43. Kain. Ups!

1K 122 15
                                    

Suara kuda yang saling bersahutan tidak membuat seorang Gajah Mada melepaskan pandangannya dari kuda miliknya yang saat ini berdiri kokoh dihadapannya. Tepat setelah mereka sampai disini, Gajah Mada langsung menyuruh orang untuk mengobati kudanya. Sehingga saat ini, lukanya telah di tutup dengan beberapa lembar daun.

Namun bukan ke kudanya lah fokus pikiran Gajah Mada. Saat ini ia sedang memikirkan kembali sikap-sikapnya selama ini. Apa yang salah dengan sikapnya sehingga sangat sulit bagi Sekar untuk menerimanya? Apakah ia sangat tidak semenarik itu?

Gajah Mada tahu kalau pendekatannya terlalu mendadak dari awal mereka bertemu. Tapi bukankah ini sudah sedikit lama? Sekar harusnya sudah terbiasa dengan keberadaannya ini.

Sangat sulit untuk menarik hati Sekar. Gajah Mada tidak tahu apalagi yang harus dia lakukan. Karena seumur hidupnya, ia tidak pernah merayu perempuan.

Suara tumpahan air membuatnya tersadar. Gajah Mada melirik ke arah kudanya yang menginjak baskom tembaga yang berisi air. Karena ia tepat berjongkok di depan kuda, kakinya basah terkena air. Gajah Mada berdiri.

"Apa yang kau lakukan!" Geramnya dengan frustasi.

Sang kuda hanya meringik. Melompat-lompat kecil dengan menyibakkan ekornya.

Gajah Mada mendecih. Ia tidak ingin bertengkar dengan seekor hewan. Tidak pula ingin dianggap gila hanya karena masalah sepele. Jadi, Gajah Mada mengambil baskom yang terkelungkup itu dan kembali mengisi air untuk minum si kuda.

Umumnya, disini banyak mata air besar yang lokasinya dekat dengan istana. Karena lokasi kerajaan ada di bawah kaki gunung, tentu mudah untuk mengalirkan air dari gunung ke daerah. Tapi tentu saja hal itu tidak terpikirkan oleh masyarakat disini. Yang harusnya mereka hanya membutuhkan beberapa lusin bambu untuk membuat itu, yang mereka lakukan malah mengisi air kendi per kendi.

"Lihat itu! Itulah yang aku maksud kemarin. Yang di pojok itu, yang hitam dengan daun.. Daun? Jadi kuda itu terluka? Wah.. Padahal kuda itu sangat gagah lusa. Tidak ku sangka ternyata kuda itu sedang terluka saat itu."

Suara seseorang datang dari pintu masuk kandang. Karena tempat air yang Gajah Mada ambil berada disisi pintu, mereka tidak akan melihatnya dari jarak pandang itu. Apalagi dengan pintu dan kuda yang menghalangi. Ngomong-ngomong, pintu yang terbuka itu benar-benar menghalanginya dari pandangan orang-orang itu.

"Mengagumkan! Dia bahkan lebih tinggi dari pada kuda penarik Prabu Wiro." Suara orang lainnya bersuara lagi.

Gajah Mada tidak menanggapi itu. Ia tetap membersihkan tembaga dengan jerami yang ia temukan sembarang. Terimakasih kepada kudanya yang menginjak baskom dengan kaki berlumur kotoran.

"Tapi kuda apa ini? Ini bukan trah Shire tapi sangat tinggi." Yang terakhir bicara kembali bicara lagi.

"Kau tidak tahu? Ini adalah kuda milik Mahapatih Gajah Mada. Pantas kalau perawatannya membuatnya menjadi kuda terkuat dan terbesar."

"Hei! Kainmu merosot!"

"Ah!" Setelah itu, suara tawa dua orang itu terdengar renyah dan memenuhi seluruh kandang.

Telinga Gajah Mada gatal mendengar ocehan orang-orang itu yang tak berguna. Pikirannya yang runyam tidak ingin mendengar hak berbau kosong seperti ini. Tapi kedua orang ini menghancurkannya.

"Soal Prabu Wiro, bukankah seharusnya perjanjian pertukaran itu sudah diumumkan sekarang? Apa jangan-jangan woro-woro yang di gadang-gadangkan oleh Prabu Wiro itu tidak terjadi? Cih! Dia yang membanggakan bahwa kita akan punya wilayah di daerah Mahajapit, ternyata hanya sebuah bualan."

Gajah Mada menghentikan langkahnya. Mendengar perjanjian yang tidak pernah ia dengar sebelumnya membuatnya kembali memundurkan badannya. Ia seperti penguntit yang mencoba mencuri dengar.

"Tapi mungkin saja surat itu palsu. Aku pernah mendengar bahwa Majapahit itu licik. Bisa saja mereka sedang merencanakan sesuatu. Tidak mungkin 'kan, mereka mau menukar wilayah yang maju untuk ditukar dengan tanah pereng gunung kita."

Gajah Mada semakin menajamkan telinganya. Pembicaraan dua orang ini ternyata tidak sepenuhnya kosong. Gajah mada beruntung bertemu dengan mereka.

"Jangan berlagak pintar! Kamu malah seperti orang bodoh. Kalau Majapahit memang merencanakan sesuatu. Kenapa mereka datang hanya dengan beberapa orang dan membawa wanita? Para wanita itu istri para petinggi. Ada juga permaisuri. Apa mereka sebodoh itu membawa mereka kalau memang tujuan mereka seperti yang kamu katakan? Bodoh sekali kamu..."

"Apa memang begitu?"

"Apa kamu baru sadar kamu bodoh?"

"Ayahku bilang aku pintar."

"Kamu pintar. Kamu pintar dalam hal-hal bodoh."

"Kamu adalah satu-satunya yang bodoh!"

"Apa?"

"Kamu, anjing bodoh yang tidak tahu apa-apa! Aku adalah yang terpintar disini, tapi karena kamu dan semua orang disini bodoh, saranku kalian anggap bodoh. Padahal kalianlah yang bodoh! Jangan bicara padaku saat kau melihat dengan mata kepalamu sendiri kalau yang aku ucapkan ini benar!"

"Hei! Kainmu!"

"Aku tidak peduli! Aku akan tekanjang!" Suara seseorang ini semakin menjauh. Tapi Gajah Mada dibuat tersenyum dengan percakapan kecil dua orang itu. Ternyata tidak semua orang disini bodoh. Tapi karena hampir semua orang disini bodoh, orang-orang pintar menjadi minoritas. Sehingga mereka sering dianggap bodoh oleh orang bodoh. Bukankah itu menggelikan? Ayolah, itu menggelikan. Gajah Mada bahkan hampir saja membanting baskom ini di kepala mereka.

"Kenapa kamu tiba-tiba marah? Aku hanya mengatakan sebenarnya." Satu orang lainya yang tertinggal mulai terdengar menjauh.

Gajah Mada berjalan menghampiri pintu. Ia menutup pintu itu sebelum kembali mengisi air. Kegiatannya sempat terhenti karena kejadian tadi. Jadi, Gajah Mada mengambil satu baskom air penuh dan meletakkannya di depan kuda.

Kuda yang melihat Gajah Mada berada di depannya menggoyang-ngoyangkan kepalanya. Lalu kembali kalem dengan menunduk. Meminum air yang Gajah Mada ambil.

"Apa kau kehausan? Dasar berandal!" Maki Gajah Mada. Meski demikian, tangannya mengusap tenang kuda yang tengah minum. Saat seperti ini, kudanya ini terlihat lebih menawan dan gagah dari pada saat ia melompat-lompat kegirangan.

Pandangan Gajah Mada menerawang jauh. Percakapan orang tadi memenuhi kepalanya. Jika yang mereka katakan memang benar, maka itu menjadi alasan kepada siapa Hayam Wuruk mengirim surat lewat merpati tempo hari.

Itu juga menjadi alasan kenapa mereka diharuskan membawa Perempuan-perempuan.

Gajah Mada mungkin kepercayaan Hayam Wuruk dulu. Meski sekarang ia tidak di beri tahu tentang rencana ini, ia sudah menebaknya sebelum perjalanan mulai. Dan karena ia dulunya adalah tangan kanan Hayam Wuruk, pastinya ia tahu isi kepala sang Raja dan bagaimana rencana yang ia buat.

Sangat klasik. Namun itu mampu untuk menjebak kerajaan kecil dan bodoh semacam ini.

Jika Hayam Wuruk memang tidak ingin ia ikut andil dalam rencana kali ini, tidak apa-apa. Tugasnya kali ini hanyalah untuk melindungi Sekar. Karena tujuan awal dirinya adalah membawa Sekar jalan-jalan melihat pemandangan.

****
Ternyata bukan cuma satu chapter yang aku revisi terus revisinya kehapus. Beberapa chapter yabg aku edit ternyata masih sama kayak yang aku belum edit. Kan jadi males kalo ngerevisi bab.

Btw, aku ngga update karena kemarin abis vaksin booster terus tepar deh😂 duh sakitnya mantap sekali. Tanganku ga bisa di gerakin.

***
9 Juni 2022

GAJAH MADA ; Megat RosoOnde histórias criam vida. Descubra agora