102. Cangkir Beracun

439 48 9
                                    

Gajah Mada membopong Sekar dengan terburu-buru. Keringat menetes dari dahinya, bukan karena ia kelelahan, namun karena ia takut setengah mati. Sekujur tubuhnya terasa mati rasa.

Meninggalkan rasa ingin tahu orang lain, ia berjalan seperti orang kesurupan. Orang lain juga tidak bereaksi apa-apa, jadi dia pergi dengan mudah.

Dalam perjalanan itu, Gajah Mada berpikir keras. Sangat keras.

Pesta baru saja dimulai. Kenapa ada kejadian yang tak masuk akal dan mengerikan seperti ini? Mimpi buruknya?

Kemarin, Sekar baik-baik saja dan masih bisa mengawasi persiapan acara. Tidak bisa di pungkiri, dia terlihat bersemangat mengatur banyak hal.

Tadi pagi, jelas dia terlihat baik. Berdandan dengan sedikit meributkan sesuatu, dan tersenyum setiap kali melihatnya. Dia juga.. Terlihat menawan.

Beberapa kejadian yang sedikit membekas adalah tentang upacara dan hiasan kepala yang terlihat berat. Walau Sekar mengatakannya tidak berat, Gajah Mada tidak tahu apa itu benar-benar tidak berat atau malah sebaliknya. Kadang, Sekar selalu bisa menutupi hal yang membuatnya tak nyaman.

Hiasan kepala mungkin memang tidak berat seperti yang Gajah Mada kira. Wanita lain pun mengenakan hal serupa yang bahkan lebih besar. Tapi mereka tidak bosan memakainya setiap hari. Jadi, mungkin saja, bukan itu alasannya.

Gajah Mada berpikir dan terus berpikir. Otaknya yang biasanya lancar terarah, kini terasa mbundhet. Seringkali terjadi celah dan kekosongan pikiran saat ia memikirkannya. Namun, dia masih dengan serius memikirkan apa yang mungkin menjadi penyebab semua ini.

Di dalam gendongannya, Sekar mencoba berbicara walau dengan keadaan lemah. Otot-ototnya lemah, dam tidak bisa menggerakkan tubuhnya walau hanya mengangkat tangan.

Satu-satunya yang masih bisa bergerak dengan pelan penuh gemetar adalah bibirnya. Serta mata yang berkedip sesekali dengan air mata mengalir membasahi rambut.

Badannya panas dan remuk. Tapi meski begitu, dia melawan semua itu dan berusaha berbicara walau akhirnya tetap dia tidak bisa  mengeluarkan suaranya sedikitpun.

Dari gendongan Gajah Mada, semua anggota tubuhnya terasa terguncang setiap kali Gajah  Mada melangkah.

Sekar melihat air mata Gajah Mada jatuh dari bawah dagu Gajah Mada. Itu membuat Sekar lebih sedih dan merasa bersalah. Dia juga memejamkan matanya dan menitikkan air mata lebih deras.

"Kamu tidak apa-apa! Tidak akan ada yang terjadi! Akan ku pastikan itu." Ujar Gajah Mada melihat Sekar menangis. Hatinya juga tersayat melihat ini. Lebih beribu-ribu dibandingkan rasa sakit saat sebuah pedang menembus dadanya. Itu bukan apa-apa.

Mata Gajah Mada bergetar. Di ambang batas keputusasaan, dia teringat sesuatu.

Cangkir.

Hah!

Melihat kembali ke wajah Sekar, Gajah Mada tertawa miris dalam hati. Memaki dirinya karena tidak waspada pada hal yang sudah di depan mata.

Dia tidak kuasa menatap mata Sekar karena rasa bersalahnya. Kenapa dia ceroboh? Hanya menjaga Sekar saja, dia tidak bisa?

Dua cangkir yang berbeda sudah menunjukkan hal yang tidak beres. Jadi, kenapa Gajah Mada lalai?

Padahal, ada sedikit pikiran ia mencurigai cangkir yang di suguhkan. Tapi dia mengabaikannya dan memilih menanggung akibatnya ini?

Setelah semuanya, Gajah Mada baru menyesal karena tidak memperhatikan Sekar dengan baik. Jadi, saat dia bilang akan menjaga Sekar dan berjanji kalau dia akan baik-baik saja semua itu hanya omong kosong?

GAJAH MADA ; Megat RosoWhere stories live. Discover now