[70] HUG

2.4K 408 64
                                    

Dalam keheningan yang menyelimuti ketiganya, angin malam mulai berhembus sangat kencang. Mungkin berniat untuk membantu agar atmosfer panas yang tercipta sekarang ikut pergi bersama nya hingga tergantikan atmosfer dingin.

Dalam diam, Reina masih terisak lirih dengan mata sembab yang menatap nanar kedua tangannya yang terlapisi dengan cairan kental berwarna merah. Walaupun sudah di guyur dengan air, nyatanya bekas darah dan bau anyir itu masih ada. Dan rasa trauma itu masih melekat.

Leo sendiri, dengan muka lebam karena tak sengaja terkena tonjokan maut Reina hanya bisa menatap gadis itu dalam diam. Leo ingin sekali merengkuh Reina dalam dekapannya, tapi dia terlalu takut. Karena dia sadar, jika selama ini sikapnya terlalu brengsek untuk gadis itu.

Katakan dia pengecut, nyatanya melihat Reina dengan keadaan dan keberingasannya beberapa menit yang lalu membuat Leo bungkam dan tak berkutik. Dia terlalu shock, tak percaya jika Reina yang ia kenal songong ternyata jago bela diri.

Reina... hampir saja membunuh Agam, cowok yang dulu hampir saja memperkosanya. Jika saja Marcell dan Leo tak menarik paksa Reina dari atas tubuh lemah Agam sudah pasti Reina akan menjadi seorang pembunuh sekarang.

Apalagi Leo yakin jika Reina sekarang butuh waktu sendiri untuk menangis dan memikirkan apa yang barusan terjadi. Emosi gadis itu sangat besar hingga tak terkontrol.

Selain Leo dan Reina, tentu disana juga ada Marcell. Berjarak dua meter dari Leo, pemuda tampan dengan berjuta misteri itu berdiri di tepi rooftop tanpa penghalang. Menatap keindahan lampu kota dari atas gedung tua ini.

Embusan napas nya terdengar berat dengan pikiran yang melayang entah kemana.

Suara nada dering Leo membuat ketiganya tersentak. Dengan kesal Leo menerima telfon, lalu segera pergi dari rooftop. Tapi tiba-tiba Leo berbalik badan dan melangkah menuju Reina, mengelus pundak gadis itu lembut lalu pergi dari sana.

Melihat Leo yang pergi dan Reina yang masih terisak, akhirnya dengan langkah pelan Marcell mendekati Reina yang duduk di atas sebuah kursi tak terpakai. Reina duduk tanpa tenaga dengan pandangan kosong. Selain tangan, pakaiannya juga berlumur darah.

Wajahnya pasi, matanya memerah, dan jejak darah masih tersisa di pipi. Ikatan rambutnya berantakan dan lepek oleh keringat.

Sebelah tangan Marcell terangkat, mengusap pelan puncak kepala Reina

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sebelah tangan Marcell terangkat, mengusap pelan puncak kepala Reina. Reina hanya diam, tak mau merespon dan tak mau mendongak. Dia... merasa malu dan seperti penjahat karena hampir saja membunuh sesorang.

Marcell berjongkok, mengangkat dagu Reina lalu mengusap pipi dan kedua sudut mata Reina yang masih meneteskan air mata dengan deras.

Marcell tersenyum menenangkan dengan pandangan mata yang seteduh pohon rindang di musim panas. "It's oke... semua akan baik-baik saja."

Reina menggeleng lemah, kembali menunduk.

"Lihat mataku." Reina menggeleng, "Lihat Reina..." Marcell menangkup kedua pipi Reina yang terasa hangat. Dan saat matanya bertemu dengan mata Reina, Marcell kembali tersenyum manis... ah, sangat manis lebih tepatnya.

KEMBAR SOMPLAK  - SELESAI [ Segera TERBIT ]Where stories live. Discover now