97. Women☕

509 65 9
                                    

Sekar menunggu Gajah Mada dengan hati was-was khawatir. Berulang kali Sekar meminta Gajah Mada untuk tidak pergi, namun dia tidak menghiraukannya. Dia tetap pergi ke tempat yang di sebutkan, membuat Sekar geram jadinya.

Nah lihat, sekarang Gajah Mada belum pulang juga sampai saat ini. Matahari hampir hilang sepenuhnya dan Gajah Mada sama sekali tidak terlihat tanda-tanda kepulangannya.

Jika seperti ini, bukankah hanya membuat Sekar khawatir saja? Harusnya Gajah Mada tahu, kalau ada seseorang yang menunggunya pulang. kalau dia tidak bisa pulang, seharusnya dia memberi kabar. Satu dua orang pelayan bisa dia kirim untuk memberikan kabar.

Suasana sore hari ini tidak cukup benar. Kabut dimana-mana, rintik hujan tidak berhenti atau menjadi hujan tapi tetap turun membuat suasana semakin suram.

Sekar memeluk dirinya sendiri. Juga sangat dingin, pikirnya.

Dia pergi dari ruang tamu ke kamar tidur untuk menemukan selimut tipis. Di banding kain jarik atau apapun, dia lebih suka kain sutra yang hangat di cuaca macam ini.

Kembali Sekar ke ruang tengah dan duduk disana menunggu Gajah Mada pulang.

Makanan sudah dia hangatkan sejak tadi. Karena Gajah Mada belum juga pulang, mereka kembali dingin tanpa dimakan.

Sebenarnya Sekar sudah lapar. Perutnya perih dan keroncongan. Tapi siapa yang bisa makan saat suaminya sendiri belum pulang?

"Kang Mas, ayolah! Bukankah kau tahu aku selalu mencemaskanmu kalau kau pulang telat? Kenapa kau tidak pulang-pulang juga?" Ucap Sekar kepada dirinya sendiri untuk mengurangi rasa cemasnya.

Kerasnya suara kodok yang bergema bersama dengan jangkrik membuat Sekar mendecakkan bibirnya. Kenapa disaat begini, mereka bersuara lantang seolah mengejek Sekar yang pikirannya kacau?

Sembari menunggu, Sekar memejamkan matanya dan berhitung dalam hati. Menunggu adalah hal yang paling menjengkelkan. Hal yang paling dihindari. Tapi sekarang Sekar melakukan itu.

Ketika ketukan pintu akhirnya terdengar, Sekar bangkit penuh semangat dan kesenangan yang membuncah.

Karena ia berdiri dengan tiba-tiba, selimut yang dia sampirkan di bahunya terjatuh. Sekar tidak memperdulikan itu dan pergi ke pintu untuk membukanya.

"Aku kehujanan," Kata Gajah Mada tersenyum hangat saat pertama kali pintu terbuka.

Senyum konyolnya mungkin hanya untuk meluluhkan hati Sekar, Gajah Mada tersenyum dan terus tersenyum.

Dia juga menggosok-gosok tangannya sendiri sementara kedua tangannya meneteskan air di kedua sisi. Rambut alisnya menitikkan air hujan di pojok alis mengalir sampai ke pipinya. Bibirnya juga berwarna ungu membuat wajah lesunya terlihat meyakinkan.

Gajah Mada mungkin tahu, kalau ia telah membuat Sekar khawatir. Juga tahu, kalau mungkin Sekar akan menceramahinya panjang lebar karena pulang telat. Untuk itulah, berakting nelangsa di depannya akan lebih menguntungkan.

Tubuh Gajah Mada memang basah, tapi dia sama sekali tidak kedinginan.

Sepanjang jalan pulang, gerimis menyapu mereka yang berkendara dengan kuda.

Para bawahannya menawarkan untuk berteduh atau mengambil kereta, tapi Gajah Mada menolak. Hanya rintik air kecil, apa yang perlu di takuti?

Jarak kedua tempat jauh, walaupun itu gerimis manis sekalipun akan tetap basah karena menerjangnya sedikit lama.

Sekar menarik tangan Gajah Mada dan memeriksa suhunya.

Sangat dingin!

Oleh karena itu, Sekar melepaskan raut senang dan melupakan semua amarah yang ingin dia tumpahkan kepada Gajah Mada.

Alih-alih, dia malah menarik Gajah Mada untuk duduk dan mengambil selimut yang sudah terbengkalai dilantai dan menyelimuti Gajah Mada dengannya.

Kecemasannya lebih menggebu sekarang dibanding omong kosong yang ingin ia lontarkan kepada Gajah Mada.

Sekar memeriksa suhu tubuh Gajah Mada. Tangannya terangkat dan mendarat tepat di dahi Gajah Mada dengan mulus.

Tidak panas.

Lalu tangan Sekar turun ke pipi Gajah Mada.

Tidak panas.

Ia menurunkan tangannya lagi ke leher Gajah Mada. Biasanya, bagian itu yang paling kentara saat seseorang demam.

Tidak panas juga.

"Tidak panas." Ujar Sekar kepada Gajah Mada.

Gajah Mada bersandar dan menumpukkan beban tubuhnya ke tubuh Sekar. "Bagaimana mungkin tidak panas tapi aku terasa terbakar?" Tanya Gajah Mada.

Sekar mengelus lengan Gajah Mada. Dia ingin mendorong Gajah Mada dan membuatkannya minuman agar dia lebih hangat. Tapi Gajah Mada tak mau menyingkir. Dia sama sekali tidak bergerak.

Kekuatan Sekar kecil. Dengan seluruh kekuatannya yang lemah itu, dia bahkan tidak bisa membuat Gajah Mada bergerak sedikitpun.

Gajah Mada tetap dalam posisi yang sama. Sedikit menahan berat tubuhnya agar tidak terlalu menggencet Sekar. Kasihan dia, badannya yang kecil tidak mungkin kuat menahan berat tubuhnya yang dua kalilipat lebih besar.

"Kalau susah tahu seperti itu, Kang Mas masih mau berkeliaran di bawah hujan? Aku sudah mengatakannya tadi, kalau tidak usah pergi, Tapi Kang Mas malah ngeyel. Kalau sudah seperti ini, bukankah merugikan diri Kang Mas sendiri? Bagaimana masalah di sana? Apa mereka merepotkan Kang Mas?" Tanya Sekar.

Setelah menahan kecemasannya, akhirnya Sekar tidak kuat dan berakhir mengeluarkan semua unek-uneknya yang sedari tadi di pendam.

Walau begitu, tangannya masih sibuk mengelus lengan dan punggung Gajah Mada. Sesekali menyingkirkan rambut yang menggantung meneteskan air ke wajahnya

Tatapan matanya juga tidak menyeramkan. Tapi menatap Gajah Mada dengan kelembutan tiada tara dengan kecemasan yang menggunung disana.

Tidak bisa di pungkiri, Gajah Mada terpikat dengan raut ini. Bukannya takut atau merasa gentar, dia tersenyum bodoh dengan kedua bibir mengembang sendiri.

"Kenapa senyum? Apa itu lucu?" Tanya Sekar tak mengerti.

Gajah Mada tersadar dari lamunannya saat Sekar mengatakan ini. Dia segera menggeleng keras dan menjelaskan. "Tidak.. Aku hanya bahagia kau mencemaskanku." Kata Gajah Mada menanggapi pertanyaan Sekar.

Sekar menyergit. "Bahagia? Jadi Kang Mas bahagia melihat aku tersiksa saat mencemaskanmu? Aku sedang cemas tapi malah Kang Mas bahagia? Lalu apakah Kang Mas ingin melakukannya lagi agar engkau lebih bahagia?" Sekar tak suka.

Mendengar jawaban mengerikan yang tak ia duga itu, Gajah Mada terkejut. Bukan itu maksudnya, tapi kenapa Sekar mengambil konteks dengan maksud yang berbeda.

Kata-katanya bukan kata-kata yang ambigu. Setiap orang tahu kalau yang ia katakan adalah kata yang positif. Tapi kenapa saat masuk ke otak dan di keluarkan mulut Sekar, itu menjadi konteks yang negatif?

"Bukan itu maksudku..." Gajah Mada putus asa.

Sekar membenarkan selimut Gajah Mada yang turun. Dia dengan raut wajah menyerahnya berkata, "Sudahlah! Lebih baik Kang Mas mandi agar kau tidak kedinginan. Air hujan sangat buruk bagi tubuh. Lebih cepat mandi lebih baik. Aku akan menyiapkan makanan dan minuman hangat agar tubuh Kang Mas hangat." Ujarnya.

Gajah Mada mengangguk. Dia berdiri dan ingin beranjak ke kamar mandi, tapi sebelum itu, dia menyempatkan dirinya untuk mencium bibir Sekar dengan cepat.

0_0 : Sekar

***
2 Februari 2023
Uploadnya lamaan soalnya mau off panjang

GAJAH MADA ; Megat RosoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang