat itu.

"Bentar aku ambilin." Sambil meringis tapi memang kondisi kakinya sudah mulai bisa digerakkan Reiko pun berdiri.

Tapi kenapa harus dia? Kenapa harus dia Tuhan? Apa tidak ada yang lain kah? Apa aku tidak pantas mendapatkan yang terbaik? Aku tak pernah berbuat zina, seru hati Aida masih mempertanyakan.

Sesak hatinya jika memikirkan soal ini dan ingin sekali dirinya tidak lagi berhubungan dengan pria yang kini sedang memakaikan pakaiannya. Satu persatu, bahkan dia tidak mengizinkan Aida untuk mencoba memakai pakaiannya sendiri.

Sungguh keadaan yang membuat dirinya sangat frustasi apalagi tak ada jawaban apapun yang bisa dia dengar.

Karena Tuhan tidak berkomunikasi langsung dengan manusia bukan?

Jadi tentu tidak bisa berharap akan ada pesan masuk ke melalui WhatsApp dari Tuhan.

"Nanti sore aku akan memandikanmu lagi. Saat dokter Silvi datang aku akan ada di apartemen ini." Dan ini yang diucapkan Reiko saat dirinya sudah selesai memakaikan baju Aida.

"Sini aku perban dulu tangannya."

Cukup telaten dan sabar. Dia mengurus Aida lebih dulu dengan kondisinya masih memakai handuk seperti tadi. Tak peduli dia dengan dirinya sendiri.

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now