98. Persiapan Empat Bulan

438 52 2
                                    

Akhirnya setelah beberapa hari berlalu, upacara empat bulanan akan resmi di gelar.

Besok, adalah hari besar empat bulanan Sekar. Sekar tidak tahu apa yang dimaksud upacara syukuran empat bulanan. Dari yang dia tahu, itu hanya sebatas syukuran dengan beberapa makanan yang wajib di hidangkan. Seperti bubur, sayuran rebus, labu, sambal kelapa, dan satu gentong kecil belut yang masih hidup.

Tapi ternyata yang dimaksud upacara empat bulanan disini tidak sesederhana yang seperti Sekar pikirkan.

"Kenapa harus di halaman?" Tanya Sekar kepada Karti.

"Loh.. Loh.. Loh.. Nanti kalau di aula, bagaimana orang-orang akan masuk, ndoro? Tidak akan muat." Karti menggoyangkan jari telunjuknya. Menunjukkan gestur tidak pada Sekar.

"Apa sebanyak itu yang akan datang?" Tanya Sekar bingung.

Karti di sisi lain menaikkan alisnya. Dagu yang terangkat melihat persiapan yang sedang dilakukan ia tarik dengan lancang. "Tentu saja, ndoro!" Katanya semangat. "Ini bukan hanya acara empat bulanan biasa. Ini adalah upacara meminta berkah, dan pesta jamuan bagi para rakyat." Ucapnya.

"Woah..." Sekar terperangah dengan sendirinya. "Sebesar itu?" Lirihnya.

"Betul!" Karti mengangguk mengiyakan.

Tentu ini bukan acara biasa. Ini adalah empat bulanan anak Yang Mulia Gajah Mada. Bagaimana bisa di buat biasa?

Yah.. Bukannya ini paling fenomenal hingga mencapai taraf tak wajar. Dulu, bahkan saat empat bulanan Raden Ajeng Kusuma, suasana lebih meriah dan lebih mewah dari ini.

Tiga hari jamuan dilaksanakan di luar upacara empat bulanan. Sebagai puji syukur, Raja Hayam Wuruk benar-benar membuat pesta bagi semua orang. Makanan tersaji dengan umbar-umbaran. Daging dimana-mana, orang-orang tidak perlu khawatir lagi dengan masakan dirumah mereka.

Kecuali mereka yang berada dalam jarak jauh dari istana, tentu tidak terlalu mendapat manfaat baik ini.

Tapi yang lebih mengagumkan, bahkan mereka yang jauh dari istana mendapat makanan yang di bagikan ke seluruh wilayah Majapahit. Benar-benar sebuah kemewahan yang sebenarnya.

Karti bahkan tidak bisa membayangkan, sebanyak apa sebenarnya kekayaan Majapahit?

Majapahit memang kaya. Wilayahnya luas. Menduduki tatanan tertinggi di puncak piramida. Lalu, apakah ini benar-benar mencerminkan betapa jaya dan makmurnya Majapahit?

Karti berdecak dalam hati. Dia sangat bersyukur bisa hidup di kerajaan ini. Setidaknya, walau ia pontang-panting mencari nafkah, dia masih bisa hidup dengan layak dan nyaman. Bahkan di saat posisinya sendiri hanya seorang pelayan.

Entah di luar sana, Karti yakin, bahwa masih banyak orang yang tidak seberuntung dia. Dia pernah mendengarnya, bahwa ada beberapa wilayah yang memperlakukan pelayannya lebih buruk dari seorang budak.

"Eh..?" Karti menaikkan alisnya. Ia memperhatikan seseorang di sebrang sana yang sedang sibuk menata piring.

"Ada apa?" Tanya Sekar mengarahkan pandangannya ke arah Karti melihat.

"Lihat ndoro!" Karti menunjuk seorang gadis dengan bergelung dan berpakaian sama sepertinya. Dia lebih tua, dan sedikit lebih pendek dari padanya.

Karti berkata dengan nada tak suka, "Bukankah dia pelayan yang pernah Mahapatih Gajah Mada usir?" Tanya Karti.

Sekar memperhatikan seorang gadis yang Karti tunjuk. Otak kecilnya mencoba mengingatnya, hanya beberapa memori kecil yang dia ingat.  Gadis itu adalah pelayan pertamanya saat dia datang ke Majapahit. Kalau tidak salah, namanya Suryati.

Dalam ingatan Sekar, dia adalah gadis yang penurut dan kalem. Hanya saja pandangan dan sikapnya sedikit tidak menyenangkan. Tapi kali ini, dia terlihat seperti gadis-gadis biasa. Tersenyum dan bergaul bersama.

Bukankah Karti pernah mengatakan kalau dia tida cukup akrab dengan orang-orang? Tapi kali ini dia terlihat cukup berbaur dengan yang lain.

"Dia tidak terlihat aneh seperti yang pernah kau katakan." Sekar menoleh ke arah Karti.

Karti mengalihkan perhatiannya ke wajah Sekar. Kemudian mengangkat wajahnya kembali menatap gadis yang menjadi bahan obrolan mereka.

Sekar disampingnya melenggangkan badannya dan berbalik pergi. Dia berkata, "Ayo kita lihat persiapan yang lainya." Katanya.

Karti menatap punggung Sekar. Kemudian, dia mengedikkan bahunya dan mengikuti di belakang Sekar.

Keduanya berkeliling untuk melihat-lihat. Setiap Sekar berhenti dan melihat sesuatu, mereka yang bekerja akan memberikan salam dan menunduk. Lalu berhenti bicara omong kosong dan fokus dengan kerjaan mereka.

Sebenarnya, Karti merupakan bagian dari mereka. Karena peringkat dan status dayangnya yang rendah sebelumnya, seharusnya dia juga datang untuk membantu pekerjaan kelompok seperti ini.

Tapi Sekarang dia sudah mengikuti Sekar. Setelah Sekar dan Gajah Mada menaunginya, maka pekerjaan itu tidak ada hubungannya dengannya. Apalagi sekarang status Gajah Mada yang rumit di tahta Majapahit ini. Tentu dirinya bukan lagi sembarang orang yang bisa diperintah dengan semena-mena oleh orang lain.

Sekar yang tengah memakan sebuah kue yang dia genggam ditanganya, bertanya sambil mengunyahnya. "Apakah ritual inti akan sangat rumit besok?" Tanyanya.

Karti menggeleng. "Tidak. Hanya ritual biasa. Mungkin hanya akan berlangsung beberapa jam saja."

"Lalu?" Tanya Sekar tak mengerti. Jika hanya akan berlangsung beberapa jam, kenapa banyak sekali makanan dan persiapan yang dilakukan? Dia tidak mengerti ini.

"Pertama-tama akan diadakan ritual dulu, setelah itu barulah arak-arakkan gunungan dan pesta pora seluruh orang. Tapi disini, Ndoro hanya perlu berpartisipasi dalam ritual inti saja. Untuk lainya, Ndoro bisa absen untuk itu. Tapi mungkin akan lebih baik untuk tetap di pesta sesaat. Arak-arakkan terlalu melelahkan, jadi hanya akan beberapa orang saja yang mengaraknya." Jawab Karti menanggapi pertanyaan Sekar.

"Kalau begitu bagus! Aku bisa istirahat jika lelah. Dan jika aku ingin kembali dan melihat, aku akan melihatnya." Sekar tersenyum lebar.

Karti mengangguk. Dia juga tersenyum melihat Sekar tersenyum. Senyum itu seakan membuatnya ikut tersalur dengannya.

Tapi dari balik matanya, Karti melihat siulet yang mengangumkan. Dia meliriknya sesaat dan melihat Gajah Mada yang sedang berjalan ke arah mereka.

Karti menghentikan ucapan Sekar yang tidak dia dengar karena beralih fokus ke Gajah Mada. Dia menyela Sekar, "Ndoro! Mahapatih datang menemuimu." Beritahunya.

Sekar menoleh ke belakangnya dimana Gajah Mada dengan Gagah berjalan ke arahnya dengan rambut gondongnya yang berkibar menggelitik hatinya.

Begitu Sekar berbalik, senyum di wajahnya mekar dan menatap Sekar dengan lembut. Ia mempercepat jalannya dengan pongah.

***
15 Feb 2023
Ga bales komen, soanya hotspot

GAJAH MADA ; Megat RosoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang