103. Siapakah Pelakunya?

392 49 16
                                    

"Kami belum menindaklanjuti ataupun mengintrogasi mereka sebelum Kang Mas memberi kami ijin." Lanjutnya.

Gajah Mada diam. Dengan tangan yang mengelus jari-jemari Sekar, dia menahan emosinya. "Aku yang akan mengintrogasi mereka." Jawab Gajah Mada sembari berdiri.

Di tatapnya Sekar sebentar sebelum akhirnya melangkah pergi dari ruangan itu meninggalkan Dwi Prapaja yang kemudian mengikuti di belakangnya.

Melihat Gajah Mada yang berjalan lurus, Dwi Prapaja memberitahunya. "Mereka ada di Balai penjara timur." Katanya.

Gajah tak menjawab ataupun menggubris ucapan Dwi Prapaja. Tapi ketika mencapai lorong, dia berbalik ke arah kanan untuk memangkas jarak ke penjara timur.

Aura mencekam memenuhi sekitar Gajah Mada. Dia mempunyai aura yang tak tersentuh dan tak terjangkau. Yang jika kalian menyentuhnya, itu akan menjadi kesalahan besar.

Orang-orang yang di lewatinya menunduk, lebih dari biasanya. Apalagi, musibah telah menimpa kerajaan itu. Dan beberapa saat lalu, semua orang di gemparkan dengan penyelidikan besar yang membuat semua orang takut.

Jika pun itu bukan kesalahan mereka, jika ada satu titikpun yang terhubung dengan nama mereka, sudah dipastikan kalau mereka tidak akan selamat.

Orang atas biasanya sangat pandai membuat konspirasi. Banyak kejahatan yang telah mereka buat, dan pada akhirnya melimpahkan kesalahan pada kaum bawah yang tidak bisa apa-apa. Oleh karena itu, walau mereka tidak terlibat, mereka takut kalau mereka.. di jebak.

Perjalanan yang mencekam membuat perjalanan yang terbilang pendek ini menjadi lama. Setiap adegan dan momen terpatri dan tersimpan dengan baik.

Penggambaran yang sesuai, seperti drama fantasi dimana adegan yang tertampil di pelankan. Lambat, mendayu, dan menampilkan berbagai detail yang membuat penasaran.

Begitulah, orang-orang itu tidak bisa tidak mendebarkan jantung mereka ketika Gajah Mada melewati mereka.

Padahal bagi Gajah Mada, kecuali apa yang dia tuju, orang-orang itu benar-benar tidak terlihat. Begitu titik yang ia tuju dapat ia lihat, maka yang lainya hanyalah titik kecil berwarna putih diantara kertas putih buku jilid. Bagaikan blind spot yang tidak akan Gajah Mada lihat.

Gajah Mada menenangkan emosinya ketika dia sampai di penjara.

Ketika prajurit penjaga gerbang menunduk dan membukakan pintu gerbang, dia masih saja diam. Tak sabar melihat beberapa wajah yang membuat hatinya ingin menyayat wajah mereka satu-persatu.

"Disini," Ucap seorang Prajurit yang menunggu.

Dia mengarahkan Gajah Mada ke Balai timur. Tidak lupa memberi salam ke Dwi Prapaja yang berada di belakang punggung Gajah Mada.

Prajurit itu membuka pintu ruangan yang dimaksud. Kemudian, terpampanglah lima wajah yang menjadi calon tersangka. Orang yang menyakiti istrinya, Sekar.

Langkah Gajah Mada melambat. Dia menatap tajam lima orang yang terikat dan bersimpuh. Mereka berbaris dengan jarak tidak lebih dari satu hasta.

"Kecuali mereka, keluar sekarang juga!" Ucap Gajah Mada lirih namun langsung membuat semua orang yang berada di sana patuh.

Dalam hitungan detik, mereka keluar menyisakan enam orang di ruangan itu. Dan... Dwi Prapaja.

Gajah Mada meliriknya. "Apa yang kau lakukan! Kau tak mendengar perintahku?" Ucapnya tajam.

Dwi Prapaja menatap dengan ragu-tagu antara lima orang itu dan Gajah Mada. Tapi kemudian, dia keluar dengan tatapan tajam Gajah Mada yang mengikuti.

Lalau tatapan tajam Gajah Mada berganti memandang lima orang di depannya yang menggigil ketakutan.

Urat nadi mereka muncul dan bergulir panik. Jantung yang berdetak sama kencangnya dengan bunyi ketukan alat musik saat di pesta. Mereka menunduk dan tak berani menatap ke atas sedikitpun.

"Tidak ada yang ingin kalian katakan kepadaku sedikitpun?" Tanya Gajah Mada menahan amarahnya.

Dalam keadaan marah, Gajah Mada merasa kalau stok sabarnya sudah tidak ada lagi. Kalau saja hatinya sudah bertindak mendahului akal sehatnya, pastilah dia sudah membunuh ke lima orang itu.

Karena marah, Gajah Mada jadi terburu-buru. Dan ketahuilah, ada beberapa hal yang tak bisa dilakukan dengan terburu-buru.

Mengambil keputusan.

Melepaskan sesuatu.

Dan, menilai orang.

Sesekali Gajah Mada sadar dengan gagasan itu, tapi menahan emosinya tak mudah. Maka dari itu, tangannya yang mengepal membuat bekas kuku di telapak tangannya mulai menggores darah.

Si pembawa minuman adalah yang pertama kali membuka suaranya.

Dia bersujud dan menggelongsorlan tubuhnya meminta ampun. Tangisnya membuat kata-katanya tak jelas, tapi Gajah Mada dapat memahaminya.

"Ampun Tuanku, Ampun! Saya tidak tahu sama sekali. Saya hanya menjalankan tugas yang di berikan. Saya hanyalah orang bawah yang melakukan pekerjaan. Tolong ampuni saya.." Ucapnya bergetar.

Gajah tak memberi tanggapan. Dia melirik ke empat orang lainya dan menunggu apa yang akan mereka katakan sebagai pembelaan.

Tapi setelah beberapa menit, tidak ada orang yang membuka suaranya. Bahkan tangis seorang pelayan pembawa minuman adalah satu-satunya suara karena yang lainya bahkan menahan suara nafas mereka.

"Kau!" Gajah Mada menunjuk kepala dapur. "Bukankah kau yang berwenang dalam seluruh dapur? Aku tahu dirimu. Seorang koki senior, anakmu menikah dengan pedagang buah dan pengrajin perahu. Besanmu memang seorang saudagar, tapi dia juga bergaul dan sesekali mengunjungi Kahuripan dengan alasan khusus. Dia seorang penjilat yang akan melakukan apapun agar beberapa orang bernama besar mampu menjadi pelindungnya di dunia dagang. Setelah anakmu mempunyai anak, kau jadi jarang berkunjung menemuinya. Sekarang, apakah ada hubungannya ini denganmu?" Tanya Gajah Mada.

Dia memalingkan wajahnya dan menatap kedua orang yang bertugas membuat minuman. "Kalian tidak mempunyai dendam khusus dan apapun motif alasan kalian melakukan ini. Satu-satunya kemungkinan adalah seseorang menyuruh kalian."

Dan yang terakhir, Gajah Mada memandangnya dengan sangat tajam. Amarah yang dia kendalikan hampir saja meluap ketika dia memandang gadis ini.

"Kau adalah pelayan yang dulu pernah melayaniku dan Sekar. Tingkahmu aneh! Sejak dulu, Sekar selalu tidak merasa nyaman denganmu. Setelah secara tak sengaja membuatmu digantikan, kau mungkin merasa dendam kepadanya."

Gajah Mada menghentikan ucapannya dan menggenggam telapak tangannya lebih erat.

"Dari sekian banyak pelayan yang di tangkap, kau satu-satunya orang yang memasuki dapur tanpa punya urusan di dalam. Kau bukan anggita dari dapur, lalu alsan apa yang kau punya untuk mengelak?"

Dia melanjutkan, "kau tahu 'kan, kalau dari semua orang-orang ini, kau adalah yang paling mencurigakan dan memungkinkan untuk menjadi tersangka?" Tanya Gajah Mada memainkan bibirnya dengan geraman ringan dan senyum sinis yang silih berganti. Terlihat dari mata orang yang menatapnya dari bawah, itu sangat menakutkan.

Suryati memandang Gajah Mada dengan terkejut. Semua orang yang ada di ruangan itu juga memandang Suryati.

Memang benar, dari semua orang yang paling mencurigakan adalah dia.  Untuk apa dia memasuki dapur saat tidak mempunyai urusan sama sekali?

Ya maaf ya, jarang update. Aku aja on kalo ada hostpot. Gimana mau update/ bales komen :(

***
14 Maret 2023

GAJAH MADA ; Megat RosoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang