89. Kunjungan ke Taring

423 61 4
                                    

Perjalanan ini bukanlah yang pertama bagi Sekar. Bahkan jika ini adalah yang kedua, keduanya sangat berbeda seperti keramik dan kayu.

Dulu, Sekar mabuk sampai ia tidak bisa duduk di dalam kereta.

Biasanya, orang hamil akan penuh dengan kesulitan seperti mual, pusing, tidak suka makan, dan berbagai kesulitan lainya.

Tapi Sekarang, Sekar tidak merasakan semua itu. Setelah hamil, ia malah bisa duduk tenang di dalam kereta sambil di temani dengan makanan dan minyak lainya. Serta Gajah Mada pastinya sebagai orang yang sangat menjaganya.

Setelah beberapa hari panjang yang di tempuh, mereka sampai di Kerajaan Taring di siang hari.

Tidak ada yang memberitahukan kunjungan ini. Selain orang-orang desa yang mengikuti rombongan mereka seperti semut, kerajaan benar-benar terkejut dengan ini.

Berdiri di halaman istana, Sekar menatap Ayah dan ibunya yang berjalan dengan cepat.

Ingin lari, rasanya tak pantas. Jalan biasa, mereka terlalu merindukan putri mereka yang katanya ada di sini mengunjungi mereka.

Tersenyum dengan lebar, Sekar juga berjalan ke arah mereka. Dengan Gajah Mada di belakangnya.

Tidak ada mahkota berat lagi di kepala sang ayah. Di ganti dengan mahkota kecil yang terlihat lebih nyaman untuk di pakai. Pakaiannya terlihat santai. Bukan pakaian kebesarannya yang penuh dengan aksesoris.

Begitu pula sang ibu, yang kini lebih terlihat lembut di bawah balutan pakaian sederhananya.

Sang ibu sedikit limbung. Sekar menangkapnya dengan pelukan halus. Ayahnya memeluk ke dua wanita yang saling berpelukan. Mereka menangis bahagia bersama-sama.

Sundra adalah mantan Raja, jadi ia satu-satunya orang yang bisa menahan tangis di antara ketiga orang itu.

Gajah Mada melihat bagaimana Sekar menangis bahagia. Sedikit rasa ricuh di dadanya menimbulkan rasa tak nyaman.

Jika itu tangis, maka hatinya sesak melihat itu. Tapi kebahagiaan melingkupi, jadi perasaannya terasa kacau. Antara tak suka melihat Sekar menangis atau bahagia melihat Sekar bahagia.

"Nak.. Kami sangat merindukanmu." Kata sang ayah yang melepaskan pelukannya. Lalu memaksa sang istri untuk juga melepaskan pelukannya dari Sekar.

Sekar mengusap air matanya. Lalu juga mengusap air matanya ibunya yang masih mengalir deras.

"Sekarang aku datang, apakah kalian masih merindukanku?" Tanya Sekar.

"Bagaimana kami bisa tidak merindukanmu bahkan jika kamu ada di pandangan kami?" Kata sang ibu.

Sekar tersenyum. Membalikkan badan untuk melihat Gajah Mada.

Baru setelah itu ayah dan ibunya menyadari kalau ada orang lain di belakang anak mereka.

"Mahapatih, apa janjimu sudah kau tepati?" Tanya Sundra dengan senyum menenangkan.

Gajah Mada memandang Sundra. Di bawah matanya yang acuh, ada rasa bersalah dan rasa tak nyaman yang mendominasi.

Sundra mungkin tidak tahu tentang apa yang telah di lakukannya, tapi Gajah Mada tidak bermaksud untuk menceritakannya. Jika mereka tak puas dan mengambil Sekar, apa yang akan ia lakukan?

"Janji macam apa yang bisa saya tepati dengan mantap? Kesejahteraan adalah sesuatu yang relatif. Saya hanya bisa berusaha semampu saya." Jawabnya.

Sundra tidak mengatakan apa-apa lagi. Sepertinya dia sama sekali tidak merasa ada yang salah dengan Sekar. Selama Sekar bahagia, itu sudah cukup.

Mereka mengundang Sekar dan Gajah Mada ke istana dan buru-buru menyiapkan jamuan besar.

Butuh waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan puluhan hidangan. Mereka duduk dan mengobrol dengan Sekar. Sesekali bertanya beberapa pertanyaan kepada Gajah Mada yang duduk diam melihat sebuah keluarga berkumpul.

Tak lama kemudian, Bagas datang dengan beberapa orang di belakangnya.

Saat pertama kali membuka aula jamuan, matanya langsung menatap ke arah Sekar berada. Menemukan Sekar yang duduk disana dengan senyuman, ia berjalan cepat ke arahnya.

Senyumnya mengembang sempurna. Dilihatnya Sekar dari atas kepala sampai kaki, tapi dia tidak menemukan apapun.

Sekar baik-baik saja, pikirnya.

Sekar berdiri dari duduknya. Kemudian dua bersaudara itu saling berpelukan di bawah pengawasan semua orang.

Bagas yang selama ini sedang kalut dengan berbagai masalah Majapahit, Taring, dan keselamatan Sekar merasa beban berat di hatinya hilang Seketika.

Pikirannya yang kacau balau menjadi terang hanya dengan melihat Sekar baik-baik saja.

Dia ingin bertanya apa yang sedang terjadi, apa yang telah terjadi, dan bagaimana keadaan Sekar, tapi melihat kondisi di mana kedua orang tuanya berada di sana penuh senyuman, ia mengurungkannya.

Fakta bahwa Sekar datang ke sini dengan baik-baik saja sudah membuktikan bahwa tidak ada hal buruk yang terjadi.

Beberapa waktu lalu, sebuah surat dikirim dari Majapahit. Itu adalah sebuah undangan jamuan biasa yang di selenggarakan untuk para raja-raja di sekitar Majapahit. Dengan segala rencana penuh ingin melihat kehidupan Sekar di sana, dia dengan senang hati menyanggupi undangan itu.

Tapi apa yang dia harapkan sungguh berbanding terbalik dengan yang terjadi.

Setelah dia sampai di sana, memang perjamuan yang ia hadiri. Tapi tujuannya bukan hanya sekedar kunjungan biasa. Juga, tidak ada satupun orang-orang yang ia kenal.

Bukan Raja Hayam Wuruk yang menyambutnya, melainkan hanya beberapa orang yang bahkan mencegatnya sebelum ia sampai gerbang benteng.

Dengan cara yang sedikit tidak pantas, dia di kirim ke istana Hayam Wuruk dengan sedikit sembunyi. Tidak tahu apa, tapi Bagas merasa seperti itu.

Di sana, dalam perjamuan itu hanya ada dirinya, dan beberapa orang-orang Hayam Wuruk. Salah satu yang dia tahu dan ingat karena orang ini adalah pembicara saat itu, Wangso.

Dirinya mengaku sebagai salah satu patih kepercayaan Hayam Wuruk. Usianya sudah tua, namun tidak terlalu sepuh untuk terlalu di sebut tua.

Apa yang dia bilang saat itu adalah tentang Taring yang harus menyerahkan tahtanya kepada Majapahit.

Bagas tidak bodoh. Apa yang di sebut menyerahkan tahta dan pelengseran sama saja menyabotase keluarganya sendiri. Belum tentu apa yang mereka lakukan kepada rakyat Taring juga akan jujur dan lurus. Bukannya menyalah gunakannya.

Ia tidak bisa memutuskan saat itu. Apalagi dengan beberapa ancaman yang di rasanya berlebihan. Tapi satu yang menjadi kekhawatiran terbesarnya adalah Sekar.

Mereka bilang, Bagas boleh saja memikirkan ini matang-matang. Tapi pada saat Hayam Wuruk kembali dari perjalanan, kesempatan menyerah secara damai tidak akan ada lagi. Terpaksa, mereka akan menyerang Taring.

Setelah kembali, Bagas sangat kacau dan marah. Tapi ia berusaha seolah-olah tidak ada yang terjadi di depan orang tua angkatnya.

Saat mereka bertanya tentang Sekar, ia akan tersenyum dan mengatakan Sekar hidup dengan baik.

Sambil memeras otaknya untuk menangani masalah ini, ia juga mengetatkan militer mereka. Latihan dan latihan. Mereka merekrut lebih banyak prajurit dari pada tahun lalu.

Di saat Bagas sangat bingung dan mencemaskan Sekar, seseorang datang secara pribadi dan rahasia untuk menemuinya.

Ia adalah utusan dari Sekar. Membawa kain yang sama persis seperti yang dirinya punya, ia mengatakan kalau ia hanya menyampaikan pesan Sekar bahwa semuanya baik-baik saja dan situasi sudah membaik.

Bagas tentu lega. Tapi hanya dengan kain dan perkataan seorang utusan tanpa ia tahu apa yang sebenarnya terjadi, ia masih ragu.

Tapi melihat kini Sekar berada di sini tanpa luka apapun, ia sepenuhnya merasa lega.

***
Selasa, 20 Desember 2022

GAJAH MADA ; Megat RosoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang