61. Prasangka

559 101 4
                                    

Karti benar. Kapan tepatnya ia jatuh cinta kepada Gajah Mada. Kenapa ia tidak menyadari?

Kalau sekarang, ia memang sudah dengan lugas mengakui bahwa ia mencintai Gajah Mada. Ia jatuh cinta. Jatuh hati. Jatuh sayang kepada Gajah Mada.

Tapi sejak kapan? Kapan tepatnya ia jatuh cinta kepada Gajah Mada?

Saat pertama kali melihatnya? Tidak. Ia tidak memiliki perasaan itu dulu. Saat Gajah Mada memboyongnya ke kerajaan ini? Tidak. Bukankah ia dulu masih ragu apakah pernikahannya akan berjalan lancar atau tidak? Atau.. Saat Gajah Mada meninggalkannya untuk bertapa? Tidak juga. Ia masih senang saat itu karena ia bisa bebas walau ia merasa khawatir ditinggal seorang diri.

"Kapan ndoro?"

Lamunan Sekar buyar karena pertanyaan Karti. Pertanyaan sama yang menjadi pertanyaannya juga.

Sekar menggeleng. "Apa yang kau bicarakan." Elaknya mengalihkan pandangannya.

Karti tertawa. Ia berdiri dan berjongkok di depan Sekar. "Ndoro sudah jatuh cinta dengan Mahapatih. Saya ucapkan selamat kepada panjenengan." Ia berjingkrak kecil. Seperti anak kecil. Bibirnya terbuka sangat lebar dan wajahnya ceria. Membuat Sekar tertular tawanya dan akhirnya tertawa juga.

"Jangan mengolokku!" Ucap Sekar malu.

"Heh... Kenapa ndoro malu? Iti adalah hal yang lazim diantara pasangan. Hal wajar. Jika sebuah pasangan tidak punya cinta, tidak ada yang berarti." Karti tersenyum hangat.

Sekar mengangguk dan tersenyum. Sudahlah ia malu dengan kenyataan bahwa ia mencintai Gajah Mada, ia harus tambah malu dengan nasihat Karti yang notabenenya lebih muda darinya. Pemikiran Karti dewasa, dalam hal seperti ini, Sekar harus mengacungkan jempolnya kepadanya.

"Yah.. Kau benar."

Mereka terdiam.

Karti menghela nafas dan bertanya, "Jadi, ini yang membuat panjenengan cemas dan kesal?"

Sekar mengangguk. Pandangannya jatuh ke hamparan awan yang ada di depan mata. Mungkin, awan dan matahari di langit tidak bisa merasakan apa yang di rasakan hatinya, sehingga hari ini, cuaca sangat cerah dan ceria. Berlawanan dengan suasana hatinya yang gundah.

"Menurutmu, kenapa Kang Mas Gajah Mada menghindariku?" Sekar bertanya.

Karti berpikir. Ia menjawab ragu. "Apa ndoro yakin kalau Mahapatih menghindari panjenengan?"

"...Mungkin saja 'kan kalau Mahapatih memang punya urusan yang tidak bisa ia tinggalkan sampai tidak bisa pulang?" Karti berbicara. Melirik Sekar sebentar untuk menilai reaksinya. Saat dilihatnya Sekar tidak memiliki raut wajah jelek, ia melanjutkan, "Mungkin ini hanya salah paham saja." Ucapnya.

Sekar mendesah panjang. "Ia sangat sibuk, sampai pulang sedetik pun tidak bisa? Apa ia sangat sibuk sampai mengirim orang untuk mengabari aku tidak bisa? Sibuk apa? Aku sama sekali tidak mendengar ada masalah yang memakan waktu seperti ini." Ucap Sekar sedikit kesal. Pipinya sedikit memerah. Matanya menyipit dan alisnya turun menukik ke arah mata. Kalau giginya tidak tertutup bibir, Karti akan melihat ia mengeratkan giginya dengan kekutan ringan.

Karti kehabisan kata-kata. Ia tidak tahu apa lagi yang harus ia ucapkan untuk melegakan hati Sekar. Tentu saja jika dihadapkan masalah seperti ini, yang terpikirkan hanya pikiran negatif yang memenuhi pikiran.

Pada pemikiran pertama, pasti orang-orang merasa aneh dengan kejanggalan itu. Lalu asumsi-asumsi yang muncul dari pikiran adalah negatif seperti 'Mungkinkah ia selingkuh?' selalu seperti itu.

Tapi mana mungkin ia mengatakannya kepada Sekar. Bila Sekar juga punya pemikiran seperti itu juga, mana mungkin ia mengatakannya secara gamblang kepada Karti.

"Jangan khawatir ndoro. Pasti ada alasan kenapa Mahapatih bertindak seperti ini. Bersabarlah sebentar lagi."  Ucap Karti pada akhirnya.

"Sabar? Harus sesabar apalagi aku menunggu? Aku tak keberatan jika ditinggal seorang diri setiap malam, tapi untuk ditinggal tanpa mengabariku sama sekali, bagaimana aku bisa?" Tanya Sekar frustasi.

"Apa mungkin dia bosan denganku? Lalu ia sudah mempunyai wanita lain?" Sekar mengerutkan alisnya marah dan sedih.

Jika benar begitu, bagaimana ia akan hidup. Hidupnya disini adalah untuk mengijuti Gajah Mada. Jika Gajah Mada sudah tidak menginginkannya, maka sudah tidak punya alasan untuk disini. Dan mungkin ia akan pulang ke kerajaannya.

Lalu akibatnya.. Ayah dan semua orang di kerajaannya pasti tidak terima. Dan ia tidak ingin menyakiti hati mereka dan harga diri mereka. Lebih baik ia pergi mengembara jika begitu. Atau mungkin ia akan melakukan belapati dari pada harus kembali kekerajaannya dan menjadi aib.

"Ndoro, Mahapatih Gajah Mada bukanlah orang seperti itu. Walau ada sedikit kemungkinan bahwa ia merasa begitu, tidak mungkin Mahapatih akan melakukan ini semua. Panjenenganlah yang paling tahu bagaimana sifat Mahapatih yang berprinsip."

Sekar merapatkan kedua bibirnya. Merasa tertampar dengan ucapan Karti. Ya, Gajah Mada tidak mungkin seperti itu. Apa kata orang lain tentang seorang istri? Melayani, mendorong, dan mempercayai.

"Ya, kau benar." Gumam Sekar tersenyum kecut.

Karti mengangguk. Tidak lagi menanggapi ucapan Sekar. Kebenaran tentang apa maksud yang dilakukan Gajah Mada akan terbongkar nantinya. Ia percaya kalau Gajah Mada tidaklah mengkhianati Sekar. Karena ia tahu betapa Gajah Mada mencintai Sekar.

"Kita tidak punya apa-apa lagi yang harus kita lakukan bukan?" Sekar bertanya.

Karti menggeleng. Merasa tidak mempunyai tugas rumah lagi selain menemani Sekar. "Benar, ndoro. Apa ada yang ndoro inginkan?" Karti bertanya.

Sekar mengangguk. Berpikir sebentar sampai akhirnya ia teringat dengan Sarah. Seorang gadis yang pernah menjadi teman berbicaranya waktu lalu. Walau ia seorang pencopet, ia bukanlah orang yang terlalu kasar dan dia juga mudah untuk diajak mengobrol.

Sekar suka berbagi pemikiran dengan banyak orang. Sudut pandang yang berbeda, akan membuat orang semakin membuka pikirannya. Dan Sarah termasuk jenis orang yang berbeda dengannya. Pandangannya selalu menampar Sekar atas kebenaran kehidupan yang tak pernah ia ketahui dulu. Membuatnya sadar, bahwa baik buruknya sesuatu, selalu ada negatif dan positif yang tertanam. Tidak semerta-merta melabeli sesuatu dengan ketentuan umum, Sekar bisa belajar banyak hal.

Perjalanan mereka tidak semelelahkan yang pertama. Mungkin  memang sudah kodratnya 'pertama' itu selalu susah.

Tidak ada orang di rumah yang lebih pantas disebut gubuk itu. Membuat Karti dan Sekar harus menunggu Sarah di depan rumah.

Tidak lama kemudian, Sarah pulang dan dikejutkan dengan keberadaan Sekar dan Karti. Hal pertama yang ia lakukan adalah mendengus. Ia bukannya tidak suka, tapi mereka merepotkan.

Cukup lama mereka berbincang di sana. Sampai akhirnya pada sore harinya, Sekar dan Karti pulang membawa setumpuk makanan ringan yang mereka beli di pasar.

Dengan kata-kata Karti, Sekar tidak lagi memikirkan hal-hal buruk tentang Gajah Mada lagi. Tetap ada rasa cemas dan khawatir, tapi tidak ada pikiran tentang Gajah Mada bosan atau yang lainya.

Pada sore harinya menjelang malam, pintu rumah Sekar diketuk.

Sekar tergelonjak senang. Senyumnya merekah dan hatinya lega. Ia dengan cepat berlari ke arah pintu.

Hampir memegang gagang pintu, Sekar berhenti. Ia mengendalikan ekpresinya seperti biasa dan menarik nafas. Jangan biarkan Gajah Mada berpikir ia terlalu bahagia sampai tidak marah padanya. Setidaknya, Gajah Mada harus tahu kalau yang dilakukannya salah.

Sekar membuka pintu. Walau ia sudah melawan setengah tenaga rasa girangnya, gerakan tangannya masih sangat cepat dan terburu-buru. Sekar jadi malu.

Tapi sayang, saat pintu di buka, kekecewaan langsung masuk ke hati Sekar.

"Mbakyu!"

***

6 Agustus 2022

GAJAH MADA ; Megat RosoWhere stories live. Discover now