[54] Benci jadi Cint4?

8.5K 615 83
                                    

"Masih ga mau jawab?"

Reina diam,

Leo berdecak sebal, "Mau gue tambah tu luka?" Leo bersiap untuk menonjok lutut Reina, membuat gadis itu refleks melotot sambil melindungi lututnya.

"Lo gila? Tck! Kasar banget sih jadi cowok!!"

"Mangkannya jujur, siapa yang bikin lo luka kayak gini."

"Urusannya sama lo itu apa, ga ada! Jangan kepo!"

"Lo pacar gue, wajar lah gue harus tau!"

"Pacar sepiha--"

"Kalau gue serius gimana?" Tanya Leo sambil mengangkat sebelah alisnya tinggi.

Hening~~

Reina bingung harus menjawab apa, yang dia laukan hanya diam sambil membuang pandangannya. Tak mau terjerumus pada ucapan Leo.

"Kenapa diam? Ga percaya, hah?"

Reina menatap Leo sebal, kenapa sih Leo itu kalau ngomong suka nge gas?! "Musrik!"

Leo tersenyum tipis, "Nih anak,.suka banget bikin gue kesel."

"Ga kebalik, sifat lo tuh bikin gue emosi darah tinggi."

"Emang sifat gue gimana?"

"Gue jawab jujur, lo tuh pemarah! Nyebelin! Rese! Gila! Kasar! Tukang bully dan--"

"Kalem!" Jawab Leo cepat, sambil nyengir kuda.

"What? Kalem? Kalem dari mananya, dari lubang tikus?" Reina mendengus, tanpa sadar tertawa kecil.

"Kata mama papa, gue kalem. Ganteng banget lagi, mangkannya gue jadi idola!" Leo menyugar rambutnya yang lebat kebelakang, menambah kesan tampan pada dirinya.

"Dih, sok ganteng!"

"Emang ganteng kok! Lo aja mau jadi pacar gue. Jujur aja ga usah ngelak."

"Suka-suka lo deh, cape gue!"

"Mau gue pijetin gak?"

"Serius? Tapi kalau lo serius gue juga gak mau sih, takut cacaran, efek nyentuh kulit lo! Hahhahahahah." Reina tertawa, sungguh. Diluar kendalinya.

"Sialan! Dasar anak ayam!" Leo melingarkan tangan kirinya ke kepala Reina, memitingnya. Mereka sama-sama tertawa dan saling membalas. Disaksikan oleh indahnya langit yang mulai senja dan terpaan angin sore yang menyejukan.

Apakah bisa rasa Cinta mengubah rasa benci?

Bukankah hal itu hanya terjadi pada novel-novel?

Dibalik tawa mereka, ada seorang pemuda bersweater hitam yang sedang tersenyum samar. Menatap Leo dan Reina yang sedang bercanda.

"Gue bahagia kalau lo bahagia, Le. Tapi... kenapa lagi-lagi cewek yang gue suka harus lo sukai juga? Apa gue harus berkorban demi lo... lagi?" Gumamnya, perlahan sebelah tangannya menyentuh dada kirinya. "Sakit."

-----

"Kak, adek mana?" Tanya Daniar sambil makan kue kacang.

Reina menoleh, menatap Daniar yang baru saja duduk di sampingnya dengan mengenakan daster. Ibu-ibu..

"Kok malam-malam makan kue kacang, sih? Katanya nanti jerawatan? Gendut!" Sindir Reina, pasalnya Daniar dulu sering mengatainya gendut karena selalu nyemil makanan manis pada malam hari. Bahkan kalau giginya tidak ngunyah sesuatu itu rasanya engga enak, betul?

Daniar tertawa, "Khilaf, kak."

"Khilaf kok setiap hari." Reina kembali mengarahkan pandangannya ke layar televisi, tangannya meraih remote dan mengganti channel.

"Adek kemana ya, kak? Kok tumben gak muncul batang hidungnya."

"Gak tau, dan gak mau tau."

"Kamu ini... cuek banget sih sama adek sendiri?" Kesal Daniar.

"Hmmm."

"Kak?"

"Hmm."

"Tau gak?"

"Hmm."

"TAU GAK?"

Reina memundurkan kepalanya saat Daniar berteriak tepat di telinganya, "Gak tau, ih! Mamy kenapa teriak-teriak, sih?!"

"Lagian, ditanya jawabnya hmm hmm mulu!"

"Trus gimana? Reina harus kayang?"

Gemas, Daniar mencubit lengan Reina.

"Sakit, ma! Ish!"

"Nakal sih, tolong beliin mama nasi goreng seafood di depan dong, kak. Laper."

"Gojek, ma!"

Daniar mengerucutkan bibirnya, beringsut mendekati Reina. Memeluk lengan kurus Reina, "Maunya di beliin kakak sih."

Reina melirik Daniar horor, karena mamy nya itu sedang tersenyun malaikat. "Udah malem, ma. Ga takut kalau reina di--"

"Engga. Kan anak mamy satu ini jago karate. Begal langsung lari liat buka kamu. Hahahha!" Daniar terbahak-bahak.

"Mamy, ih! Durhaka."

"Heh, udah sana beli. Mamy tunggu ya kak. Nih uangnya." Daniar menyodorkan uang kertas berwarna biru, lalu merebahkan dirinya pada sofa. "Bilangin ke mamangnya, udangnya yang banyak. Jangan pelit-pelit ntar kuburannya sempit."

"Ma...." peringat Reina kesal. Gadis itu memakai sandal rumahnya lalu berjalan menuju kamarnya untuk mengambil hoodienya.

Daniar tak tau ada luka dilutut Reina, karena gadis itu memakai kaos dan celana training panjang.

Reina mengambil acak Hoodie di lemarinya, dan tanpa sadar dia mengambil hoodie milik Revin yang berada dilemarinya.

Setelah siap Reina pun pergi dari rumah, menaiki sepeda gunung milik dadynya. Sedikit nyeri saat ia mengayuh, tapi tak apa. Ini semua demi mamy tercinta.

Setelah menyusuri kompleks perumahannya yang cukup sepi, tak lama kemudian Reina menghentikan goesnya, turun dari sepeda dan berjalan ke sebuah warung tenda pinggir jalan yang cukup ramai pembeli.

Reina membuka tudung hoodienya, "Mas Soli. Nasi goreng seafood nya satu, ya."

"Buat siapa, neng? Ibuk nya?"

"Iya."

"Okehhh, siap. Udangnya yang banyak, kan?" Kata si penjual sambil tertawa. Hapal betul pesanan spesial milik ibu-ibu cantik asli bandung.

"Iya, hehe."

Karena tempat duduknya penuh, Reina pun berdiri sambil melihat kendaraan yang lewat.

Cukup lama dia menunggu, pesanannya pun jadi. Reina segera memutar sepedanya dan pergi dari sana.

Sambil sesekali melihat awan yang sedang mendung, Reina mengoes sepedanya cukup cepat. Takut jika tiba-tiba hujan turun dengan deras, dia tidak membawa ponsel karena malas. Jadi kalau semisal hujan dia tak bisa menelfon kelurganya untuk minta jemput.

Karena jalanan terlihat sangat sepi, membuat Reina semakin mempercepat laju sepedanya. Seperti pembalap saja,

Saat pada tikungan yang tajam, Reina membelokkan setir sepedanya dan, oh my goddddd..

Brakkkkk.


•••
02.50 Am
•••

Tbc,

Nah lo, kenapa tuh si Reina? 😱

Part awal tadi aku sedikit baper sama Leo + Reina. Wkwkwkwk,

Pingin cerita ini cepet update?
Jangan lupa follow, like, vote, and share ya <3

Bye-bye..


Yang cocok jadi Leo siapa ya enaknya?🛵

KEMBAR SOMPLAK  - SELESAI [ Segera TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang