14. Cedak Roso

1K 168 5
                                    

Lagi-lagi Sekar bangun dalam keadaan dipeluk oleh lengan kekar Gajah Mada. Jarak yang sebelumnya selalu Sekar jaga seakan lenyap saat mereka tidur. Sekar tidak tahu, siapa yang melewati garis itu terlebih dahulu. Yang pasti, hal ini tidaklah aman.

Beranjak dari dekapan Gajah Mada tidak segampang menyingkirkan tangan orang yang sedang tidur. Bukan lemas, tangan Gajah Mada malah kaku erat mencengkram perutnya. Susah di gerakkan, apa lagi di lepas.

Dengan kekuatan semaksimal mungkin, Sekar akhirnya bisa bebas dari dekapan itu. Mengatur nafas yang menderu, Sekar menarik nafasnya dalam. Dilihatnya Gajah Mada yang masih merapatkan kedua kelopak matanya. Sekar menang! Ia bisa meloloskan diri tanpa membuat si peka gerakan terbangun! Ia tersenyum.

Hidupnya telah berubah. Ada seseorang yang kini selalu berbagi ranjang dengannya. Hidupnya berubah. Ia tidak lagi seorang gadis yang hidup didunia kehidupan mandiri dan bebas.

Seorang laki-laki di sampingnya saat ini, telah mengubah hidupnya. Membuat Sekar mengerti, tanggung jawab seorang perempuan. Kehidupan nyata yang harus semua wanita tanggung.

Bibir itu, semoga selalu mengucap kata bijak dan baik padanya. Mata itu, semoga selalu memandangnya penuh hangat dan ramah. Dan tangan ini, semoga selalu bisa memberikannya hal-hal baik untuknya. Menggenggamnya ketika ia ragu. Menuntunnya ke jalan yang benar.

Sekar tersentak!  Ia kembali ke kesadarannya saat tangannya dengan lancang tanpa aba-aba menggenggam tangan Gajah Mada. Melemparkan tangan Gajah Mada dan menarik tangannya sendiri.  Sekar menggeleng. Segera pergi dari kamar dan menuju ke belakang.

Dalam tidurnya, tangan yang terlempar bergerak menutupi tawa lirih nan renyah. Membuka mata dan memegang dada yang membuncah rapi. Senyumnya tak luntur saat ia menyadari kalau mimpi buruk dan bayang-bayang ketakutan tidak lagi menyertai malam dan bangunnya.

****

Hari-hari Sekar berjalan seperti biasa. Mandi, memasak, lalu bersih-bersih rumah. Mungkin ini akan menjadi rutinitas Sekar sekarang. Rutinitas yang tidak akan bisa ia tinggalkan.

Setelah Gajah Mada pergi, pintu kembali diketuk. Dengan lunglai, Sekar membukanya. Seperti kemarin, ia sudah tahu kalau ia adalah Suryati. Walau ia tidak terlalu suka padanya, tidak bisa dipungkiri, kalau keberadaannya membuat Sekar sedikit terhindar dari rasa bosan.

Tapi hal ini justru berbeda seperti kemarin. Orang yang ada di hadapannya bukanlah gadis penurut dan pemalu namun punya sesuatu yang membuat Sekar tidak menyukainya. Ia bukan Suryati.

"Sugeng enjing Ndoro."

"Siapa kamu?" Sekar bertanya. Matanya memicing  memandang atas sampai bawah orang itu. Dia sama seperti Suryati, terlihat penurut.  Tapi ia juga terlihat polos. Terlihat gampang dibodohi dan lebih tidak pemalu.

"Kulo Karti. Pelayan baru panjenengan. Semoga panjengan bisa betah dengan saya yang melayani panjengan, Ndoro." Sapanya bersemangat.

"Karti? Dimana Suryati?" Sekar belum mengerti.

"Nopo maksud njenengan pelayan panjenengan yang lawas? Kalau iya, dia sudah diganti Ndoro. Saya adalah pelayan panjenengan yang baru," Jelasnya membuat Sekar paham.

Pelayan baru? Apa memang pelayan pribadi itu akan berganti setiap hari disini? "Siapa yang menyuruhmu?"

Ia memutar matanya berpikir. "Mahapatih?"

"Mahapatih?" Sekar bertanya bukan karena ia bingung, ia bertanya karena jawaban Karti lebih seperti pertanyaan dari pada jawaban.

Gadis dihadapannya mengangguk.

Sekar mengangguk. Mempersilahkan Karti masuk baru ia bertanya dengan jelas.

"Karti, apa pelayan disini diganti setiap hari?"

"Tidak," Jawabnya dengan menelengkan kepala ke kiri.

"Lalu kenapa pelayanku diganti?" Sekar kembali bertanya.

Karti memainkan bibirnya sebentar. Ia bertanya, "Ndoro ingin tahu gosip yang sedang menyebar luas?" Ia melebarkan matanya dan mendekat kearah Sekar.

"Apa itu?" Sekar bertanya.

"Kulo mireng wau enjing. Lha rencang-rencange kulo niku kan sering jalan-jalan lan sering mirengake berita. Ture pelayan Mahapatih Gajah Mada digantos amargi pelayanaipun mboten saged melakukan tugase kanthi apik. Mboten saged nggalayani panjenengan sestune batin." Ia berhenti sejenak.

(Saya mendengarnya tadi pagi. Lha teman-teman saya itu kan sering jalan-jalan dan mendengarkan berita. Katanya pelayan Mahapatih Gajah Mada diganti karena pelayannya tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik. Tidak bisa melayani anda dengan tulus.)

"Tapi niku jabarane. Menawi Mahapatih tah mukur dhawuh kados niki tok.."

(Tapi itu penjabarannya. Yang orang-orang buat. Kalau Mahapatih si cuma bilang seperti ini..)

"Ekhem..ekhem.. 'Ganti pelayan dirumahku! Jangan biarkan dia berada di lingkunganku. Aku tidak ingin melihatnya lagi!' Kados niku Ndoro."

(Seperti itu Ndoro)

Sekar mengangguk. Senyum kecilnya terbang tanpa ia sadar. Membuat dirinya tampak konyol untuk dilihat.

Di perhatikan seperti ini rasanya memang membuat hangat hatinya. Jangan remehkan hal kecil seperti ini. Hal seperti inilah, yang kadang mampu membuat bahagia. Hal kecil seperti inilah yang membuat kita merasa dihargai.

Gajah Mada tahu kalau ia tidak suka dengan Suryati. Alih-alih menganggapnya selalu sentimen, ia malah melakukan hal yang Sekar tidak duga.

"Dia memang orangnya aneh Ndoro. Pelayan panjenengan, dia seperti tidak mempunyai teman. Selalu menyendiri tapi kalau di perhatikan lagi, dia juga sedikit sombong. Tidak ada gang suka dengannya. Bahkan kami para pelayan yang berstatus sama dengannya."

Ucapan Karti membuat Sekar berhenti tersenyum. "Kau juga kenal Suryati?"

"Saya tahu Ndoro. Dia adalah anak mbok Ningsih. Emban Yang Mulia Prabu Hayam Wuruk." Jelas Karti.

"Yen ngono, Suryati mesti wes wawuh karo keluarga kerajaan." Sekar menanggapi. Dalam kerajaannya. Seorang emban bagaikan ibu kedua bagi anak yang diasuhnya.

(Kalau begitu, Suryati pasti sudah kenal dengan keluarga kerajaan.)

Sekar memang tumbuh dan diasuh oleh ibunya seorang. Tapi Bagas lain. Ia juga mempunyai emban yang dia anggap seperti ibu keduanya. Apalagi saat ayah ibunya meninggal. Ia semakin mementingkan figur emban. Emban sudah dianggap keluarga bagi keluarga kerajaan. Walau ia tidak mempunyai wewenang dan hak seorang anggota kerajaan. Sosoknya sangat di hargai dikerajaannya.

"Mboten. Eh.. Nggih ding. Teng mriki emban niku statuse sami kalih pelayan kados kulo niki. Mboten sedoyo kebutuhane Yang Mulia Hayam Wuruk niku emban sing nyiapake. Lan gantian uga tugase."

(Nggak. Eh, iya deng. Disini emban itu statusnya sama dengan saya ini. Tidak semua kebutuhan emban yang menyiapkan. Juga bergantian tugasnya.)

Sekar mengangguk. Lalu ia teringat sesuatu. Sesuatu yang kemarin membuatnya tidak enak hati.

"Aku akan memanaskan makanan untuk dibawa ke lapangan latihan." Sekar beranjak ke dapur. Sedangkan Karti mengikuti dibelakangnya.

"Biar saya bantu." Ujarnya.

"Oh ya. Berapa umurmu?" Tanya Sekar. Ia belum tahu apa-apa tentang anak ini selain namanya adalah Karti.

"15  tahun Ndoro." Ucapnya.

Sekar lagi-lagi mengangguk. "Umur yang masih muda. " Komentarnya seraya menyosorkan kayu ke tungku. Karti disebelahnya mulai menyalakan api dan meniupkan semprong.

****

Hai. Lama ga update. Maaf ya.

- Emban : pengasuh.

****

Aku lagi ada masalah. Mohon doanya ya setelah kalian beribadah. Jangan tanya masalah apa.

GAJAH MADA ; Megat RosoWhere stories live. Discover now