21. Pasar

798 142 2
                                    

Karti berkali-kali mengelus sebuah cangkir keramik berlukiskan seorang wanita cantik yang hanya ditutupi selembar kain panjang di dada dan daerah antara perut sampai paha.

Cangkir yang indah mempesona dengan bentuk simetris yang cantik. Gagangnya kecil dan ramping. Tapi kokoh dengan berwarna gading. Sedangkan untuk badannya, cangkir ini berwarna putih susu. Sedikit gambar bunga di sisi kiri yang seolah-olah mengerubungi si wanita.

Lapisannya halus, sehalus air tapi keras. Saat kedua bibir menabrak cangkir ini, pasti tidak akan ada tekstur kurang nyaman yang terasa.

"Cantik bukan?" Tanya Sekar.

Karti tersentak dan tersenyum malu. Ia meletakkan cangkir itu pada posisi awal. Sambil kembali mengupas jagung, ia menjawab. "Itu adalah cangkir terindah yang pernah saya lihat." Jujurnya membuat Sekar mengangguk setuju.

Saat pertama kali melihatnya, ia juga menggumamkan itu dalam batinnya. Sekarang, orang lain juga mengatakan demikian. Pantaslah cangkir itu mendapat perhatian yang layak. Ia sangat indah.

"Itu cangkir keramik yang Kang Mas dapat dari seseorang yang bukan pribumi. Aku lupa siapakah mereka, tapi Kang Mas memberitahuku mereka mempunyai kulit yang putih serta jenggot dan kumis panjang. Sebelum aku datang, cangkir itu sudah berada disini." Jelas Sekar dengan tersenyum ramah.

Kali ini ia hanya duduk memperhatikan Karti yang bekerja. Mengupas jagung adalah pekerjaan yang sederhana, tapi karena Karti menyanggupi untuk melakukan sendiri, Sekar tidak ingin memaksa. Ia malah senang tidak harus bekerja lagi.

Karti ini adalah seorang anak yang pekerja keras. Sekar sangat menyukai pribadinya. Ia bukan sosok anak yang sok tahu dengan omong kosong yang berlebihan. Ia bukan anak pendiam yang harus di tunjuk untuk melakukan sesuatu. Ia cekatan, ia juga pintar. Hanya dalam jangka waktu sebentar, mereka mulai mempunyai beberapa kecocokan yang semakin bertambah. Ia benar-benar pengganti Darmi dan Sari baginya.

Karti membulatkan mulutnya lucu.

"Sudah pernah lihat?" Tanya Sekar.

Ia menelengkan kepala ke kiri sebelum menjawab, "Cangkir ini?"

Sekar menggeleng. Ia mengangkat dagunya sok berkuasa. "Bukan, orang-orang itu." Katanya.

Karti menggeleng sambil merapatkan kedua bibirnya. Alis kecilnya terangkat sehingga kelopak matanya juga sedikit terangkat. Dengan pandangan polosnya, ia mengisyaratkan kalau ia tidak pernah bertemu dengan mereka.

Satu tampah jagung yang ia kupas hanya tinggal sepuluh biji. Dengan cara kupasnya yang tlaten dan cepat, dengan mudah ia benar-benar menyelesaikan semua pekerjaan ini sendiri. Sekar merasa puas.

Bertahun-tahun menjadi seorang yang tidak pernah mengerjakan hal-hal berat, Sekar merasa ia sagat terbantu oleh hadirnya Karti. Ia seperti penyelamatan kehidupannya.

Sekar memang tidak mengeluh mengerjakan semua ini sendiri, namun tidak bisa dipungkiri kalau ia suka dengan apapun yang meringankan pekerjaannya. Dan Karti adalah jawabannya untuk itu.

Sekar mengambil pisang yang berjarak lumayan jauh dari mereka. Mengambil satu, dan meletakkannya di depan Karti dengan jarak satu meter dari Karti duduk.

Sambil memakan pisang, Sekar berkata, "Aku bisa bosan jika terus seperti ini. Apakah kamu punya tempat yang bisa kita kunjungi?"

"Tempat yang bisa dikunjungi? Mmmm.. Rasanya hanya ada taman atau lapangan latihan yang dikunjungi. Apa Ndoro ingin pergi jalan-jalan ke keraton?"

Sekar menggeleng. Menolak tanpa berpikir. Apa menariknya itu? Ia sama seperti dikerajaannya. Hanya saja lebih megah dan lebih besar.

"Tidak!"

"Kalau begitu, kemana ndoro ingin pergi?" Karti bertanya. Jagung yang ia kupas sudah selesai. Ia berdiri, mengambil pisang yang Sekar letakan di depannya dan duduk di dekat Sekar. Meletakkannya diantara mereka.

"Apa ada pasar di dekat sini?" Tanya Sekar.

Karti berpikir sebentar. Sebenarnya ada, tapi itu bukan pasar yang bisa Sekar kunjungi untuk berjalan-jalan. Sangat banyak orang biasa disana. Tidak ada yang menjual pernak-pernik mewah untuk dibeli. Apa yang akan Sekar lakukan di pasar itu?

"Ada pasar kecil didekat sini. Tapi jika ndoro ingin berjalan-jalan, lebih baik kita ke pasar dekat pelabuhan." Ajak Karti. Ia hanya tidak ingin Sekar tidak nyaman berada di pasar itu.

"Kalau ada yang dekat, kenapa harus yang jauh?" Tanya Sekar.

Dengan keinginan Sekar yang ingin pergi ke pasar, mereka akhirnya bersiap pergi.

Jalanan yang dekat namun terasa jauh saat berjalan kaki. Sekar tidak sering jalan kaki, namun ia tidak begitu merasa lelah. Sedangkan Karti, ia sudah sering berjalan kaki, jadi untuk jarak sedekat ini tidak membuatnya merasa lelah.

Orang-orang yang berlalu lalang hampir menabrak mereka begitu mereka sampai ketujuan.

Sekar mengangguk puas melihat pasar ini tidak jauh berbeda dengan pasar dikerajaannya yang sering ia kunjungi.

"Mari kita membebaskan diri sejenak," Ucap Sekar melangkahkan kaki meninggalkan Karti. Sedangkan Karti hanya bisa mengijuti dibelakangnya.

Mereka berjalan beriringan. Karti selalu mengambil posisi di kiri Sekar. Ia mengikuti kemanapun Sekar pergi.

Pertama yang mereka datangi adalah jajanan tape singkong yang lembek. Karena daun pisang yang menjadi wadahnya, itu terasa lucu tapi membuatnya terasa enak.

"Sudah lama saya tidak pernah ke pasar." Ujar Karti disebelahnya. Dengan tangan yang menyuapkan tape kemulutnya, ia berujar lirih.

"Ini hanya beberapa mil dari tempat kita. Bagaimana kamu tidak pernah?" Tanya Sekar.

"Saya selalu bekerja. Yang selalu memasak di rumah, ibu. Jadi saya tidak pernah ke pasar."

Sekar mengangguk. "Oh.. Itu benar." Lalu tersenyum. "Jadi, ini adalah kesempatanmu dan kesempatan kita untuk berjalan-jalan sepuas kita."

Karti tersenyum. Ia mengangguk setuju. Betapa beruntungnya ia. Mempunyai ndoro yang baik dan bisa diajak mengobrol. Entah itu untuk urusan pekerjaan, atau untuk hal-hal sepele yang menghibur. Hari ini, ia akan puas mencicipi jajanan karena Sekar yang membayar.

Mereka kembali memilih jajanan yang akan mereka beli. Pilihan mereka adalah getuk.

Rupanya pilihan mereka hanya berputar pada singkong. Apapun yang mereka beli, tidak lain hanya olahan singkong. Singkong yang dasarnya enak, membuat apapun olahannya menjadi enak.

Getuk ini lembut. Berbentuk bulat dan ada parutan kelapa diatasnya.

Pohon yang ada di atas mereka teduh, matahari hanya masuk menerobos sedikit demi sedikit. Memasuki beberapa sela daun yang renggang. Karena hari ini terik, Sekar berkeringat di dahi dan lehernya.

"Udara cukup panas. Apakah ndoro ingin pulang saja?" Karti bertanya perhatian.

"Tidak." Sekar menjawab. "Ini tidak terlalu panas. Aku hanya merasa gerah."

Karti tersenyum, namun dalam hatinya ia berteriak kalau itu sama saja.

Setelah getuk yang mereka makan habis, mereka mulai membeli yang lain. Hampir semua penjual jajanan mereka hampiri. Mulai dari yang berbahan dasar singkong, ubi, pisang, sampai makanan berat seperti jukut harsyan.

"Sarah!"

Orang yang dipanggil Sarah menempelkan telunjuknya ke mulut. Dengan raut wajah terusik ia berkata, "hust! Diam!" Tatapannya mendelik. Mengisyaratkan kalau ia sedikit marah.

Si pria membuat 'oh' lebar dan ikut mengintip di samping Sarah "Apa ada yang kau targetkan?" Ia memegang pundak Sarah dan mengarahkan kepalanya ke samping.

***
16 Maret 2022
21 : 50

GAJAH MADA ; Megat RosoWhere stories live. Discover now