44. Piwarah

857 133 19
                                    

"Ndoro niku ngilangan nggih,"

(Ndoro itu ngilangan ya,)

Sekar menaikkan alisnya tinggi. Dengan tangan yang masih menyusuri makanan yang Karti bawa.

Setelah mengetahui selera Sekar sama sekali tidak cocok dengan makanan-makanan yang ada disini, Karti akhirnya menebalkan wajahnya dengan menimbrung dapur kerajaan dan membuat makanan Sekar sendiri. Tidak hanya makanan Sekar saja sebenarnya. Tapi juga makanannya sendiri. Karena jujur, ia juga tidak cocok dengan makanan yang di buat kerajaan ini. Sayangnya, ia tidak cukup mampu berkomentar tentang makanan. Lain halnya dengan Sekar. Kepuasannya sangat berarti. Ia sudah berjanji untuk mengabdi dengan Gajah Mada dan Sekar. Jadi ia tidak akan mengecewakan.

Sekar sendiri tentu tidak keberatan. Bukan ia yang repot. Itu adalah Karti yang sebenarnya sangat bersemangat untuk memasakkannya. Ia sudah menolak, dan tentu ia tidak sungguh-sungguh dalam menolak tawaran bagus itu. Tapi Karti memaksa. Sekar tidak punya pilihan. Itu jugalah yang ia inginkan.

"Maksudmu?"

Karti menelan makanan yang bertumpuk di mulutnya. Ia tersenyum sebelum menjawab, "Saat penyerangan itu, Ndoro hilang entah kemana. Lalu saat jamuanpun Ndoro juga hilang. Dan baru saya sadari, kalau Ndoro memang sering menghilang. Untung saja saya bersama pelayan lain. Jika tidak, siapa yang harus saya ikuti?" Karti menundukkan wajahnya lesu.

Memang benar Sekar sering menghilang. Sekar jadi kasihan kepada Karti. Ia memang kerap kali pergi meninggalkannya tiba-tiba. Ini gara-gara Gajah Mada. Jika saja ia tidak bersama Gajah Mada, ia tidak akan meninggalkan Karti.

Bercerita tentang ini, Sekar jadi teringat tentang malam itu. Dimana ia akhirnya mencari Karti dan tidur dengannya. Ia berhenti jalan-jalan saat malam hari. Itu juga karena Dwi Prapaja yang mengeluh punya banyak kerjaan sehingga ia terpaksa memikirkan dimana ia akan tidur. Untung saja, waktu itu seluruh pelayan sudah tidur sehingga tidak ada yang melihatnya masuk ke kamar mereka.

Karti sedikit mengerti keadaan Sekar dan Gajah Mada. Ia sangat pengertian dan tidak menanyakan apapun. Ia bahkan tidak menduga-duga dalam pikirannya. Membuatnya menjadi pelayan dengan otak robot yang tidak pernah ikut campur dalam masalah keluarga majikannya.

"Maaf." Ucap Sekar.

Karti mendongakkan wajahnya dan menggeleng brutal. Ia terkejut dengan Sekar yang meminta maaf tiba-tiba. Bukankah Sekar ini keras kepala? "Tidak, tidak. Saya tidak bermaksud seperti itu. Saya hanya.. Hanya.." Ucapan Karti terputus. Rambutnya yang di ikat menjadi sedikit berantakan saat tangannya menggaruknya. Ia sedang dalam posisi bingung bagaimana cara menjelaskan.

"Hanya mengatakan yang sebenarnya?" Sekar menggoda.

Karti tambah menggeleng besar. Ia melotot dan berkata dengan keras, "Tidak! Benar-benar bukan itu maksud saya."

Sekar tertawa kencang. Melihat tingkah Karti yang menggemaskan. Setiap kali Sekar bercanda seperti itu, Karti selalu masuk dalam jebakannya.  Ia selalu takut Sekar marah. Padahal hanya hal-hal sepele yang seharusnya semua orangpun tahu kalau Sekar tidak akan mempermasalahkannya. Tapi tidak dengan Karti. Ia terlalu polos untuk itu. Mungkin selama ini mereka belum sedekat itu sampai Karti masih terlalu takut atau senggan terhadapnya.

Tapi itu bagus. Terlalu dekat membuat Sekar tidak mempunyai wewenang. Terlalu jauh malah membuat mereka tidak punya komunikasi yang sangat perlu untuk dua orang yang selalu bertemu. Seperti ini lebih baik untuk mereka. Sekar bukannya ingin di hormati. Tapi ada kalanya seseorang harus punya wewenang dan kharismanya sendiri, bahkan untuk orang terdekat.

Contohnya ayahnya. Walau ia dekat dengan ayahnya, ayahnya selalu membatasinya dalam bersikap kepada beliau. Ia bilang, "Orang yang tidak punya batasan adalah orang yang hancur hidupnya. Etika perlu, untuk mendisiplinkan diri. Hukum perlu, untuk merapikan masyarakat. Dan agama perlu, untuk membersihkan diri. Semua peraturan di dunia itu berguna. Dan dilakukan atau tidaknya, akibatnya akan dirasakan setelahnya." Begitulah kira-kira yang beliau ucapkan.

Dan itu membuat Sekar lebih baik. Dengan pemahaman itu, ia dapat menghormati ayah dan ibunya dengan sepenuh hati.

Dan jika kalian membandingkan, lihatlah keluarga yang tidak mempunyai batasan. Apa kepala keluarga menjadi kepala di rumah mereka? Apa seorang ibu menjadi sosok yang dihormati? Apa anak adalah orang yang mendengarkan? Atau malah sebaliknya.

Mereka yang tidak punya batasan dalam keluarga mungkin kacau dalam interaksi keluarga. Sang ayah menjadi pendengar. Sang ibu menjadi budak. Dan dengan itu, sang anak berkuasa.

Sekar selalu menerapkan pemahaman itu sampai sekarang. Walau ia selalu melakukan apapun sesuai keinginannya, tidak pernah ia melewati batas kepada orang tuanya, dan orang-orang yang memang harus ia hormati. Jika memang mereka benar. Kecuali, satu hubungan yang tidak ia terapkan pemahaman itu. Yaitu hubungannya dengan Gajah Mada.

Sekar tersenyum kecil. Walau ia masih sungkan dan tidak merasa bebas di hadapan Gajah Mada, sebenarnya kelakuannya selama ini termasuk melewati batas kepada Gajah Mada. Sekar jadi sedikit merasa bersalah. Hanya sedikit. Karena saat memikirkan Gajah Mada, ia jadi kesal karena kejadian kemarin.

Karti tersadar bahwa Sekar hanya sedang menggodanya saat Sekar menertawakannya. Karti malu dan tersipu. Bagaimana bisa terlihat bodoh seperti itu?

"Sekar!"

Panggilan itu membuat dua orang yang sedang membersihkan tangan dari makanan itu terhenti. Mereka berdua berbalik. Mendapati Gajah Mada yang berdiri dengan gagah menghadap mereka. Tepatnya ke arah Sekar.

"Kang Mas?" Sekar mempercepat mencuci tangannya. Ia segera mendekat ke arah dimana Gajah Mada berdiri.

"Kenapa di sini?" Tanyanya lagi.

Mata Gajah Mada melihat dari sudut ke sudut ruangan. Meneliti ruangan kecil tempat para pelayan beristirahat. Walau itu tempat pelayan, tidak ada seorangpun pelayan disana kecuali Karti. Gajah Mada mendengus. Lama ia mencari Sekar, ternyata ia berada di tempat seperti ini?

"Aku akan membawamu berjalan-jalan." Kata Gajah Mada memandang langsung ke mata Sekar.

"Jalan-jalan?" Sekar bertanya bingung. Alisnya mengkerut bengkok. Gigi miji timunnya terlihat menyembul saat ia membuka mulutnya.

"Ayo!" Tanpa menjawab pertanyaan Sekar, Gajah Mada menarik tangannya membuat Sekar sedikit oleng sesaat.

Sekar menoleh ke arah Karti dimana Karti sedang menunduk dalam menghormati kepergian Gajah Mada. Lalu ke wajah Gajah Mada yang hanya terlihat dagu dan sedikit tulang rahangnya.

"Ada apa dengan orang ini?"

"Jalan-jalan?" Sekar kembali bertanya.

Gajah Mada tidak menghentikan langkahnya ataupun menoleh. Ia menjawab, "Bukankah kau jarang melihat pemandangan pegunungan?"

Sekar mengangguk walau Gajah Mada tidak mungkin melihatnya. Pemandangan yang ia lihat terakhir kali sangat cantik. Tapi berakhir mengenaskan karena ia di tinggalkan seorang diri. Semoga saja kali ini tidak akan ada kejadian yang membuatnya mengenangnya sebagai mimpi buruk.

Sekar mengangkat wajahnya. Memandang Gajah Mada. Lalu tersenyum.

Tapi tidak bisa ia pungkiri, kalau Gajah Mada terlihat keren saat menjemputnya malam hari itu.

***
Yok yang mau donasi anak pengangguran bisa banget ke gue ya..
Chat aja buat nanyain nomer hp, terus isi pulsa deh. Hahaha

***
10 Juni 2022

GAJAH MADA ; Megat RosoWhere stories live. Discover now