32. Kamu bukan orang, aku memaklumi

838 132 6
                                    

Ketika mereka berdua sampai di barak, hal yang mereka jumpai pertama kali ada sebuah seruan bijak dari sang Raja.

Tanpa menganggu, mereka melangkah ke beberapa orang itu. Menghamburkan diri mereka dalam keramaian.

"Iki siji sing dadi piwarah. Lunga siji mati siji. Tinggal siji mati siji. Trah gampang tur angel. Mulai sekarang, tidak ada perpencaran dalam perjalanan! Tidak ada meninggalkan rombongan! Tanamkan itu dalam diri kalian masing-masing!"

(Ini satu yang menjadi pelajaran. Pergi satu, mati satu. Ditinggal satu, mati satu. Sesuatu yang gampang tapi sulit.)

Sorakan orang-orang bergema penuh semangat. Beberapa orang terluka, tapi mereka puas dengan keputusan sang Prabu.

Meninggalkan keramaian dengan tegas, Hayam Wuruk mendengus geram dan marah.

Bagaimana bisa? Sekelas Majapahit bisa hampir saja kalah dengan para bandhit gunung yang menjijikan itu?

Pesona dan daya tarik perjalanan ini sirna. Membuat semangat dan emosinya menurun drastis. Walau demikian, ia tidak ingin mengganggu orang-orang lainya. Ia tetap berusaha tenang.

Disisi lain, Sekar melepaskan diri dari genggaman Gajah Mada. Kepalanya berputar dan kakinya melangkah diantara kerumunan orang yang tidak bisa dianggap banyak.Tujuannya satu, mencari Karti yang sejak tadi tidak ia lihat. Tapi karena gelap, ia kesusahan.

Gajah Mada di belakangnya mengikuti, memperingatkan Sekar untuk hati-hati..Malam sangat gelap, ia takut kalau Sekar tersesat dan hilang.

Obor yang mereka nyalakan hanya ada beberapa, membuat padang yang mereka miliki hanya remang-remang kuning.

Langkah Gajah Mada di hadang dua orang pesuruhnya yang melacak jejak bandhit.

"Salam Mahapatih,"

Mereka berlutut dengan satu kaki. Tanpa perintah Gajah Mada, mereka berdiri dengan mantap. Lalu memandang Gajah Mada menunggu perintah laporan.

"Apa yang kalian temukan?" Tanya Gajah Mada berjalan di depan membimbing mereka ke tepi kerumunan.

"Mahapatih, kami telah menemukan tempat persembunyian mereka."

"Dukuh atau hanya tempat?"

"Mereka bersembunyi di dalam gua bawah tanah. Karena pintu masuk gua yang kecil dan menjorok ke bawah, beberapa orang tidak bisa menemukannya dengan mudah. Sulit terjangkau di mata." Ucapnya menundukkan wajahnya.

Gajah Mada mengangguk. Membalikkan badannya menghadap ke dua prajurit itu.

Beberapa saat kemudian, Gajah Mada memerintahkan beberapa prajurit mengikutinya. Dan meminta dua orang itu untuk mengarahkan jalan.

Jalan ke tempat persembunyian para bandhit berangsur-angsur mulai tandus. Antara satu pohon dan pohon lainya dapat di capai dalam waktu sekitar tiga puluh detik dengan kuda yang berlari. Bebatuan membuat udara menjadi panas dan gerah bukannya sejuk ala hutan. Angin malam pun tidak bisa meluluhkan panasnya udara.

Kuda dua orang di depannya berhenti di sebuah bebatuan lapang. Dalam sekali pandang, Gajah Mada pun tidak bisa melihat dimana gua yang di maksud.

GAJAH MADA ; Megat RosoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang