53. Kebohongan kecil

760 111 7
                                    

Setelah duduk di batu dan menarik nafas dalam-dalam. Sekar sudah mulai kembali ke kewarasannya. Ia tidak lagi merasa berdebar-debar. Walau ia tidak bisa melihat wajahnya sendiri, ia yakin kalau wajahnya sudah tidak memerah lagi.

Lega tentu memenuhi hati Sekar. Ia tidak habis pikir kenapa ia bisa seperti ini.

Tapi ternyata kesialannya tidak sampai disitu. Setelah duduk beberapa lama, bukan hanya Karti yang ia lihat menghampiri dirinya dengan air putih yang ia janjikan.

Dari jauh, Sekar bisa melihat Gajah Mada yang berlari ke arahnya dengan wajah khawatir. Di belakangnya, Karti mengikuti dengan terseok-seok. Tidak bisa mengimbangi Gajah Mada. Apa yang dilakukan Gajah Mada disini?

Sekar tidak pernah berharap kalau ia akan berhadapan dengan Gajah Mada saat ia berbohong. Apa kebohongannya menjadi besar? Ia hanya berniat mengiyakan Karti agar ia tidak bertanya lebih jauh. Bukannya membuat orang lain berlarian datang kepada dirinya.

Sampai di depan Sekar, Gajah Mada mengulurkan tangannya untuk memeriksa suhu badan Sekar. Lalu ia mengerutkan dahinya sedikit.

Tidak terlalu panas, namun masih ada  sedikit jejak merah di pipi dan lehernya. Ia bertanya, "Apa kau merasa pusing, dingin, atau lemas?" Tanyanya.

Sekar menyingkirkan tangan yang berada di dahinya. Sedikit tersenyum kecil karena dalam hatinya, ia merasa malu sudah berbohong. Ia melanjutkan kebohongan kecil ini. "Aku sudah merasa baik." Ucapnya.

"Apa yang sedang kau lakukan? Berjalan dan tiba-tiba demam? Apa kau berjalan di bawah terik matahari yang menyengat selama setengah hari? Kau mengenakan pakaian yang terlalu tipis?" Semua pertanyaan terucap dengan satu tarikan nafas. Walau begitu, tidak ada kata yang tidak terucap dengan baik. Ini adalah nilai lebih dari seorang Gajah Mada yang bahkan jika ia terlalu khawatir, ia masih bisa mengendalikan apapun dengan baik.

"Tidak, tidak." Sekar menggeleng berusaha menenangkan Gajah Mada.

"Sebenarnya, aku hanya sedikit lelah saja. Tidak demam sama sekali." Elaknya pada akhirnya. Untuk menyakinkan orang itu, Sekar tersenyum dan berdiri. Ia berputar kemudian mengangkat tangannya.

Gajah Mada menghela nafasnya. Menatap Sekar dengan hangat dan tersenyum tipis. "Syukurlah,"

Tapi pandangannya menjadi mengerikan saat ia menatap ke belakang dimana Karti berdiri dan membungkuk.

Karti yang di tatap tajam langsung menundukkan wajahnya lebih dalam. Ia hanya terlalu khawatir dengan Sekar jadi, saat ia melihat Gajah Mada secara kebetulan ia langsung memberi tahunya. Bagaimana ia tahu kalau Sekar sebenarnya tidak demam saat wajahnya memerah seperti itu.

"Apa kau tidak tahu kalau Sekar tidak bisa berjalan terlalu jauh? Dia tidak terbiasa berjalan tidak sepertimu. Jangan samakan kekuatanmu dengan dirinya. Kau seharusnya menjadi orang yang menjaganya. Bukan orang yang membebaninya." Ucap Gajah Mada. Walau ia mengatakan ini dengan tenang, semua orang pasti tahu kalau ia sedang marah saat ini.

Karti tidak bisa mengangkat wajahnya saat dimarahi seperti ini. Ia ketakutan. Tangannya mencengkram kain jarik sampai lusuh.

"Tidak, tidak. Itu bukan salah Karti. Itu aku, yang memintanya untuk berjalan-jalan. Jangan salahkan dia."

Gajah Mada berbalik ke arah Sekar. Tatapannya kembali melembut dan ia menghaluskan suaranya. "Seharusnya ia memberitahumu untuk tidak kelelahan. Itu tugasnya." Tanggap Gajah Mada.

"Ini salahku, aku yang berikeras untuk tetap berjalan. Bukan salah Karti jika ia tidak bisa menghentikan ku. Kang Mas sendiri sudah tahu bagaimana aku." Sekar tetap bersikukuh untuk membela Karti. Ia tidak paham kenapa Gajah Mada malah menyalahkan Karti padahal ini bukan salahnya.

Salah Karti ataupun bukan, sebenarnya Gajah Mada hanya ingin melampiaskan amarahnya saat kemarahannya membuncah karena ia terlalu khawatir mendengar Sekar sakit. Ia hanya ingin menyalurkan apa yang ia rasakan. Tapi karena Sekar berkata demikian, maka ia hanya bisa diam dan mengangguk.

"Ayo kita kembali." Gajah Mada mengulurkan tangannya ke pada Sekar. Tidak menunggu Sekar untuk mengambil tangannya, ia menarik tangan Sekar untuk berdiri kemudian menggiringnya.

Di belakang, Karti serba salah. Ia tidak ingin mengikuti mereka berdua karena ia tahu ia tidak lagi dibutuhkan jika kedua orang itu bersama. Namun ia juga harus tetap berada di belakang Sekar jaga-jaga kalau ia butuh sesuatu. Untuk apapun alasan, ia harus tetap melihat dua orang ini saling memberi cinta dengan mata kepalanya sendiri. Sangat indah bagi orang yang sendiri seperti dirinya.

Jarak menuju ke kamar Sekar tidak terlalu jauh. Dalam beberapa saat, mereka sudah sampai. Setelah kedua orang itu masuk tanpa memperhatikan orang lain yang mengikuti mereka, Karti pergi dari situ dengan keadaan lelah. Ingin sekali dirinya pulang dan mandi untuk menyegarkan tubuhnya.

Di dalam kamar, Sekar harus duduk diatas ranjang tanpa berbicara. Ia hanya terus memperhatikan gerak-gerik Gajah Mada dari ekor matanya. Melihatnya menuangkan air dari teko diatas nakas. Lalu menyerahkan kepadanya.

"Minumlah!" Gajah Mada berbicara.

Tidak ingin membantah, Sekar mengambil gelas itu. Menegaknya dalam beberapa tegukan. "Terimakasih." Ucap Sekar.

Gajah Mada mengambil alih gelas yang sudah kosong dan meletakkannya kembali ke nakas. Ia menghela nafas lembut dan mengingatkannya hal yang sudah ia bosan dengar. "Kamu boleh berjalan-jalan, tapi perhatikan kesehatanmu. Jika kamu merasa tubuhmu lelah, beristirahatlah. Jangan memaksanya begitu jauh."

Semar mendengus sedikit. Kenapa semua orang berlebihan sekali. Ia tidak kelelahan sama sekali. Walau kakinya sedikit pegal, itu wajar. Apa mereka pikir ia sangat manja sampai berjalan saja kelelahan? Sejauh apa jalan-jalan tadi? Tidak akan sejauh jarak kerajaan ini ke Majapahit bukan? Berlebihan sekali.

"Baik Kang Mas."

Meski begitu, Sekar tidak bisa mengucapkan kata-kata yang ada dihatinya. Ia hanya mampu mengiyakan dan mematuhi. Lagi pula, apa yang di katakan Gajah Mada adalah demi kebaikannya. Bukankah tidak baik kalau ia malah mempermasalahkannya.

Mereka diam dalam posisinya masing-masing untuk beberapa waktu. Tidak ada yang tahu kapan dan siapa yang memulai, tapi pandangan mereka terkunci pada manik mata satu sama lain.

Gajah Mada, yang memandang Sekar dengan lekat melihat pantulan dirinya di bola mata Sekar yang indah. Dirinya hanya hilang saat mata Sekar berkedip. Seperti patung, bayangan dirinya juga diam tanpa pergerakan. Persis dengan ia yang diam tanpa kata memandang Sekar.

Orang bilang mata adalah jendela hati. Dengan mata, orang bisa mengatakan semua hal yang tidak mampu dikatakan oleh mulut. Lalu kenapa Gajah Mada sekarang masih tidak bisa memahami apa yang ada dihati Sekar saat kini ia menatap penuh matanya? Apa orang lain selalu membual tanpa mengatakan kebenaran? Lalu apakah pernyataan itu hanyalah gosip dan rumor yang sebenarnya tidak terbukti kenyataannya?

***
14 Juli 2022

GAJAH MADA ; Megat RosoOù les histoires vivent. Découvrez maintenant