17. Sebuah kepercayaan

934 157 0
                                    

"Tentu saja tidak." Ucap Sekar membalas pertanyaan Gajah Mada yang membuatnya terlalu sungkan untuk menjawab. Ia merasa jadi serba salah. Apapun jawabannya, ia takut menyinggung Gajah Mada. Jadi, jawaban teraman saat ini adalah..

"Aku hanya berpikir Kang Mas bukanlah orang yang suka membual. Bukankah njenengan orang yang serius?" Tanyanya.

Setelah pertanyaan Sekar kepada Gajah Mada, Gajah Mada hanya diam dan menundukan pandangan. Dalam sudut pandang Sekar, keterdiaman Gajah Mada berarti 'iya'. Gajah Mada pun setuju dengan pendapatnya.

Merasa menang, Sekar tersenyum dan kembali berkata sesuatu, "Apa Kang Mas juga tidak menyadari itu?" Sekar berusaha menggali pandangan Gajah Mada yang tidak mau melihat ke arah matanya.

Ia kembali berucap, "Mungkin ini efek seseorang menjadi bertambah usia. Orang bilang, semakin seorang bertambah tua, maka semakin rumit sikap dan kepribadiannya." Katanya.

Gajah Mada mendongak. Tidak suka dikatakan 'tua' oleh istrinya sendiri, Gajah Mada menjawab. "Kamu pikir aku hanya membual? Lalu kamu juga berpikir aku sudah tua?" Tanyanya dengan wajah tak sedap pandang. Ada rasa tak suka di matanya yang kental. Membuat orang bergidik ngeri melihatnya. Ia menatap Sekar yang menutup mulutnya rapat.

Sekar ingin memukul mulutnya saat ini. Ia merutuki dirinya sendiri yang tidak memikirkan apa yang ia katakan. Yang ia takutkan ternyata terjadi, Gajah Mada tersinggung dengan jawabannya.

Padahal, bukan itu maksudnya. Walaupun kata-katanya sama, maksud yang Sekar sampaikan tidak seperti yang Gajah Mada pikirkan.

Sekar menggigit bibirnya sendiri. Merasa bodoh, ia meratapi nasibnya menjadi perempuan yang selalu salah dimata pria.

"Aku tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja tingkah Kang Mas sedikit aneh. Dan aku juga tidak bilang Kang Mas sudah tua!" Sekar sedikit meninggikan suaranya diakhir kalimat, membuat Gajah Mada sedikit tersentak dan tersadar, kalau ia terlalu mengambil hati apa yang Sekar bicarakan.

Melihat mata Sekar yang cemas dan sedikit takut membuat Gajah Mada mengendurkan raut wajahnya yang kesal. Ia tidak tersinggung saat Sekar mengatakan kalau ia membual. Ia hanya tidak suka saat Sekar memandangnya tidak serius dengan apa yang ucapkan selama ini.

Ia juga tidak mengelak kalau ia sudah tidak muda dan remaja lagi. Tapi saat Sekar yang mengatakannya, ia tiba-tiba berpikir kalau masih banyak pria diluar sana yang muda dan segar. Apa Sekar suka tipe pria seperti itu? Pria muda dan halus yang baru dewasa dan masih belum berpikiran matang. Gajah Mada mendidih saat memikirkan hal itu.

"Maafkan aku. Aku tahu kamu tidak bermaksud seperti itu." Gajah Mada mengalah. Ia meminta maaf pada akhirnya.

Sekar yang kepalang kesal hanya diam tak menanggapi. Berbicara dengan orang yang tidak satu pemikiran nampaknya bukan suatu ide untuk mengobrol. Nantinya, hanya ada pertikaian kecil yang mengiringi. Jadi ia hanya diam dan tak lagi mengambil topik.

Nasi yang Sekar ambil ke dalam piringnya sudah habis. Tapi satu kelinci utuh di depannya hanya berkurang tidak lebih dari seperempat. Masih banyak yang tersisa.

Jadi, Sekar menyimpannya untuk dimakan besok. Gajah Mada tidak ingin memakannya, ia tidak perlu repot-repot menawarinya sebelum ia memindahkan makanan ke dalam lemari kecil.

Suasana masih diam dan sunyi, bahkan saat mereka berdua sudah berada di ranjang yang sama.

Gajah Mada berbaring menghadap atas dan Sekar berbaring memunggunginya.

Gajah Mada menghela nafas. Pertengkaran kecil yang begitu kecil itu ternyata bisa membuat mereka tampak canggung. Padahal, itu bukanlah apa-apa.

Untuk mengambil topik mengobrol, Gajah Mada menghadap punggung Sekar sebelum akhirnya berkata, "Aku akan pergi bertapa beberapa hari lagi, apa kamu tidak apa-apa aku tinggal?" Ia bertanya lembut.

Sebelum Sekar bereaksi, ia melanjutkan, "Itu mungkin akan memakan waktu cukup lama. Mungkin sampai lima hari atau delapan hari." Ucap Gajah Mada.

Sekar yang memejamkan mata akhirnya mengingat hal yang ingin ia tanyakan kepada Gajah Mada. Ia membalikkan badannya menghadap Gajah Mada.

Wajah mereka bertemu pandang. Sekitar empat jengkal jarak kedua wajah itu, tidak terlalu membuat mereka terkejut kecuali Gajah Mada Mada yang menahan nafas.

"Oh iya. Aku lupa untuk menanyakan hal ini kepadamu. Kang Mas akan pergi? Kapan tepatnya?" Sekar mulai bereaksi alami. Ia sudah melupakan hal-hal kecil sebelum ini. Ia tampak seperti biasanya.

Gajah Mada diam. Baru kali ini ia merasa bisa sedekat ini dengan Sekar. Bahkan mengobrol santai diatas ranjang! Tampaknya percakapan penting dan normal adalah jalan yang benar untuk mendekati Sekar.

Ia kini mengerti, Sekar adalah orang yang harus di dekati dengan hal-hal wajar dan alami. Ia tidak suka dengan paksaan. Apalagi hal-hal yang memalukan. Semakin ia terlalu terus terang kepada Sekar, maka semakin takut Sekar kepadanya. Ia kini mengerti.

Dengan wajah dan ucapan alami yang tidak membuat Sekar canggung dan malu, Gajah Mada menjawab, "Mungkin dua hari lagi. Kamu tidak apa-apa saat ku tinggal?" Ia kembali bertanya lagi. Kini kata-katanya serius tanpa kata-kata godaan lagi.

Sekar berpikir sejenak. Sejak Karti memberitahunya, ia sudah memikirkan ini. Apa ia tidak apa-apa selama Gajah Mada pergi?

Bukannya Sekar takut di tinggal sendirian dalam rumah ini. Tapi selalu ada hal di luar dugaan yang mungkin terjadi. Sekar hanya takut sesuatu terjadi saat Gajah Mada pergi.

"Aku tidak apa-apa. Tapi, aku tidak tahu apa-apa disini. Bagaimana jika sesuatu terjadi?" Sekar mulai memprotes.

Dalam pikiran Gajah Mada, Sekar sedang merengek dan tidak mau ditinggalkan. Merasa kalau ia tida bisa apa-apa tanpanya.

Gajah Mada tersenyum hangat. "Tidak apa-apa. Tidak akan terjadi sesuatu. Ada pelayan yang membantumu dan Dwi yang bisa kau panggil jika kau membutuhkan sesuatu. Dia akan menurutimu." Gajah Mada menenangkan Sekar. Mengumpankan adik angkatnya untuk menjadi budak militer Sekar.

Sekar tidak berbicara apa-apa lagi. Mengangguk, dan kembali ke posisi awal sebelum ia berbalik.

Gajah Mada kecewa. Sesuatu seakan lepas dari genggamannya dan ia hanya bisa berusaha tidur dan menenangkan emosinya.

Gajah Mada sebenarnya juga takut bila sesuatu terjadi pada Sekar saat ia tidak ada dirumah. Bisa saja Hayam Wuruk akan melakukan hal buruk kepada Sekar saat ia tidak ada.

Tapi pemikiran itu segera ia tepis. Hayam Wuruk bukanlah tipe orang seperti itu. Ia kenal Hayam Wuruk, bahkan sejak Hayam Wuruk masih kecil. Ia tidak akan bertindak saat ia tidak ada. Itu pasti.

Lagi pula, ada Dwi Prapaja yang bisa sedikit ia percaya untuk menjaga Sekar. Ia tidak perlu risau.

Dan ia juga percaya kalau Sekar adalah seorang yang tidak akan gentar dengan apapun. Ia teringat dengan pertemuan pertama mereka. Sekar adalah perempuan yang pintar, ia pasti bisa menyelesaikan masalah tanpa dirinya.

GAJAH MADA ; Megat RosoKde žijí příběhy. Začni objevovat