50. Perempuan itu

719 118 9
                                    

Akibat dari penggulingan Wironggo yang singkat itu, mereka juga mendapat berkah dari kerajaan ini. Selain kamar mereka ditingkatkan, mereka juga bebas berkeliaran kesana dan kemari.

Rakyat sudah mendengar tentang penggulingan. Tidak ada bentrok ataupun seruan keras tentang pelengseran. Mereka mungkin peduli, tapi kepedulian mereka sangat kecil di banding rasa egois mereka. Selama mereka bisa makan dengan tenang, kenapa harus memperumit keadaan dengan merecoki tahta yang tidak ada hubungannya dengan mereka? Sesimpel itu pikiran mereka. Siapa yang kuat, mereka yang berkuasa. Hayam Wuruk telah menang telak dengan Wironggo. Itu sudah cukup bagi mereka.

Niat awal kepulangan mereka adalah besok. Tapi entah apa keputusan mereka, karena tidak mungkin meninggalkan kerajaan ini tanpa kejelasan. Jadi, bisa dipastikan bahwa keberadaan mereka di kerajaan ini akan sedikit lebih lama.

"Saya bahkan tidak tahu dengan penyerangan itu. Bagaimana saya tahu keadaan dan perasaan saya saat itu?" Tanggap Karti begitu Sekar menceritakan bagaimana perasaannya selama penyergapan. Dilanjutkan dengan pertanyaan bagaimana perasaan Karti saat itu.

Pertanyaan timbal balik biasa. Tapi Karti benar. Ia tidak berada disana, jadi bagaimana ia bisa tahu apa yang ia rasakan?

Sekar tersenyum kecil. "Ah.. Benar juga." Angguknya.

"Tapi saya hanya merasa terkejut dengan pelengseran ini. Saat pagi-pagi saya ke dapur istana, kepala koki sudah berganti. Beberapa orang menggosipkan tentang pelengseran. Anehnya, mereka tidak merasa terancam apalagi marah. Seakan itu hanyalah gosip kecil yang ada dikerajaan mereka. Saya benar-benar bingung dengan jalan pikiran rakyat disini." Sambil berjalan mengiringi langkah Sekar, Karti menceritakan bagaimana situasi saat ia mengetahui bahwa tahta kerajaan ini berada di tangan Majapahit.

Sekar mengangguk lagi. "Aku juga bingung dengan pemikiran mereka. Selama ini, aku tidak pernah melihat bagaimana orang bisa begitu santai di tengah-tengah kudeta kerajaan mereka sendiri. Aku selalu beranggapan bahwa setiap orang yang kehilangan wajah bagi negara mereka, mereka pasti melakukan bela pati." Ujarnya.

Sekar menerawang langit biru diatas. Sedikit menyipit karena matahari menyilaukan matanya. "Walau kerajaanku juga di bawah Majapahit, kami tidak dalam situasi ini. Wewenang dan pemerintahan kami masih di tangan kami. Selain pernikahanku, semua hubungan kami hanyalah hubungan timbal balik dan politik." Ucap Sekar.

Sekar mengerutkan kening tatkala tidak mendapatkan jawaban dari Karti. Di tengoknya Karti di belakangnya. Karti menaikkan alisnya. Selain bingung harus mengomentari apa, ia juga tidak tahu hal-hal seperti itu, jadi ia tidak menjawab ataupun menanggapi Sekar.

"Begitukah? Saya tidak tahu Ndoro." Jawab Karti akhirnya.

Sekar tidak mengatakan apa-apa, namun langkah kakinya kembali seperti semula. Mereka berjalan dengan ritme yang dangkal. Santai dengan menikmati pemandangan.

Taman kerajaan ini tidak memiliki banyak bunga seperti dataran tempat kerajaan Majapahit ataupun kerajaannya. Namun cukup banyak tumbuhan yang baru dilihat oleh mereka berdua.

Suara tawa di sebrang danau ikan membuat mereka menatap kedepan. Dimana tiga perempuan sedang bercengkrama dengan serunya.

Sekar berhenti sejenak. Mengagumi keindahan yang ia lihat. Mereka sangat cantik. Badan mereka juga ideal. Tapi yang disayangkan, mereka sangat terbuka sehingga seakan makanan yang tanpa penutup, orang-orang bisa melihatnya dengan jelas. Jika seperti itu, siapa yang menjamin makanan itu akan bersih?

Tiga perempuan itu kini berhenti tertawa. Mereka menatap ke arahnya dan ke arah Karti. Menaikkan alisnya dan saling menatap.

Sekar tidak ingin berbasa-basi dengan dengan mereka. Ia menatap Karti mengisyaratkan untuk terus berjalan. Melewati tiga orang itu yang kini masih menatapnya.

Setelah beberapa langkah kedepan, suara salah satu perempuan sampai ke telinganya.

"Dyah.. Panjenengan niki garwaning Mahapatih Gajah Mada bukan?"

(Gadis.. Kamu ini istrinya Mahapatih Gajah Mada bukan?)

Setelah suara itu di dengarnya, Sekar berbalik. Memastikan bahwa dialah yang sedang ditanyai.

Gerakan anggun dan tegas Sekar nampak mencolok diantara wanita-wanita ini. Sekar tersenyum. Menanggapi perempuan yang kelihatan paling dewasa diantara tiga orang itu.

"Benar.." Jawab Sekar sembari tersenyum.

Sekar tidak tahu kenapa. Tapi setelah terkonfirmasi bahwa dia adalah istri Gajah Mada, ada salah satu seorang dari wanita itu menegang. Wajahnya yang cantik tambah putih saat memucat. Bibirnya merapat serta pupil matanya menegang menatapnya.

Tidak ada tindak-tanduk lain dari kedua perempuan lainya selain terkejut. Mereka tersenyum dan menyapa.

"Oh.. Ternyata," Jawabnya.

Sekar kembali tersenyum dengan cantik. Menanggapinya dengan anggukan sesaat.

Mata Sekar kembali ke perempuan yang bisa dikatakan paling cantik diantara mereka. Menilainya dengan seksama. Wajahnya masih pucat, namun ia mencoba tersenyum kepadanya. Ada ketakutan yang menyengat lewat mata teduh dan centilnya.

Setelah meneliti sebentar, Sekar kembali melanjutkan perjalanan yang tertunda. Begitu juga dengan ketiga perempuan tadi yang tidak menatapnya lagi.

Karti mengikuti di belakang. Juga menatap bingung perempuan yang mengubah wajahnya seperti melihat hantu. Ia penasaran, apakah yang dia pikirkan? Apa mungkin ia takut dengan Sekar?

Karti menatap punggung Sekar. Tidak.. Sekar tidak pernah berinteraksi dengan orang lain selama disini. Paling banter, ia akan mengajaknya jalan-jalan seperti ini. Atau saling melempar senyum jika bertemu dengan orang lain. Jadi, tidak mungkin ada orang yang akan bermasalah dengannya.

"Kamu tahu, siapakah orang-orang tadi?" Sekar bertanya.

Karti dibelakangnya terkejut. Ia sampai menghentikan langkah kakinya.

"Dilihat dari penampilan, mungkin saja mereka adalah perempuan dari harem Raja Wironggo." Karti menjawab dengan sebuah kemungkinan.

"Opinimu?" Tanya Sekar.

Karti mengangguk tersenyum. "Ya, saya tidak tahu pasti." Ucapnya.

Sekar mengangguk. Tidak bertanya lagi. Namun, tahu kalau Sekar masih penasaran dengan topik ini, Karti menceritakan hal-hal yang ia ketahui.

"Panjengan tahu kalau harem Raja Wironggo sudah dibubarkan?" Tanya Karti.

Sekar menyergitkan alisnya. Bibirnya membuka menampilkan gigi miji timun khasnya. Saat alisnya merapat, sosoknya bagaikan si ratu yang penasaran.

Sekar menjawab, "Di bubarkan?" Katanya.

Ia melanjutkan kembali langkahnya tampak seperti orang yang tidak peduli. Namun Karti tahu, walau begitu Sekar masih ingin mendengar ceritanya.

Ia kembali melanjutkan, "Benar. Haremnya telah di bubarkan. Beberapa dari mereka di pulangkan, namun masih ada beberapa yang masih disini. Menempati kamar yang mereka pakai. Banyak yang sudah terbiasa tinggal di dalam kerajaan, jadi mereka susah untuk kembali beradaptasi ke rumah mereka. Apalagi mereka yang memang diambil dari keluarga miskin."

Karti mengerucutkan bibirnya. "Tapi saya juga tidak tahu. Karena ada juga mereka yang dari keluarga terpandang, tapi belum kembali ke rumah mereka. Masih disini. Jadi satu-satunya perbedaan dari pembubaran ini adalah tidak adanya lagi persaingan diantara mereka. Mereka tidak lagi rusuh hanya untuk menjadi penghangat kamar tidur raja." Pungkas Karti.

***
3 Juli 2022

GAJAH MADA ; Megat RosoUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum