45. Pamungkas

783 131 23
                                    

Dahulu, ada satu pertanyaan populer di kalangan pemuda di kerajaannya. Sekar masih ingat pertanyaan itu.

"Jika kamu memiliki dua puluh sapi dengan satu kuda yang kamu tunggangi dengan gagah, mana yang akan kamu pamerkan di depan gadis yang kamu sukai?"

Sekar dulu bingung kenapa hampir dari mereka semua menjawab kuda. Bukankah Sapi lebih menggiurkan? Bukankah dua puluh sapi itu bisa lebih berguna dari pada satu kuda.

Satu kuda hanya mampu membawamu pergi dan kembali lagi. Sedangkan dua puluh sapi bisa membuatmu kenyang dalam berbulan-bulan. Aneh bukan jika mereka memilih satu ekor kuda dibanding dua puluh ekor sapi?

Tapi Sekar mengerti sekarang kenapa mereka memilih satu kuda dibanding dua puluh sapi. Itu karena duduk gagah di atas kuda dan melajukannya kencang sambil membawa seorang perempuan yang kamu sukai lebih indah dan keren daripada memakan hal yang sama berbulan-bulan.

Karena keromantisan lebih manis, dari pada perut yang terisi. Berbeda dengan laki-laki. Kepuasaan perempuan dan laki-laki sangat berbanding terbalik. Seperti pepatah menyebutkan, "Jika kamu ingin mengambil hati seorang pria, manjakan perutnya dahulu."

Wanita lebih mengiginkan kelembutan dan keromantisan. Salahkah Sekar? Karena sekarang ia juga begitu. Opininya berasal dari pengalaman dirinya. Itu sebabnya ia mengatakan hal-hal konyol ini.

Seperti sekarang. Sekar yang menikmati angin sepoi-sepoi dengan Gajah Mada yang melajukan nya sangat kencang hingga membuat angin di wajahnya tertiup menabraknya.

Mata Sekar berkedip-kedip menghalau angin yang menerpa. Sedangkan bulu mata dan rambutnya berterbangan seperti bulu burung saat terbang tinggi.

Pohon pinus terlewati dengan cepat. Dua pohon, tiga pohon, lalu berpuluh-puluh dan beratus-ratus pohon yang terlewat. Seakan mereka hanya menonton pohon-pohon yang bergerak. Bukan mereka yang bergerak. Sekar merasa bebas.

Lengan Sekar yang tak tertutupi apa-apa merasa sejuk. Tapi ia tidak kedinginan. Hari sudah mulai siang, namun udara masih sangat pas di tubuhnya.

Bisakah pegunungan memang yang terbaik? Karena bukan hanya disini hutan dengan banyak pohon. Di Majapahit juga banyak hutan. Tapi kenapa aura dan udara mereka berdua sangat berbeda.

Disini sangat segar dan nyaman. Seakan pohon-pohon disini lebih banyak membuat oksigen dari pohon di Majapahit.

"Apakah kamu merasa nyaman?" Gajah Mada bertanya. Tangan yang mengemudikan kuda terlepas satu. Hanya untuk mengelus lengan Sekar yang telanjang.

Sekar merinding. Udara ini bahkan tidak sedingin tangan Gajah Mada yang mengelusnya. Seakan mengalirkan sesuatu, sentuhan Gajah Mada berefek dalam ke tubuh Sekar.

Dengan merinding dan tegang, Sekar menjawab. "Iya.."

Gajah Mada menyadari ketegangan Sekar. Ia tidak mengatakan apapun, tapi tangannya berpindah ke bahunya. Berbisik untuk mengatakan, "Santai. Ini kita disini untuk bersenang-senang." Ujarnya.

Sesuatu dalam diri Sekar membenarkannya. Mereka memang berada disini untuk bersenang-senang. Jadi mengapa ia harus memperhatikan hal-hal kecil yang membuatnya tidak nyaman? Sekar akan menikmati ini dan mengabaikan hal yang tidak perlu.

Perlahan, Sekar mulai santai. Gajah Mada tersenyum di belakangnya. Menatap Sekar seperti anak bebek yang patuh dan patuh. Alangkah baiknya jika dia selalu seperti ini.

Kuda bergerak dengan cepat dan tegas. Langkahnya apik membuat siapapun terpesona kepadanya. Saat kakinya membentur tanah di setiap langkahnya, daun yang ada di tempelkan mulai bergetar dan bergeser. Lalu mulai jatuh satu persatu. Membuat kulit yang sudah sembuh sepenuhnya terlihat.

GAJAH MADA ; Megat RosoTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon