[22] Suka???

11.8K 843 7
                                    

Pemuda itu tampak duduk dengan gusar di sofa rumahnya yang bewarna coklat gelap. Matanya yang sipit selalu menoleh ke arah jam dinding dan juga pintu utama rumah yang tertutup rapat.

Jam hampir menunjukkan pukul setengah satu pagi, tapi Reina tak kunjung pulang juga. Membuat hati Revin cemas ketar-ketir.

Beruntung kedua orang tuanya mendadak pergi ke luar kota karena urusan bisnis. Jika ada, pasti Reina akan kena marah.

"Reina... Anaknya kambing, Lo dimana sih???" Gerutu Revin sambil mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia berulang kali menelfon ponsel gadis itu tapi tak kunjung di angkat.

Revin bersumpah kalau Reina pulang akan dia sembur dengan berbagai kata-kata yang membuat gendang telinga pecah.

Revin hampir saja tertidur saat ponselnya tiba-tiba berbunyi, ada sebuah pesan masuk ternyata. Tapi, dari nomer yang tidak ada di kontak Revin.

Revin mendengus sebal, dia kira Reina. Ternyata nomer asing.

+628*********
Datang ke rumah sakit Mutiara Bunda, tak jauh dari tempat taekwondo. Reina disana.

Deg.

"Shitttt!! Apa-apaan ini?" Geram Revin, berungkali dia membaca setiap kata dengan mata melotot lebar. Dia mencoba menghubungi nomer itu tapi tak diangkat.

Mengumpat kasar, Revin meraih kunci mobil dan segera tancap gas menuju rumah sakit itu. Dalam hati dia benar-benar memohon dan berdoa agar Reina tak ada disana dan tidak terjadi apa-apa dengan gadis itu.

Revin menjalankan mobilnya dengan sangat cepat, hingga tak lama dia sudah berada di basement RS.

Revin buru-buru keluar dan berlari menuju ruang administrasi. Dia bertanya apa ada pasien bernama Reina. Dan ternyata ada, dia berada di kamar nomer 1515.

Revin menelan ludah kasar dengan wajah yang begitu pucat. Setelah berterimakasih dia langsung berlari menuju lift, dan mencari kamar 1515 yang berada di lantai 5.

Keringat dingin mengucur deras dari dahi Revin saat kamar dengan nomer 1515 sudah berada di depan kedua matanya.

Tangannya dengan gemetar memegang handle pintu. Dia menutup matanya sejenak, berdoa semoga Reina yang di dalam bukan saudari kembarnya yang jutek bin galak.

Dengan jantung yang berdegup kencang, Revin mulai mendorong pintu pelan. Dia melongokkan kepalanya dan menegang saat melihat seseorang yang sedang tertidur di brankan dengan kepala yang di perban.

"Re-- Reina?"

Revin berlari masuk, dia berdiri di samping gadis yang sedang diperban itu. Tangan Revin yang gemetar hebat menyentuh tangan Reina. Dia menggenggam tangan itu erat-erat sambil meneteskan air mata.

Hatinya sakit melihat Reina terbaring lemah di atas brankan, mungkin ini disebut ikatan batin?

Revin menunduk dalam, dan dia menangis untuk Reina. Dia tak tega melihat Reina dengan keadaan seperti itu. Dia benci melihat Reina yang lemah seperti ini. Cukup dulu saja, saat gadis itu terkena depresi!

Dalam hati, Revin bersumpah akan membunuh siapa saja yang berani menyakiti kakak kembarnya.

"Bang-- bangun, Rei! Bangun! Gue tau lo tukang tidur tapi please untuk saat ini jangan gini. Gu-- gue tau Lo bercanda, cepetan bangun!"

Tak ada balasan,

"Gu--gue janji akan bunuh orang yang udah nyakitin lo, gue janji! Jadi cepat bangun! Ka-- kalau lo bangun gue bakal turutin semua permintaan lo!"

Revin memeluk Reina dengan lembut, "Jadi cepat bangun! Atau gue bakal ngambek sama lo selama satu bulan tujuh hari tujuh malam, hiks!!"

Perlahan mata Reina terbuka, karena terkena air mata Revin. Tapi Revin tak sadar karena dia sedang menutup matanya dan bergumam tidak jelas sambil memeluknya erat.

KEMBAR SOMPLAK  - SELESAI [ Segera TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang