[43] Faktanya...

9.8K 625 37
                                    

Di sebuah ruang keluarga yang mewah nan megah itu terdapat sekumpulan anak muda yang sedang berkumpul. Mereka adalah Leo, Awan, dan Vidy. Bukan hal yang baru bagi ketiga sahabat itu untuk meluangkan waktu bahkan setiap hari.

Leo dan awan sedang asik bermain ps, sedangkan Vidy asik bermain ponsel meskipun terkadang itu nimbrung guna mengejek kedua pemuda itu jika kalah.

"Ah,tai! Curang banget lo, Le." Dumel Awan sambil membanting stik ps milik Leo, meraih bantal sofa lalu tiduran.

"Tck! Kalau kalah ngaku dong. Dasar bencong." Sewot Leo pedas, membuat Vidy mendongak dari layar gadget dengan tertawa keras.

Awan hanya bisa menggerutu, matanya menatap langit-langit rumah sambil menerawang. "Oh, ya le. Gue mau tanya deh." Celetuk Awan sambil membenarkan posisinya.

"Pa'an?"

"Jujur, nih."

"Y."

"Beneran jawabnya yang jujur."

"Iya."

"Jujur ya, Le!"

"Tai buldok gue gibeng juga nih." Geram Leo sambil melotot.

"Gue bantuin, Le. Bughttt!" Vidy melempar bantal sofa yang sedang dia peluk tepat di wajah Awan. Membuat pemuda itu meringis karena hidung lancipnya nyut-nyutan.

Sedangkan Vidy sudah tertawa lepas dengan Leo.

"Taik! Sadis banget ya kalian!!!"

"Lagian, tinggal tanya aja ribet!"

"Tau tuh, kek anak perawan aja lo, Wan!

Tak terima, Awan bangkit lalu langsung berjalan menuju Vidy. Menggelitiki gadis itu hingga membuatnya kapok.

"HHAHHAHAH. AMPUNN! AHAHHA". Teriak Vidy seperti cacing kepanasan.

"Ogah! Ogah..... lagian tuh mulut lancar bener ngatain gue perawan. Gue emang gak perawan lah bego, gue kan cowok." Gerutu Awan lalu memekik saat Vidy menggigit tangannya.

"Bar-bar!" Umpat Awan, menatap Vidy yang pindah duduk menjadi di samping Leo. Cari benteng dia.

Awan menghembuskan napas kesal lalu rebahan di atas sofa. "Acara lo yang nembak tuh adek kelas beneran gak, sih? Apa lo serius?" Tanya Awan serius, membuat Vidy langsung menatap Leo juga.

"Iya, apa lo beneran sayang sama dia? Kan lo dulu bilang benci banget sama dia, Le. Pernah bully juga." Leo hanya diam dengan raut wajah memikirnya.

Akhirnya, pemuda berkaos polo hitam itu yang mengedikkan bahu.

"Ya elah, Le... le.. kalau jawabannya cuma ngangkat bahu gak usah pake mikir 10 abad dong!" Protes Awan dengan lebay.

"Lagian, lo sih, Wan. Tanya gak bermutu banget. Faktanya tuh Leo gak bakal suka sama si tuh tikus got. Selera Leo kan lo tau ndiri." Sahut Vidy sambil menopang dagu.

"Ya elah, cuma tanya kali. Gue kan penasaran, motif Leo juga apaan?!"

"Motifnya? Mungkin Leo cuma mau main-maim sama tuh bocah sombong. Ya gak, Le?"

Leo hanya mengangguk cuek lalu meraih ponselnya yang bergetar.

"Lo mau kemana, Wan?" Tanya Vidy saat Awan berdiri dan mau pergi.

"Boker! Mau ikut, hm?"

"Brengsekkkkkk!" Teriak Vidy sambil melotot galak. Awan pun berlari menjauh sambil terbahak-bahak.

"Lah, mau kemana juga, Le?"

Leo yang sudah berdiri menoleh, "Adek gue tadi sms nyuruh gue ke atas dulu." Setelahnya pemuda tampan itu pun melenggang pergi.

Jadilah Vidy seorang diri.

B O S A N...

Sudah lima belas menit, kedua sahabatnya tak kunjung balik. Apalagi rumah Leo sangat megah dan luas, membuat kulit Vidy merinding.

Mau nyusul Awan, tapi itu adalah hal yang menjijikkan. Menyusul Leo? Sama saja cari mati. Leo kan paling tidak suka jika ada orang lain yang menganggunya saat dia sedang bersama adik tercintanya.

Tapi, ada satu nama yang muncul di benak Vidy. Dan gadis itu merindukan sosok tersebut.

Vidy
-Sibuk gak?

Drtttr.

Marcell
Engga-

Senyum Vidy mengembang, dia menoleh ke sekitar dan tak menemukan Awan maupun Leo. Langsung saja gadis itu menelfon Marcell dan sambungan langsung terhubung.

Dia... merindukan pemuda itu. Pemuda yang paling mengerti dan mampu mengendalikan emosinya saat Vidy marah.

"Mar-- marcell...."

---

"Ada apa, hm?" Tanya Leo langsung setelah membuka pintu. Mendekati adik nya yang sedang terbaring di atas kasur sambil maskeran.

"Kak, Leo? Mama sama papa minggu depan mau pulang, kan?" Tanyanya, menatap Leo yang duduk di sebelahnya.

Leo tampak berpikir, kemudia mengangguk. Dalam hati, dia benar-benar tidak tahu kapan kedua orang tuanya yang gila kerja itu akan pulang?

Jujur saja, Leo Sudah tidak perduli dengan mereka. Karena yang Leo prioritaskan hanya satu, sang adik tersayang.

"Pasti kak, Leo, lupa kan?" Lirihnya sambil memejamkan mata saat usapan lembut di kepalanya membuatnya nyaman.

"Engga, kakak gak lupa, kok." Leo menjeda, lalu tersenyum tipis. "Tapi kakak gak ingat."

Gadis bermata sipit itu langsung membuka matanya dan melotot kesal. "Kan, kan!"

"Mama tadi telepon, katanya pas mereka pulang mereka mau kita berempat makan malam bersama."

Leo terdiam,

"Dan... tidak ada penolakan katanya."

Kebiasaan! Batin Leo kesal.

"Kakak usahakan ada di rumah." Putus Leo, melirik jam dinding di atas sana. "Sudah larut, setelah cuci wajah langsung tidur."

"Iya, kak Leo juga jangan begadang."

Leo mengangguk, dia mengecup kening sang adik cukup lama. "Ingat pesan kakak, jauhi 'Dia'! Kakak gak suka kamu dekat sama dia." Tegasnya.

Gadis itu mendelik, hendak protes tapi Leo lebih dahulu mencegahnya. "Dia bukan cowok baik bagi kamu! Kakak tidak akan membiarkan kamu disakiti oleh siapapun!"

Tatapannya berubah sendu, "Kak-- aku udah besar. Aku tau mana yang ba--"

"Bagi kakak kamu masih gadis kecil, kakak!"

"Kak--"

"Jangan membantah! Kakak paling tidak suka di bantah. Kamu tau itu kan?" Suara Leo naik satu oktaf, dadanya bergemuruh hebat saat melihat mata itu berkaca-kaca dan perlahan rembesan air keluar dari sana.

"Kakak mohon, turuti kakak. Jauhi dia," Leo menutup matanya sejenak, dan kembali membuka. "Kakak sayang kamu, Sakura."

Setelah itu Leo berjalan keluar. Meninggalkan Sakura yang menangis karena rasa sakit di hatinya.




TBC^^

Edisi part khusus Leo dkk.

Udah tau kan siapa adik Leo?

Thanks all yang udh baca, vote, comment, dan follow. Seneng banget cerita ini rame dan udah hampir 70k. ^^

Love you, see you guys!☺🧡

KEMBAR SOMPLAK  - SELESAI [ Segera TERBIT ]Where stories live. Discover now