85. Pulang

646 86 8
                                    

"Apa ini?" Tanya Sekar saat Gajah Mada memercikkan air kembang di wajahnya.

Mangkok tembaga yang digunakan Gajah Mada berisi setengah lebih air dan beberapa lembar kelopak bunga.

Tiba-tiba saja Gajah Mada melakukan ini saat ia sampai rumah.

Beberapa saat lalu, ia berpamitan untuk pergi ke sebuah curug. Mungkin curug itu lumayan dekat karena Gajah Mada tida memerlukan banyak waktu untuk ke sana dan kembali lagi.

"Ini adalah air curug Sedudo. Setiap mandi dan memandikan barang-barang, orang-orang akan mengambil sedikit air untuk keberkahan orang di rumah." Jawab Gajah Mada sambil tersenyum.

Sekar mengangguk dan mengerucutkan bibirnya. "Air suci?" Tanyanya.

"Mungkin." Jawab Gajah Mada.

"Kang Mas.." Ujar Sekar melirihkan suaranya.

"Hm?"

Sekar memilin selendang yang ia gunakan dan memberanikan diri untuk berkata, "Aku merindukan keluargaku." Ungkapnya.

Wajah Gajah Mada membeku sebentar. Ada kerutan di dahi dan sekitar mulutnya. Mata kirinya berkedut, tapi tak lama kemudian, dia tersenyum.

"Ini bahkan belum satu tahun kamu pergi.." Katanya dengan memandang ke arah lain. Senyum getir Sekar lihat dari samping wajahnya. Tapi Gajah Mada tidak menyadarinya. Ia tetap saja berusaha tersenyum.

"Satu hari bahkan belum pernah aku meninggalkan keluargaku sampai saat aku datang kesini." Jawab Sekar.

Gajah Mada terdiam. Ia tidak tahu apa yang harus ia perbuat.

Ia tidak ingin Sekar pergi darinya. Tentu ini hanya sekedar berkunjung. Bahkan, setelah pernikahannya, ia sama sekali belum pernah mengunjungi mertuanya lagi. Bahkan untuk kesopanan semata.

Gajah Mada tidak ingin mengakui, tapi ia takut kalau Sekar sadar bahwa kehidupannya lebih baik saat ia bersama keluarganya, bukan dengan dirinya.

Bagaimana jika Sekar tidak ingin kembali dengannya saat ia sampai pada kehangatan keluarganya? Bisa apa dia?

Lalu, jika keluarganya tahu apa yang Sekar alami dan tidak ingin Sekar mengikutinya lagi, bagaimana? Gajah Mada tidak takut dengan pengkhianatan Sekar, tapi Gajah Mada takut dengan rasa sayangnya terhadap keluarganya.

Sekar bisa melakukan apapun bagi keluarganya, dan itu sungguh mengerikan.

Ibarat dia yang bisa melakukan apapun untuk Sekar.

"Tapi kamu sedang hamil." Gajah Mada mencoba membujuk.

"Maka itu.. Karena aku sedang hamil, aku ingin berkunjung ke kerajaanku. Ayah dan ibuku pasti sangat bahagia. Jika bukan sekarang, kapan lagi? Saat umur kandunganku sudah tua, itu akan lebih berbahaya melakukan perjalanan. Atau, setelah aku melahirkan, itu tidak baik membawa bayi bepergian."

"Jadi Kang Mas.. Jika bukan sekarang, kapan lagi?" Tanya Sekar dengan penuh kelembutan.

Ia tidak menekankan kata demi kata. Tapi kata-katanya membuat Gajah Mada tidak bisa menolak atau sekedar menggunakan alasan untuk menolak.

Gajah Mada berpikir dan melirik Sekar. Menatap wajahnya yang menunggu dengan harap-harap cemas.

Wajah ini sangat manis jika mengerucut seperti itu, membuat Gajah Mada tersenyum dan tak bisa menentangnya.

Dan berakhir dengan Gajah Mada menghela nafas, lalu meluluhkan hatinya. Senyum menghiasi wajah tampannya.

"Kapan kau ingin pergi?" Tanya Gajah Mada tanpa bisa mengeluarkan jejak tidak suka pada nada katanya.

"Secepat mungkin jika Kang Mas memperbolehkannya." Jawab Sekar cepat.

Gajah Mada mengangguk. Ia mengelus rambut halus Sekar dan menjawab, "Baiklah, besok lusa, kita akan berangkat. Tapi akan lebih baik untukmu menggunakan kereta, itu lebih aman." Syarat Gajah Mada.

Sekar menggeleng. Ia memelas dengan wajah mengkerut, "Tapi Kang Mas tahu aku tidak bisa naik kereta." Katanya.

Gajah Mada menggeleng untuk kali ini. Ia menjawab dengan tegas, "Tidak. Janin pada bulan-bulan awal sangatlah rentan. Aku tidak ingin mengambil resiko." Katanya.

"Bagaimana aku bisa?" Tanya Sekar memelas.

Gajah Mada menghela nafas dan kembali mengelus rambut Sekar. Seperti membujuk anak kecil, ia berkata, "Mengertilah, Sekar. Atau lebih baik kita tidak akan pergi dari pada mengambil resiko?" Tanya Gajah Mada.

Mendengar itu, Sekar tersentak dan menggeleng. Ia menengadah dan menatap mata Gajah Mada. "Baiklah.." Katanya. Disertai anggukan dan sedikit kekecewaan.

Walau begitu, tidak apa-apa. Gajah Mada lebih memilih melihat wajah kecewa Sekar dari pada bahaya yang mungkin menimpanya.

Walau begitu, tidak apa-apa. Sekar lebih memilih untuk tersiksa dalam kereta dari pada tidak bisa melihat keluarganya sampai anaknya besar.

Mereka berdua sudah sepakat. Dan pada akhirnya, perjalanan itu memang terlaksana. Pada dua hari setelah Sekar mengatakan hal itu, rombongan besar Majapahit mengiringi Sekar dan Gajah Mada.

Gajah Mada bilang, lebih baik membawa banyak prajurit dari pada kejadian Bandhit waktu lalu terulang kembali.

Pemerintahan kini di titipkan pada Mukti Giring. Alasannya? Tidak tahu. Mungkin hanya karena dialah orang yang bisa memegang kekuasaan dengan benar. Walau untuk sementara waktu.

Dan tentang perjalanan, Sekar tidak pernah membayangkan ini. Ia pikir, dengan Gajah Mada bilang bahwa ia harus berada di kereta, ia akan berada di kereta sendirian.

Tapi, dugaannya salah. Kini, seseorang duduk di sampingnya dan membiarkan pahanya menjadi tumpuan bagi kakinya agar tetap lurus.

Bukan Karti, apalagi orang lain. Di sampingnya, Gajah Mada hanya duduk diam memejamkan matanya seolah sedang bertapa.

Tempat duduk di sisi lainya penuh dengan makanan ringan dan beberapa minyak yang mereka bawa untuk keperluan Sekar.

Karena harum minyak dan beberapa makanan yang ia makan, ia tidak terlalu mabuk seperti dulu. Ia bisa menikmati perjalanan ini dengan tenang tanpa mual.

Kuda Gajah Mada tentu saja ikut. Kali ini, ia di giring tanpa ada penunggang. Saat jalanan terlalu terjal dan tidak memungkinkan untuk kereta, maka Gajah Mada akan membawanya dengan kuda. Hanya beberapa saat saja, sampai jalanan benar-benar aman untuknya.

Di jaga seperti ini, terasa sangat nyaman. Sekar tidak tahu mengapa, tapi Gajah Mada lebih baik sekarang dari pada saat pertama kali ia bertemu.

Hah.. Bukannya tidak tahu, sih. Sekar hanya bingung kapan itu berubah. Sikap Gajah Mada, kah? Atau pandangannya terhadap Gajah Mada yang berubah?

Yang pasti, Sekar bahagia saat ini bersama Gajah Mada. Jika kutukan memang akan terjadi, terjadilah. Sekar tidak akan melawannya.

Tapi satu yang terpenting, jangan biarkan cintanya dan cinta Gajah Mada berubah.

Penyesalan dan rasa sakit yang teramat adalah saat keadaan berputar terbalik, dan semua kebahagiaan menjadi lubang bawah neraka.

Saat-saat seperti ini, saat Gajah Mada sangat mencintainya dan begitu pula dia. Sekar harap, perasaan keduanya selalu seperti ini.

Kekecewaan terhadap harta tidaklah seberapa. Kekecewaan terhadap kekuasaan tidaklah seberapa. Kekecewaan terhadap penderitaan umum tidaklah seberapa.

Tapi sakitnya perubahan rasa yang pernah dialami, rasa yang pernah menjadi puncak di segala rasa harus terjun bebas dan kandas begitu saja.

Karena Sekar tahu, perasaan manusia itu berubah-ubah. Tuhan bisa merubahnya kapan saja.

***
8 November 2022

GAJAH MADA ; Megat Rosoजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें