[19] Unexpected

12K 711 19
                                    

Langsung saja Leo membuka pintu kasar dan seketika kelas menatapnya dengan mata membulat dan terkejut. Mendadak kelas ramai itu berubah menjadi kuburan lama yang sepi.

Leo menatap datar Chika dan Reina yang berpenampilan berantakan di depan kelas. Reina dan Chika segera melepaskan diri dan beringsut mundur sambil membenahi seragam mereka yang berantakan karena sehabis bertengkar.

Dengan wajah mengintimidasi, Leo melangkah masuk. "Kalian berdua sini!!" Lirih Leo namun tajam membuat semua yang mendengar perkataan itu merinding dan membisu.

"APA KALIAN MENDADAK TULI, HAH?!" Bentak Leo, dan sedetik kemudian Reina dan Chika buru-buru menghampiri pemuda yang menjabat sebagai ketua OSIS itu.

"Apa yang kalian ributkan?"

Semuanya diam.

"Tak ada yang mau menjawab?"

Mereka tetap bungkam.

"JAWAB ATAU SEMUANYA BAKAL GUE HUKUM!" teriak Leo marah dan sekelas langsung menunduk dalam. Tak ada yang berani menatap Leo karena tau watak dan sifat Leo yang keras.

Zain yang menjabat sebagai ketua kelas maju menghampiri Leo. Walaupun dia takut setengah mati tapi dia tetap menjalankan tugasnya.

Zain berdehem, "Mereka ribut karena tidak mau berada di hari yang sama saat piket, kak!"

Sebelah alis Leo terangkat tinggi, dia menatap tajam Chika yang sedang bergetar dan Reina yang membuang pandangannya dengan acuh.

"Kayaknya hukuman 'itu' belum membuat kalian merasa kapok, ya?" Desis Leo, aura mengerikan pemuda itu semakin membuat suasana kelas yang tadinya panas menjadi terbakar.

"Ja-- jangan!" Cicit Chika masih menunduk dalam dengan tubuh bergetar. Dia sudah kapok dan tak mau lagi berurusan dengan Leo dkk karena dia masih sayang nyawa.

Sedangkan Reina, masih memalingkan wajahnya dan sesekali menelan salivanya kasar. Berharap si macan itu pergi jauh dari kelasnya. Apa dia harus membacakan surat Yasin agar Leo pergi? Pikir Reina.

Suuittt suittttttt!!!

Disaat suasana mencekam terjadi sebuah suitan terdengar dari arah pintu kelas. Semua mata memandang Awan yang menimbulkan bunyi suitan dengan wajah tanpa dosa nya.

"Le, lo apain tuh anak sekelas sampai mereka pucat gitu? Wajah-wajah kayak nahan boker!" Tak ada yang menjawab, bahkan Leo hanya memandang sahabatnya itu dengan ekspresi datar andalannya.

Awan nyengir lebar, dia yang semula bersender pada pintu dengan bersedekap dada langsung menegakkan tubuhnya. Dia berdehem sekali, menghilangkan rasa canggung yang bisa membunuhnya perlahan. "Buruan ke kantor guru. Di panggil pak Botak dari Batak! Disuruh buruan."

Leo menutup matanya sejenak, dia bahkan melupakan tujuannya yang akan bertemu dengan pak kepala Botak karena kegaduhan di kelas ini.

Leo kembali membuka matanya, "Kalau sampai gue denger kelas ini gaduh lagi dan apalagi penyebabnya kalian berdua. Habis kalian!" Ancam Leo lalu melangkah pergi diikuti dengan Awan dibelakangnya.

Sepeninggalnya Leo dan Awan, semua penghuni kelas itu menghembuskan napas lega dan kembali duduk dengan rileks.

Zain dengan tegas menyuruh Reina dan Chika kembali duduk dan berjanji agar tidak akan mengulangi kesalahan mereka lagi atau Zain akan mengadukan keduanya ke wali kelas.

Dan akhirnya kelas kembali berjalan dengan damai dan normal walaupun suasana canggung masih kentara sekali.

Dan berita tentang Leo yang memarahi kelas Reina langsung tersebar luas. Bahkan kini Reina dan Chika menjadi trending topik. Sepertinya gosip bagi orang Indonesia itu seperti virus, sangat cepat menyebar luas. Dan virusnya itu virus menyenangkan yang bisa bikin kecanduan.

Reina membanting bukunya yang dia pegang saat salah satu anak kelasnya dengan terang-terangan menyindir Reina.

Merasa ada aura membunuh dari arah Reina, anak kelasnya yang tadi menggosip langsung buru-buru meninggalkan kelas sebelum Reina membunuh mereka.

Ajeng yang sedang makan roti di sebelahnya bahkan sampai kesedak. Dia segera meminum es coklat miliknya, tapi sebelum itu dia menoyor kepala Reina terlebih dahulu.

"Lo udah gila, hah? Hampir aja gue mati kesedak! Gak keren banget kalau seorang putri cantik bernama Ajeng Andreatama Diningrat Nugroha hi hu he ho, yang baik hati dan tidak sombong serta suka menabung ini mati gara-gara kesedak roti yang harganya cuma seribu rupiah!!" Cerocos Ajeng dengan satu tarikan napas.

Diningrat? Bukan... Dia bukan asli keluarga Diningrat Keraton. Dia hanya menghayal saja menjadi anak yang berdarah biru. Harap maklum, otaknya agak miring.

Reina menatap Ajeng horor.

"Ngapain juga lo natap gue kek gitu? Gue colok bau tau rasa lo!" Judes Ajeng pun keluar karena kesal.

Reina merotasikan mata malas dan kembali menyenderkan punggungnya ke kursi.

"Sebel gue."

"Sebel kenapa lagi?"

"Gak jadi."

"Emang sebel bisa di urungkan?"

"Berisik! Mending diam." Mendengar itu, Ajeng terdiam dengan bibir berkerucut.

--

Setelah bel pulang, Reina dengan santai berjalan menuju halte bus. Dia duduk disana dan cukup ramai dengan beberapa murid yang menggunakan transportasi bus.

Reina duduk memojok dengan menyumpal kedua tangannya dengan headset. Dia memakai kupluk Hoodie miliknya yang kebesaran, membuatnya tenggelam.

Bus datang, Reina buru-buru masuk agar mendapat duduk. Dan akhirnya dia duduk di bangku tengah. Dia menyenderkan punggungnya, menatap luar dari kaca bus yang agak berdebu. Mungkin karena cuaca sedang panas dan polusi dimana-mana.

Miris sekali,

Reina turun saat sudah sampai di halte dekat rumahnya. Dia berjalan memasuki kompleks perumahannya dengan bersenandung kecil. Menyanyikan lagu dari Ali Gatie ~ It's You.

Entah mengapa Reina akhir-akhir ini senang dengan lagu itu. Lagunya sangat enak untuk di dengar. Sungguh,

It's you, it's always you.
Met a lot of people, but nobody feels like you.

So, please, don't break my heart.
Don't tear me apart.
I know how it starts.
Trust me: I've been broken before.
Don't break me again.
I am delicate.
Please, don't break my heart.
Trust me: I've been broken before.

I've been broken.
Yeah. I know how it feels
To be open
And then find out your love isn't real.
I'm still hurting.
Yeah. I'm hurting inside.
I'm so scared to fall in love,
But if it's you then I'll try.

Saat akan melewati taman kompleks dia berhenti, matanya menyipit untuk menatap pemandangan di depan sana.

Dimana ada seorang pemuda yang memakai seragam sama sepertinya sedang bertengkar dengan seorang gadis yang memakai seragam dari sekolah lain.

Reina merasa tak asing, tapi dia mencoba acuh dan kembali berjalan.

Mata Reina tak bisa berhenti untuk melirik kedua remaja itu saat sang pemuda berteriak lalu tak lama mereka berpelukan karena si cewek menangis.

Reina geleng-geleng sendiri rasanya. Dan dia tak sadar tersenyum melihat adegan cukup romantis itu.

Tetapi, sedetik kemudian senyum Reina luntur dan kakinya tiba-tiba berhenti melangkah saat matanya bertatapan dengan mata pemuda itu.

Pemuda itu juga terlihat terkejut, tapi sedetik kemudian wajahnya berubah kembali datar. Dia semakin merapatkan pelukannya dan langsung membuang muka.

Reina menelan ludah, dia juga langsung membuang pandangannya dan kembali berjalan dengan cepat menuju rumahnya.



Tbc~

Vidio di atas itu anggap saja Reina ya, ((:

KEMBAR SOMPLAK  - SELESAI [ Segera TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang