77. Yang Paling Mengagumkan

982 97 4
                                    

Keesokan paginya, saat matahari hampir berada di atas kepala. Tubuh yang di gempur dari malam hingga pagi itu akhirnya bangun.

Sekar yang merasa lelah berkedip menajamkan pandangannya. Wajah Gajah Mada adalah pemandangan pertama yang ia lihat. Ia tertidur lelap dengan wajah tenang dan santainya. Tidak ada guratan diantara alisnya. Bisa dibilang, dia tidur dengan keadaan senang sehingga tidurnya pun terasa lebih berkualitas dari biasanya.

Dan untuk pertama kalinya, Sekar merasa ingin berlama-lama di ranjang bersama Gajah Mada yang masih tidur.

Sebelumnya, Gajah Mada lebih sering bangun lebih dulu di bandingnya. Jadi merupakan hal yang istimewa saat Sekar melihatnya seperti ini.

Tangan Gajah Mada yang memeluknya erat masih terasa hangat. Sebagian tubuhnya menindih Sekar, mungkin itu juga menjadi sebab tangan kirinya agak terasa kaku.

Sekar menaikan pandangannya lagi. Saat melihat wajah Gajah Mada, ia kembali teringat dengan ekspresi Gajah Mada tadi malam. Membuatnya malu sampai ujung telinga dan hidungnya memerah.

Suara erangan Gajah Mada terasa terngiang di kepala. Seakan terus berputar membuat Sekar selalu mengingatnya.

Baru kali ini ia menjelajahi tubuh Gajah Mada. Bukan hanya dengan pandangan, tapi ia merasakannya sendiri. Saat itu, darah Sekar seakan mendidih di buatnya. Pahatan itu sempurna.

Sekar mungkin tidak tahu patung yunani yang berpose dengan daun di area vitalnya. Tapi jika ia tahu itu, mungkin itu akan sepuluh kali lebih baik.

Praktis, hanya dia yang bisa merasakannya. Itulah yang membuatnya paling senang.

Saat Sekar tengah mengagumi rupawannya seorang Gajah Mada, bulu mata Gajah Mada bergetar sedikit demi sedikit.

Tidak lagi malu saat tengah menilai dan mengamati wajah orang lain, Sekar diam tidak bereaksi kecuali ujung bibir yang menyungging. Menunggu Gajah Mada membuka matanya.

Ketika akhirnya mata Gajah Mada terbuka sempurna, ia langsung disuguhi sebuah pasang mata yang menatapnya dengan binar cantik. Ujung bibirnya juga tertarik seperti orang di depannya.

Gajah Mada tersenyum. "Kenapa menatapku?" Tanyanya ringan.

Suaranya yang serak karena baru saja bangun, juga seperti suara Sekar yang sudah habis karena tadi malam.

Sekar jadi teringat dengan Bagas yang juga pernah kehabisan suara saat ia memimpin pasukan untuk berlatih. Karena selalu berteriak, ia kehabisan suara.

Tapi ia juga ingat saat itu, suara serak Bagas tidak semengagumkan ini. Ia tertawa saat Bagas berbicara. Tapi Sekar tidak bisa tertawa saat Gajah Mada yang berbicara. Malah, suara Gajah Mada membuat pikirannya hilang untuk sesaat.

"Ada apa?" Tanya Gajah Mada menatap Sekar yang bengong.

"Tidak." Sekar menggeleng.

"Kau sangat suka menatapku?"

"Aku suka." Sekar berterus terang membuat Gajah Mada tertawa.

"Aku juga suka menatapmu." Aku Gajah Mada.

"Yah, aku tahu." Sekar tersenyum. "Karena itu aku juga suka menatapmu."

"Karena aku tampan?" Gajah Mada bertanya.

"Apa Kang Mas suka menatapku karena aku cantik?" Tanya Sekar.

Gajah Mada menggeleng tapi ia mengangguk setelahnya. Ia berkata, "Aku suka menatapmu bukan saja karena kau cantik. Tapi karena aku sangat menyukaimu."

"Benar. Banyak perempuan yang cantik di luar sana. Tapi Kang Mas hanya menatapku, benar?"

Gajah Mada menggeleng. "Kamu yang paling cantik."

Sekar tertawa. "Itu karena Kang Mas sangat menyukaiku hingga di matamu, aku yang paling cantik."

Gajah Mada hanya tersenyum dan mengeratkan pelukannya sebagai tanggapan. Ia melesakkan kepalanya di ceruk leher Sekar dan mencium aromanya kuat-kuat. Aroma tubuh Sekar adalah yang paling membuatnya kecanduan.

Sekar menepuk tangan Gajah Mada dam berbicara, "Sudahlah! Apakah Kang Mas ingin tetap di tempat tidur saja? Mandilah!" Sekar memerintah.

"Tidak!" Gajah Mada membantah.

"Kalau kau tidak ingin mandi, aku akan mandi dulu."

"Hm.."

"Ck!" Sekar berdecak. Tampaknya Gajah Mada memang tidak ingin pergi dari tempat tidur. Ia sangat mencintai tempat tidur.

Sekar menarik tangan Gajah Mada dan menyingkirkannya. Tanpa menyibak selimut, ia bangun dan berdiri.

Saat itu juga, selimut yang masih menutupi sedikit tubuhnya meluncur meninggalkan tubuh polosnya. Membuat Sekar berdiri di samping ranjang dengan keadaan telanjang.

Sekar terdiam dan tidak tahu apa yang terjadi untuk sesaat. Sampai suara Gajah Mada membuatnya tersadar.

"Kau sedang menggodaku?"

"Arghhhh!!!!!" Sekar menjerit dengan kencang. Kedua tangannya ia gunakan untuk menutupi bagian atas dan bawah. Ia berlari dari kamar berbahaya itu.

****

Pada siang harinya, Sekar memberanikan diri untuk menemui Rinjani. Serta untuk melihat bagaimana keadaan Kusuma dan Aji.

Dalam perjalanan ke istana, ada yang berbeda dari biasanya. Semua pelayan yang melihatnya kini menundukkan kepalanya dan tidak berani menatapnya. Walau ia tahu beberapa tatapan di belakang tidak seperti yang ia lihat di depannya, ia maklum.

Sekar berjalan lurus menuju halaman yang di tinggali Rinjani. Jika benar, pasti ada Kusuma dan Aji disitu.

Begitu masuk ke dalam halaman, bunga dan pohon rindang sangat menyejukkan mata. Sepertinya Rinjani ini sangat menyukai tumbuh-tumbuhan dan bunga.

Nyaman dan asri. Sangat cocok untuk karakter Rinjani yang saat ini tengah duduk menatap awan. Mengabaikan Kusuma dan Aji yang bermain di sekitar pendopo.

Sekar tersenyum ingin menyapa. Tapi mata Rinjani sudah menangkapnya lebih dulu. Sekar melebarkan senyumnya. Namun sebelum senyum yang ia buat sampai ke pangkal mulut, Rinjani mengubah arah pandangnya. Kembali menatap awan dengan perasaan tenang.

Sekar berhenti tersenyum. Tahu, kalau keberadaannya tidak diharapkan seseorang.

Walau begitu, Sekat nekat. Ia mendekat dan duduk di pendopo. Di sebelah Rinjani, namun sedikit jauh. Pun Karti yang duduk bersimpuh di belakangnya.

"Mau apa kau datang?" Tanya Rinjani tanpa mengalihkan perhatiannya dari awan.

"Apakah dengan awan kau bicara?" Tanya Sekar. Mencoba meraih perhatian mata itu. Bukan obrolan namanya jika dua orang tidak saling tatap.

Tersenyum kecut, "Tapi awan selalu bisa membuatku tenang. Menatapmu? Malah membuatku ingin bunuh diri jika aku tidak memikirkan hidup Aji dan Kusuma." Ucap Rinjani langsung menampar Sekar dengan perkataannya.

Sekar tersenyum lembut. Mencoba memaklumi apa yang ia dengar. Ia tahu posisi Rinjani. Ia tidak akan menyalahkan Rinjani. Pasti sangat berat baginya untuk mengalami ini semua.

"Aku bukannya membela diriku sendiri dan Kang Mas Gajah Mada. Tapi, percayalah! Kami tidak bermaksud seperti itu. Kami hanya terlalu terbawa suana dan emosi yang saat itu sulit untuk kami hindari. Aku tidak ingin ini terjadi, tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa lagi setelah semuanya sudah terjadi. Aku datang hanya untuk meminta maaf." Sekar menjelaskan.

Mendengar ucapan Sekar, akhirnya Rinjani menggerakkan wajahnya cepat dan menyergit menatap Sekar. "Apa dengan maaf bisa mengembalikan kedua nyawa itu? Apa dengan maaf bisa mengembalikan semuanya seperti sedia kala? Tidak!" Rinjani menekankan.

"Maaf tidak bisa mengembalikkan apapun. Tapi kau mungkin tidak tahu. Jika Kang Mas Gajah Mada tidak melakukan ini, mungkin keluargaku lah yang sekarang akan ada di posisimu. Jadi, tidak ada yang bisa dihindari. Ini tentang keluargaku atau orang lain. Bukankah jika kau berada di posisiku kau akan melakukan hal yang sama denganku?" Tanya Sekar telak.

***
27 September 2022

GAJAH MADA ; Megat RosoWhere stories live. Discover now