36. Berbeda

714 142 21
                                    

Catatan :

Pertama, aku mau minta maaf kalau beberapa kata dituliskan ku ini menyinggung atau melecehkan beberapa pihak juga karakter nyata yang ada di dalam cerita.
Mungkin sebagian orang ga peduli. Ga ada pentingnya juga.
Tapi aku peduli!
Aku males banget baca ulang semua tulisan yang aku tulis. Beberapa hari lalu, aku coba baca dan ada beberapa part yang menurut aku janggal. Aku pake kata-kata yang ngga baik dan terbilang kurang ajar untuk mendiskripsikan tokoh Gajah Mada. Aku sendiri kurang sreg saat aku baca ulang. Kok bisa-bisanya aku nulis ini?
Tapi karena ini adalah cerita fiksi, aku cuma mau minta maaf aja dan mohon dimaklumin.
Juga, aku ga berniat untuk melecehkan atau menyinggung tokoh-tokoh sejarah yang aku jadiin tokoh fiksi. Karna dalam cerita ini, ini hanya dunia pararel.

Makasih :)

***

Perihal tata krama dasar dan tidak tertulis yang telah dilakukan sepanjang penyambutan. Semuanya digiring menuju ke tempat peristirahatan yang telah di siapkan. Lalu lalang orang dengan ekspresi berbagai macam bentuk. Langkah mereka ricuh sedikit membuat kepala terasa pusing.

Sekar dan Gajah Mada mendapatkan satu kamar dengan besar yang hampir mirip dengan kamar di rumah mereka. Sedikit perbedaan, perabotan disini hanya diisi dengan meja nakas di samping tempat tidur.

Bangunan yang tinggi namun sepi dan dingin menjadi suasana pertama yang akan dilihat dari kerajaan ini. Warna coklat tua yang mendekati kuning mendominasi. Dengan furniture yang sedikit dan minimnya penerangan, ini seperti istana megah namun tak berpenghuni.

"Jangan melamun! Sekar," Gajah Mada menepuk pundaknya. Menggoncangnya sedikit membuat Sekar tersadar. Kemudian Sekar menatapnya, tersenyum kemudian.

"Maaf, Kang Mas." Ucapnya lirih.

"Apa kamu mencemaskan sesuatu?" Gajah Mada bertanya. Ia membuat langkahnya tegas tatkala ia berjalan lalu mendudukkan pantatnya pada kasur bersarung merah.

"Tidak. Hanya saja aku sedang memikirkan kembali apa yang terjadi sampai kita tiba disini." Ujar Sekar tersenyum lembut. Tidak ingin di curigai menyembunyikan sesuatu.

Selama perjalan hingga sampai mereka tiba disini, begitu banyak kejadian besar yang mewarnai perjalanan mereka. Dan semua itu sama sekali tidak ada dalam pikiran Sekar. Memikirkannya saja tidak pernah.

Semuanya terjadi dengan begitu saja. Dengan segala kejutan yang membuatnya berpikir seolah ia baru saja bermimpi. Bukan mengalaminya sendiri.

Situasi ini sama seperti saat ia menikah dengan Gajah Mada. Sesuatu yang tidak pernah terpikirkan olehnya dan terjadi seolah-olah itu adalah mimpi.

"Tidak ada yang perlu di pikirkan. Semua yang telah berlalu hanya akan menjadi kenangan. Hanya ada saat ini dan saat yang akan datang. Mengapa repot-repot memikirkan hal yang telah lalu?" Tanya Gajah Mada.

Sekar tersenyum. Seolah ia membenarkan apa yang dikatakan Gajah Mada.

Bicara tentang sesuatu yang terjadi seakan-akan sebuah mimpi saking mengejutkannya, Sekar teringat! Hal yang menghantuinya selama ini. Sebuah ramalan yang hampir ia lupakan.

Setiap kali ia mengingat ramalan itu, ia merasa ketakutan yang amat sangat. Bahkan sekujur tubuhnya menegang dan mengigil.

"Kang Mas.. Aku ingin mengatakan sesuatu,"

GAJAH MADA ; Megat RosoKde žijí příběhy. Začni objevovat