[78] Dua permintaan.

2.4K 376 134
                                    

Satu minggu berlalu, Leo benar-benar di buat sibuk oleh urusan osis karena dua minggu lagi dirinya akan lengser, karena akan naik ke kelas dua belas. Karena semua anak tingkatan dua belas di tuntut untuk lebih fokus belajar untuk menentukan masa depan setelah lulus.

Jam menunjukkan pukul enam sore, pemuda itu langsung membuka pintu utama dan langsung menuju kamarnya.

Leo membersihkan diri terlebih dahulu, setelahnya merebahkan diri kasur dengan napas pelan.

Tiba-tiba saja dia kepikiran sama perasaannya saat ini. Jujur, Leo bukan tipe orang yang gampang bucin, tapi dia malah teringat pada Reina. Kapan ya dia menghubungi dan membuat gadis itu kesal?

Leo menegakkan punggungnya, mengulurkan tangannya untuk meraih ponsel. Panggilan pertama, tak diangkat membuat alisnya menyatu sempurna. Panggilan kedua, masih sama suara operator. Hingga panggilan ketiga,

"Kak!" Seseorang membuka pintu kamarnya, Leo menoleh. Melihat Sakura yang berdiri dengan tampak kacau membuatnya langsung melempar ponsel kesempatan arag. Menghampiri sang adik, menariknya kedalam pelukannya. Membuat Sakura langsung menangis.

"Kenapa?" Tanyanya setelah Sakura cukup tenang. Membawanya untuk duduk di kursi malas yang ada di kamarnya. "Siapa yang berani buat kamu menangis, hm?"

Sakura menggeleng, bibirnya masih melengkung kebawah. Dia memejamkan matanya saat tangan besar Leo mengusap kedua pipinya.

"Siapa?"

Sakura kembali membuka matanya dan tampak berkaca-kaca, "Papa mama." Jawabnya dengan suara serak, air mata kembali menetes.

Leo merasa tercekat, "Kamu diapain mereka sampai nangis gini, hm?"

"Mereka..."

****

"Rei! Buruan, di suruh Mommy ke bawah tuh. Makan malam!" Teriak Revin dari depan pintu kamar reina.

"Ya! Lo duluan aja!" Reina balas berteriak. Gadis dengan kaos putih bergambar bebek itu menjauhkan ponselnya dari telinga. Ternyata sambungan terputus, di detik ke tiga.

"Kurang ajar!" Umpat Reina dongkol, tadi Leo menelponnya beberapa kali yang sengaja Reina abaikan. Tapi karena risih, akhirnya Reina mengangkatnya. Bahkan sambungan hanya tiga detik lali terputus.

Reina pun mematikan data, meletakkan ponsel diatas nakas dan segera memakai celana training kemudia bergegas kebawah.

Sambil berjalan kedua tangannya sibuk membuat poni pagar supaya bekas-bekas luka di dahinya tersamarkan.

Reina duduk di samping Revin, membalas senyum Fero dengan lebar. "Dad! Kangen tau!"

Ketiga orang disana langsung menatap Reina dengan berbagai ekspresi. Daniar yang nampak sedikit terkejut, karena Reina jarang sekali menyeruakan perasaannya. Revin yang menatap Reina dengan mata menyipit. Sedangkan Fero, tersenyum lebar sambil mengangkat ibu jari dan jari telunjuk seperti simbol cinta ala korea selatan.

Pria paruh baya itu melakukan itu karena Reina duluan yang memberikan simbol itu.

"Pasti ada maunya nih, apalagi Daddy baru pulang dari luar kota." Ujar Revin, menopang dagu dengan telapak tangan di atas meja.

"Ye, sirik aja." Dengus Reina.

"Udah-udah ayo makan, setelah itu ambil oleh-oleh bagian masing-masing." Kata Daniar setelah menyajikan makanan dan duduk di samping Fero.

Reina dan Revin tersenyum senang dengan kompak. Dan mulai makan.

***

Hari minggu, waktunya Reina untuk berlatih taekwondo. Sedangkan Revin pergi latihan band.

KEMBAR SOMPLAK  - SELESAI [ Segera TERBIT ]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora