63. Pencerahan

561 106 2
                                    

Pagi buta sekali, Sekar bangun dan lagi-lagi merasa dingin di sekujur tubuhnya. Tempat di sebelahnya juga dingin. Tidak ada kehangatan dari tubuh yang biasanya berbaring di sebelahnya.

Matahari belum muncul. Petang membuat ruangan gelap sehingga Sekar tetap dalam posisinya dan merasa malas untuk bangun.

Lama ia menunggu, sampai fajar mengintip ke kamarnya. Wajah Sekar mulai terlihat. Jejak air mata yang mengering hilang. Hanya ada pandangan mata penuh keputusaan. Sekar terlihat seperti boneka. Yang mungkin terlihat mengerikan karena bisa bergerak.

Tapi hari ini ia tidak boleh hanya melamun dan memikirkan hal yang sia-sia. Sesuatu hal tidak akan terjadi jika hanya dipikirkan tanpa di lakukan. Ia harus bergerak.

Pagi dengan semangat yang agak terbakar sedikit, ia lebih berwarna pada siang harinya. Ia ingin, orang-orang tidak tahu apa yang terjadi padanya dan hanya bersikap seolah ia menjalani hari normal.

Sekar punya firasat baik hari ini. Mata kirinya berkedut. Kata orang, itu pertanda baik. Sekar tidak akan menyangkal. Jika benar, ia bersyukur. Jika salah, itu hanya sebuah 'katanya' yang berarti hanya kepercayaan semata. Tidak apa-apa.

"Sebenarnya aku sudah mencarinya di sana sebelumnya. Tapi karena aku hanya melihatnya sepintas, aku tidak yakin seratus persen." Ucap Sekar kepada Karti.

Saat ini, mereka tengah dalam perjalanan ke lapangan pelatihan. Mencari sebuah keberuntungan, barangkali Gajah Mada ada di sana.

"Kenapa njenengan tidak meminta ditemani saya?" Karti bekata dengan alis menyergit. Ia pelayan Sekar. Hampir tiap hari ia bersama Sekar. Tapi ia tidak melihat Sekar datang ke sana. Kapan itu?

Sekar mengabaikan nada tidak suka Karti. Ia menjawab, "Saat itu kau pulang karena ibumu sakit. Lagi pula, aku hanya sebentar saja." Katanya.

Ah.. Ya. Karti lupa. Ia pernah pulang karena ibunya demam dan tidak ada yang menjaganya dirumah. Sekar bukan orang yang harus di temani kesana kemari. Jadi, ia mengijinkan Karti pulang untuk merawat ibunya.

Jadi saat itu Sekar mencari Gajah Mada seorang diri. Ia belum tahu masalah ini saat itu. Hari pertama Gajah Mada menghilang. Karti sedikit merasa bersalah.

"Benar. Terimakasih ndoro, ibu saya sekarang sudah pulih." Karti berkata dengan tulus.

Sekar mengangguk dan tersenyum. Kemudian, pandangannya hanya memandang jalanan yang sudah ia hafal. Karti tidak pernah menyangka kalau di wajah itu, akan ada masalah yang sedang di hadapinya. Sekar terlihat cerah saat ini. Ia seperti biasanya. Jauh dari kata putus asa seperti kemarin.

Karti tersenyum. Ia kagum kepada Sekar. Ia sangat menjaga martabat dan masalah rumah tangganya. Padahal Karti adalah pelayannya, tapi ia baru tahu masalah ini kemarin. Itu membuktikan bahwa Sekar bukanlah perempuan yang dengan senang hati mengumbar masalah pribadi dan rumah tangganya. Bukannya malah membeberkan masalah mereka dan menyebar aib pasangannya sendiri di hadapan banyak orang seperti yang dilakukan orang-orang.

Kaki Sekar berhenti. Tangannya meremas jarik di sisinya saat matanya memandang ke sekeliling. Dari barat hingga timur, ia tidak ingin ada yang terlewat. Ia berkata, "Lihat dengan seksama!" Kepada Karti.

Karti mengangguk. "Ya, Ndoro." Jawabnya menanggapi perintah Sekar.

Mungkin karena Sekar sudah sering datang dan ia bukan orang baru lagi, wanita-wanita di tepi lapangan sudah tidak meliriknya seperti saat pertama kali melihatnya. Pandangan mereka tidak terlalu ramah, tapi masih sedap di pandang mata. Mungkin bagi mereka, Gajah Mada selamat karena ia telah banyak mendukung Majapahit. Tapi jangan harap istrinya lolos dari pandangan menyelidik dan menindas.

Ha! Ha!! Lagi pula, Sekar tidak pernah memperdulikan mereka. Apapun yang mereka lakukan tidak akan berpengaruh terhadapnya. Entah mereka baik, buruk, jelek, atau bahkan merendahkannya. Selama tidak mereka lakukan langsung di depannya.

Karti melirik Sekar di sebelahnya. Ia sudah meminta dengan cermat. Tidak ada Gajah Mada disini. Tapi melihat Sekar yang masih mencari-cari keberadaan Gajah Mada, Karti urung untuk mengatakannya.

Mata Sekar terkulai lemas. Ia tidak melihat Gajah Mada dimanapun. Ia melirik Karti yang juga tengah meliriknya. Tersenyum lurus. Menjelaskan kalau ia tidak apa-apa.

Melihat ke kanan dan ke kiri, Sekar buru-buru membawa Karti pergi dari sana. Jangan sampai orang-orang menyadari kalau tidak ada Gajah Mada disini dan malah mempertanyakan keberadaannya.

"Ayo kita pergi," Sekar berkata.

"Baik," Tanggap Karti.

Untuk kesekian kalinya Sekar merasa kecewa. Sekarang, ia hanya bisa tersenyum kecut. Menyadari kalau ia semakin dungu setiap harinya. Gajah Mada menghindarinya. Kenapa ia repot-repot mencarinya?

Ingin mencari pencerahan, Sekar memilih memutar arah menuju ke rumahnya. Karena pemutaran arah itu, mereka harus melewati dapur umum untuk para prajurit yang sedang latihan.

Dan karena ketidak sengajaan ini, tebak! Apa yang Sekar temukan?

Ketidaksengajaan ini membuat Sekar mengetahui hal yang sangat tidak disangkanya.

Dua orang yang sedang menjemur daging kering saling berjongkok dan meratakan daging agar kering merata. Di posisi ini, mereka membelakangi Sekar dan Karti yang berjalan lambat.

"Orang-orang itu selalu mengeluh kalau jatah makanan mereka tidak enak. Mereka pikir mereka siapa?"

"Aku juga sangat kesal. Kalau saja aku bisa menyumpal mulut mereka dengan sandalku ini."

"Ya, aku juga sangat ingin!"

Sekar memandang Karti di sebelahnya. Tersenyum miring dan membungkam mulutnya agar tidak bersuara. Apa yang mereka bicarakan. Jatah makanan para prajurit memang tidak enak. Itu sebabnya para istri lebih memilih mengirim makanan sendiri. Kenapa mereka malah marah-marah seperti ini? Jangan bilang mereka hanya bisa bicara di belakang dan takut di depan para prajurit. Tidak elite!

"Bukankah kita hanya masak dengan bahan yang di sediakan? Bagaimana kita bisa membuat makanan yang enak kalau bahannya saja buruk. Mereka bodoh sekali tidak tahu bahwa mereka tidak pernah di pedulikan oleh kerajaan.
Kau ingat bukan, waktu itu kita masak di dapur kerajaan saat Raja dari kerajaan Taring datang? Bahannya sangat bagus. Dan hasilnya pun juga bagus."

Ucapan ini membuat tawa Sekar terhenti. Ia menatap tajam ke arah orang yang berkata. Merasa seperti mimpi, ia sangat terkejut dengan apa yang dikatakannya.

"Benar. Rasanya aku ingin sekali bekerja tetap di dapur kerajaan."

Bahkan ucapan-ucapan lainya yang mereka ucapkan tidak masuk ke otak Sekar. Kini pikirannya sibuk dengan kata-kata yang mengatakan bahwa ayahnya telah datang ke kerajaan ini.

Kalian dengar?

AYAHNYA DATANG KE KERAJAAN INI!

Bagaimana bisa? Kapan? Ayahnya? Kerajaan ini?

Tidak.. Kalau benar ayahnya datang ke kerajaan ini, pasti ia adalah orang yang pertama mengetahuinya. Karena itu ayahnya. Tapi jika ayahnya datang ke sini dan ia tidak tahu.. Situasi macam apa ini!

***
10 Agustus 2022

GAJAH MADA ; Megat RosoWhere stories live. Discover now