105.

439 41 7
                                    

Hingga malam menyertai, Gajah Mada masih setia disamping Sekar.

Badannya yang demam panas menjadi dingin seiring berubahnya cuaca. Hanya tangan Gajah Mada saja yang panas menekan telapak tangan Sekar.

Kedua kulit yang berbeda suhu tidak bisa menyatu. Biasanya, salah satu akan mengikuti menjadi satu lainya.

Ketika satu tangan terasa dingin dan yang satu terasa panas, yang lain mungkin akan ikut menjadi panas. Normalnya, tubuh manusia memang menghasilkan panas.

Tapi ketika tubuh Gajah Mada menghasilkan panas, maka tubuh Sekar menghasilkan dingin yang membuat tubuhnya semakin dingin dari waktu-kewaktu.

Surai Sekar tersebar di seluruh ranjang. Gajah Mada menyingkirkannya agar tubuh gajahnya tidak menindih Sekar.

Karti berada di ujung ruangan seperti patung yang mengamati. Dia ingin menemani Sekar, tapi takut mengganggu Gajah Mada. Ingin keluar, tapi khawatir dengan Sekar.

Tabib yang tadi memenuhi ruangan di usir oleh Gajah Mada. Katanya, mereka tidak berguna. Lebih baik mereka keluar dari pada menganggu. Bahkan, jika mereka terus tidak berguna seperti itu, Gajah Mada akan memecat mereka. Seperti itulah yang Gajah Mada katakan. Karti hanya menyalin ucapannya saja.

Pintu ruangan diketuk. Gajah Mada mempersilakan orang diluar masuk, dan Dwi Prapaja masuk dengan langkah kaki lirih. Tangan kirinya terkulai lurus, sedangkan tangan kanannya berada di pinggang. Suatu sikap siaga seorang prajurit.

"Kang mas.. Aku punya sesuatu yang harus ku beritahukan kepadamu." Katanya berdiri di sisi kiri Gajah Mada dan menunggu izin Gajah Mada.

"Katakan!"

Dwi Prapaja melirih Sekar yang terbaring lemah.

Sekar memang tidak membuka matanya. Badannya kaku tidak bergerak. Tapi, tidak ada yang menjamin kalau telinga itu tidak berfungsi. Juga, tidak ada yang akan menjamin bahwa alam bawah Sekar sedang tidak sadar. Beberapa kasus mampu menangkap pergerakan melalui telinga saat mereka pingsan seperti ini.

Dwi Prapaja menjawab, "Bisakah kita bicara di luar?" Tanyanya sopan penuh perhatian.

Gajah Mada meliriknya sebentar sebelum mengangguk setuju. Dia melirik Karti untuk menjaga Sekar sebentar dan meninggalkan ruangan dengan Dwi Prapaja.

Diluar yang Dwi katakan bukan diluar ruangan atau di balik pintu ruangan, Gajah Mada membawanya ke ruangan di samping kamar tidur utama, penyimpanan benda berharga Hayam Wuruk.

"Apa yang ingin kau katakan?" Tanya Gajah Mada memulai pembicaraan.

"Begini Kang Mas, aku telah melihat minuman yang di minum sewaktu pesta saat itu dan tidak ada jejak apapun. Sulit untuk memastikan itu adalah racun, karena tidak ada apapun yang kutemukan. Aku mungkin bukan seorang ahli. Akhirnya aku juga membawanya ke tabib dan dia mengatakan apa yang aku katakan. Tidak ada yang bisa mengetahui atau sekedar menebaknya."

Gajah Mada menyergit mendengar apa yang Dwi Prapaja katakan. Tidak ada jejak? Tidak ada tanda-randa racun? Dan tidak ada perubahan sama sekali dalam minuman yang bisa diidentifikasi?

Saat Gajah Mada menengok terakhir kali ke dalam cangkir, minuman yang harusnya berwarna jernih ke kuningan berubah menjadi putih pekat.

"Minuman itu berwarna putih pekat dan sedikit kuning. Sama sekali berbeda dengan milikku. Dan kau bilang tidak ada jejak?" Tanyanya.

Dwi Prapaja mengangguk.

"Susu memang sengaja ditambahkan di dalam minuman Mbakyu. Karena itulah, jika itu racun kelas bawah, pasti susu bisa sedikit mentralkannya. Jika itu racun mematikan yang umum digunakan, pasti ada sisa-sia zat."

Dwi Prapaja menghentikan ucapannya dan melanjutkan sesaat kemudian. "Maka dari itu, ada satu racun yang kupikir mirip dengan tanda-tanda ini. Tapi...." Dia menngantung ucapannya.

"Apa?!" Tanya  Gajah Mada tak sabar.

"Racun ini tidak pernah masuk ke wilayah kita. Dari beberapa ratus tahun lalu, penyeludupan racun ini telah di musnahkan dan dilarang ketat." Jelas Dwi Prapaja sambil mencari sesuatu dalam ikat pinggangnya.

"Ini dari negri luar?" Tanyaya dengan hati yang berdebar was-was.

"Ya.." Jawab Dwi Prapaja mengiyakan.

"Nama racun itu adalah arsenik. Aku tidak pernah melihat ataupun tahu bagaimna bentuknya. Tapi racun itu adalah racun yang paling mematikan. Racun ini digunakan sebagai senjata untuk membunuh para raja dari dahulu kala. Dari ciri bahwa zat lain tidak terdeteksi di dalam minuman, mungkin.. Bisa jadi itu adalah arsenik."

Dia menyodorkan satu lembar kertas dengan sobekan tak rapi. Kertas itu halus dan rata. Terlihat tidak ada celah dan jelas, itu merupakan kertas impor yang jarang dipakai di kerajaan itu. Kalaupun mereka memakainya, hanya untuk tulisan penting yang tak mungkin disobek.

Di atasnya, ada gambar botol kaca kecil dengan tulisan cina kuno tapi diselingi bahasa jawa. Tulisan besar yang dapat Gajah Mada baca, 'ARSENIK'.

Gajah Mada terkejut dan memandang Dwi Prapaja dengan cepat."Apa maksudnya ini?!"

"Ya, yang ada dalam minuman Mbakyu Sekar kemungkinan besar adalah Arsenik. Aku tidak terlalu tahu racun macam apa itu Arsenik. Jadi, aku tidak terlalu yakin. Aku hanya ingat, guruku pernah mengatakan sesuatu tentang arsenik, dan hanya ini yang aku dapat. Racun yang tidak mudah terdeteksi, yang bisa mudah menyatu dengan minuman. Hanya itu yang ku tahu dari lembaran kertas ini. Untuk efek samping dan apa yang akan terjadi jika orang meminumnya, aku sendiri tidak tahu." Papar Dwi Prapaja panjang lebar.

Dia pernah mendengar gurunya mengatakan sesuatu tentang arsenik. Kembali mengulik tentang apa yang dia pelajari darinya, dia mendapatkan satu lembar di antara buku yang pernah diberikan padanya.

Gajah Mada lemas. Dia terkulai di kursinya dengan tangan diatas dahi. Dia merutuki semua yang bisa ia rutuk, termasuk dirinya sendiri.

Untuk pertama kalinya, Dwi Prapaja melihat mata Gajah Mada berkaca-kaca. Dia tidak marah ataupun terlihat menangis. Tapi kalian pasti tahu betapa beratnya ini baginya saat melihat wajah putus asanya.

"Lalu, bagaimana caraku menyembuhkannya?" Tanyanya meraupkan tangan ke wajahnya.

Dwi Prapaja menggeleng. "Aku sungguh tidak tahu." Katanya.

Mendengar ini, Gajah Mada tambah frustasi di buatnya.

Bukan sekai dua kali firasat tak enak menghampirinya. Bukan niatan mengabaikannya, tapi Gajah Mada tidak ingin terlalu memikirkan buruk yang belum terjadi. Gajah Mada yakin, semuanya akan baik-baik saja.

Bahwa, dia akan dengan hati-hati menjaga Sekar.

Selama ini ia berhasil. Selama ini, ia bisa menjaga Sekar dengan hati-hati.

Sampai hari ini.

Apa yang harus Gajah Mada lakukan jika hal buruk menimpa Sekar dan calon anak mereka. Apa yang harus dia lakukan jika dia kehilangan mereka berdua?

"Aku tahu ahli racun yang berbakat. Dia adalah teman guruku, dia sering berpergian jauh untuk belajar tentang ramuan. Karena dia sering mengembara, mungkin dia tahu tentang racun ini. Tapi dia sudah lama berdiam diri di masa tuanya. Dia juga sudah tidak pernah mau  mengobati orang lagi." Ucap Dwi Prapaja yang membuat Gajah Mada bangun dari sandaranya. Untuk sekejap, Gajah Mada merasa kalau harapannya masih ada. Cahaya masih punya sumbunya.

***
Jum'at, 7 April 2023

GAJAH MADA ; Megat RosoWhere stories live. Discover now