22. Sri Sirat Kekagungan

786 143 3
                                    

"Sarah!"

Orang yang dipanggil Sarah menempelkan telunjuknya ke mulut. Dengan raut wajah terusik ia berkata, "hust! Diam!" Tatapannya mendelik. Mengisyaratkan kalau ia sedikit marah.

Si pria membuat 'oh' lebar dan ikut mengintip di samping Sarah "Apa ada yang kau targetkan?" Ia memegang pundak Sarah dan mengarahkan kepalanya ke samping.

Sarah mengangguk lalu menunjuk sekar yang tertawa senang sambil melihat seorang penjual yang sedang membungkus makanannya.

Dari yang Sarah perhatikan, ia membeli banyak sekali makanan ringan. Mulai dari getuk, cenil, tape, dan yang lainya yang ia tidak ingat.

Bajunya dibuat dengan kain Sutra, tidak ada perhiasaan yang mencolok dan sikap manja yang berlebihan. Langkah kakinya halus namun tegas. Tidak terburu-buru seperti orang-orang rendahan sepertinya.

Seorang remaja mengikuti dibelakangnya. Tersenyum setiap kali ia berbicara, dan bersikap sopan seperti wanita pada umumnya.Tidak jelas dia adalah adik, teman, atau pelayannya.

Kasta si remaja bisa dilihat dari pakaian dan sikapnya, tentu dia bukanlah seorang adik.

Ia juga bukan pelayannya. Mereka akrab, tidak mungkin seorang pelayan bisa seperti itu dengan majikannya.

Teman? Apakah dua teman akan berdiri di depan dan belakang? Kasta mereka berbeda, jadi mungkin itu alasannya selalu ada posisi depan dan belakang bagi mereka. Pagar pembatas juga terasa walau keakraban mereka terbilang jauh.

Sarah tersenyum. Itulah alasannya seorang teman harus berada di dalam kasta yang sama. Ditindas seseorang secara langsung lebih baik dari pada ditindas dengan cara halus.

Setidaknya, mereka tahu kalau mereka sedang ditindas. Bukannya itu tidak menyedihkan, tapi tidak semenyedihkan ditindas dengan senyuman, lalu dijatuhkan tanpa kita sadar.

Jadi, si kaya ini adalah seorang perempuan kaya yang hanya kaya? Cukup kaya untuk disebut kaya? Itu bagus! Tidak akan terlalu beresiko untuknya. Tidak akan ada orang-orang suruhan yang mencarinya karena telah berani merampok seorang anak petinggi yang manja.

"Kau benar-benar akan menargetkannya? Bagaimana jika dia dari keluarga yang berkuasa? Sikapnya terlihat seperti seorang ningrat sejati." Ujar pria di belakangnya.

Sarah menggerakkan bahunya. Ia menampik tangan yang ada di bahu, sementara kepalanya menoleh ke si pria.

"Tidak ada seorang ningrat tinggi datang ke pasar ini." Bibirnya bergerak ke kanan dan kekiri dengan jelas. Matanya menyipit membenamkan bola mata hitamnya. Karena kepalanya yang menoleh kebelakang, ia tidak melihat Sekar yang mulai berpindah tempat.

Si pria menanggapi, "Tidak ada yang tidak mungkin. Lebih baik kau mencuri ke penjual saja. Mereka tidak akan melawan. Tidak terlalu berisiko juga." Suara si pria mengecil saat mengucapkan itu. Khawatir kalau para penjual di sekitarnya mendengar itu. Ia tidak ingin dipukuli masa.

"Kau gila? Mereka penjual tetap disini, bisa-bisa wajahku akan menjadi daftar hitam di pasar ini." Sarah tak habis pikir dengan teman idiotnya ini. Saran yang ia berikan selalu saja membuatnya emosi.

"Aku hanya mengingatkan," Si pria menjawab dengan mulut mencebik. Ia lalu kembali menatap Sekar yang sudah berpindah tempat. Karena tidak terlalu sesak, ia melihat dengan seorang lelaki yang ia kenal mendekati Sekar. Melihat kanan kiri, berpura-pura menjadi pejalan kaki dan melancarkan aksinya.

Ia tersenyum senang sebelum berkata, "Tapi kau terlambat,"

Sarah menoleh, melihat Sekar yang sudah berpindah posisi, ia terkejut karena hampir kehilangan target. Tapi keterkejutannya hilang berganti amarah saat melihat apa yang dilakukan seorang pria di dekat Sekar.

"Berani-beraninya Raka mencuri targetku!"

Setelah kalimat terakhirnya selesai, remaja yang ada di belakang si kaya berteriak. Mengejar pencuri sampai ia terjatuh. Lucunya, si kaya malah diam saja tanpa ikut mengejar ataupun sekedar panik. Dengan santai, ia membantu si remaja berdiri.

Sarah mengejar laki-laki bernama Raka. Teman satu profesinya yang terbilang mahir untuk pekerjaan ini.

Tapi semahir-mahirnya ia, kecepatan larinya akan kalah darinya yang memang lebih cepat. Dengan sigap, Sarah menarik kantong koin yang di pegang Raka.

"Ini milikku!"

Merasa mengenal suara itu, si pencuri membalikkan badannya. "Oh?"

"Ini milikku, kau mencuri targetku!" Katanya lagi mencoba bersabar.

"Aku tidak melihat kau mengambilnya. Kapan ini menjadi milikmu?" Katanya meremehkan. Senyumnya miring, tapi matanya halus saat menatap.

"Tapi aku yang menargetkannya pertama kali!" Ia tetap ngotot. Menyisingkan rambut yang ada didahinya.

Si pria melambai. Tersenyum seakan ini adalah barang remeh untuk diperdebatkan. "Baiklah, baiklah.. Kau bisa mengambilnya. Aku terlalu kasihan kepadamu." Melepaskan genggamannya dari kantong koin, ia pergi begitu saja setelah melirik kebelakang.

Sarah tersenyum. Ia juga jengkel dengan ucapan menghina itu, tapi rasa senangnya mengalahkan rasa jengkel dan membuatnya senyum mengalir seperti air.

Seseorang menepuk bahunya. Nafas terengah-engah menyertai orang itu kala ia mengucapkan. "Terimakasih Ni Mas. Tanpamu, kami akan kehilangan uang kami." Ucap Karti.

Setelah Sarah membalikkan badannya spontan lalu ia cemberut. Karti tersenyum manis. Tangannya tanpa sadar mengambil kantong koin di tangan Sarah. Badannya yang dipapah Sekar melepaskan diri. Mencoba berdiri walau kakinya harus menekuk satu. Karena salah satu kakinya terluka, ia tidak bisa meluruskan salah satu kakinya untuk berdiri. Ia menekuknya sedikit.

Wajah Sarah yang terkejut dan marah seperti seorang pencuri yang tertangkap tidak tertangkap oleh mata Karti yang polos. Ia hanya tersenyum sebagai tanda terimakasihnya.

"Kakimu terluka sedikit parah. Bisakah kau berjalan?" Sekar bertanya membuat dua orang itu tersadar dan menatapnya.

Karti tidak menjawab. Ia hanya menundukkan wajahnya dan melihat lukanya dengan pandangan sedih. Sedangkan Sarah bersiap pergi dari dua orang asing ini, sebuah suara menghentikannya.

"Kau punya rumah?" Tanya Sekar yang ditujukan untuk Sarah.

Sarah yang terkejut dengan pertanyaannya tercengang, "Tentu saja aku punya!"

Lalu jawaban Sekar membuatnya lebih tercengang lagi. Dengan raut wajah santai tanpa emosi, dia menjawab, "Bawa kami ke rumahmu, ia butuh istirahat."

"Apa!" Sarah ingin tertawa rasanya saat mendengar apa yang Sekar Sekar katakan. Membawa mereka kerumahnya? Untuk apa? Apa hubungan mereka?

Dan ucapan Sekar selanjutnya membuat hatinya seakan tersambar petir. Ia mengancamnya dengan berkata, "Dimana rumahmu? Kau tidak ingin aku meneriakimu pencuri bukan?"

"Pencuri?" Bukan hanya Sarah yang terkejut dengan ucapan Sekar, Karti pun sama terkejutnya. Ia melotot tidak percaya dengan apa yang Sekar katakan.

Sekar memutar matanya malas. Jelas ia tahu perempuan didepannya ini adalah pencuri.

Lihatlah ia. Dengan menjadi seorang wanita, ia bisa membuat seorang pencuri yang seharusnya bisa menyingkirkannya dengan mudah memberikan barang curiannya secara sukarela tanpa berdebat atau tarik-menarik hebat. Ada percakapan kecil diantara mereka. Tapi itu lebih seperti seorang teman yang sedang berbincang. Ia harus menjadi buta jika ia tidak langsung tahu siapa perempuan ini.

***
18 Maret 2022

GAJAH MADA ; Megat RosoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang