60. Rindu

721 109 11
                                    

Bias mentari menerobos melalui celah-celah bulu mata ke mata Sekar. Tidak panas. Hanya silau. Tidak mengganggu. Hanya terasa mengusik.

Seperti sikap Gajah Mada belakangan ini.

Pulang malam, larut malam. Gajah Mada pikir ia tidak menunggunya? Saat Gajah Mada pulang, Sekar sudah tertidur. Saat Sekar terbangun, Gajah Mada sudah meninggalkan rumah. Dua hari terasa dua tahun rasanya. Apa-apaan semua ini?

Ia tidak mengerti. Saat semuanya hampir normal seperti hubungan romantis lainya, Gajah Mada malah mundur? Plin-plan sekali. Gajah Mada kah itu?

Entah kenapa, Sekar merasa sangat kesal setiap kali ia mengingat hal ini.

"Karti, apakah Majapahit sedang punya masalah baru-baru ini?" Sekar bertanya kepada Karti.

Karti menggeleng. Tidak tahu. Apa yang ia tahu memangnya? Masalah kerajaan itu bukan urusannya. Orang rendahan sepertinya dilarang untuk menanyakan ini. Dilarang membahasnya. Pemerintahan, hanya yang diataslah yang bisa menguliknya. Kaum sepertinya hany perlu tunduk, menurut, dan bungkam.

"Saya tidak tahu ndoro. Memangnya kenapa? Apa ndoro tahu sesuatu? Ndoro menguping lagi?" Karti khawatir kalau Sekar telah mendengar sesuatu yang harusnya tidak ia dengar tentang pemerintahan mereka. Itu buruk!

Sekar berdecih. Reaksi berlebihan Karti tidak masuk dalam perhitungannya. Seharusnya Karti menjawabnya dengan jawaban yang ia inginkan.

Seperti, "Beberapa hari ini, pemerintahan sedang sibuk, jadi banyak orang yang tidak bisa beristirahat dan pulang tepat waktu." Atau, "Memang dua hari ini, orang-orang harus tidur di kadipaten. Tradisi."  Itulah yang ia inginkan.

Setidaknya, dengan kata-kata seperti itu bisa membuatnya merasa lega dan memaklumi tindakan Gajah Mada ini.

Hah! Mungkin ini adalah sesi pertengkaran dalam rumah tangga yang belum pernah ia rasakan. Orang bilang, rumah tangga akan kuat dengan adanya pertengkaran-pertengkaran kecil.

Mang benar. Tapi masalahnya, Sekar tidak tahu apa salahnya. Ia tidak merasa pernah melakukan kesalahan sehingga ia pantas di jauhi.

Dua hari tanpa melihat wajah Gajah Mada, lihat saja apa yang akan ia lakukan terhadap Gajah Mada jika ia kembali.

Sekar kembali menoleh ke arah Karti. Ia bertanya, "Apa ayah dan ibumu sering bertengkar? Bagaimana mereka jika bertengkar?" Ucapnya.

Karti menoleh. Menatap ke arah mata Sekar. Ia terdiam, lama. Pandangannya seperti ia tidak percaya akan sesuatu. Tapi Sekar tidak mengerti.

Beberapa saat, Sekar mulai ingin bertanya lagi. "Kenapa?" Tapi sebelum pertanyaan itu benar-benar keluar, ia menyadari kesalahannya.

Bagaimana ia bisa menanyakan itu kepada Karti? Ia telah mengungkit luka lama yang harusnya tidak ia ungkit.

Karti. Seorang anak yang paham betul arti pertengkaran orang tua yang keterlaluan. Jadi, apakah Sekar benar-benar bertanya ini kepadanya? Kenapa Sekar tega?

Sekar tergagap. Ia benar-benar lupa. Bahkan setelah melihat pandangan ketidakpercayaan di mata Karti, Sekar belum paham. Betapa bodohnya ia?

"M-maf. Aku lupa." Ujar Sekar.

Karti menunduk sebentar. Tapi ia tersenyum. "Tidak apa-apa. Saya hanya sedikit tidak percaya panjenengan menanyakan hal itu kepada saya. Saya pikir ndoro sengaja." Ucapnya dengan pandangan bersalah.

"Tidak. Bagaimana bisa aku sengaja. Kau tahu, aku baru saja menikah. Sama sekali tidak paham dengan kehidupan pernikahan. Tidak, belum." Sekar menjeda ucapannya.

"Baru-baru ini Kang Mas Gajah Mada bertindak aneh. Dan aku ingin tahu apakah suami istri lainya juga seperti ini. Dan aku benar-benar lupa dengan masalahmu."

"Saestu?"

(Benar?)

Sekar mengangguk. Tatapannya penuh rasa kekhawatiran dalam pandangan Karti.

Biasanya, Sekar acuh. Acuh saat Gajah Mada tidak pulang atau saat Gajah Mada bepergian. Tapi kali ini tidak. Hanya dengan tidak melihat wajah Gajah Mada dua hari ini, ia menjadi kalang kabut.

"Ada masalah apa ndoro dan Mahapatih?" Karti bertanya. Mencoba Memahami masalah barangkali ia dapat membantu.

Sekar terdiam sesaat. Ia ragu mengatakannya atau tidak.

Pertama, Karti ini masih kecil. Ia belum cukup dewasa untuk mengerti hal seperti ini. Walau secara umur ia sudah layak menikah, tapi Karti lebih muda dari pada dirinya.

Kedua, ia malu. Bagaimana ia akan mengatakannya? Bilang kalau ia sangat merindukan Gajah Mada sampai-sampai rasanya ia ingin mencari Gajah Mada ke seluruh penjuru kerajaan? Bagaimana kalau Karti berpikir ia terlalu berlebihan. Bagaimana kalau Karti berpikir ia adalah istri yang tidak diinginkan lagi. Tidak diakui. Ia malu.

Ketiga, apa masalah rumah tangga bisa di umbar seperti itu? Urusan rumah tangga harusnya hanya ia dan Gajah Mada yang bisa mencampuri. Sedangkan orang lain tidak.

Keterdiaman Sekar membuat Karti menyergit. Ia tidak tahu apa yang salah. Tapi ia berujar, "Barangkali saya bisa membantu. Ndoro tahu? Kadang beberapa masalah bisa berbeda dari sudut pandang orang lain." Ucapnya.

Sekar menyetujui Karti. Biasanya, satu masalah akan menjadi pemahaman yang berbeda pada orang yang berbeda pula. Misalnya saja peperangan. Menjadi tontonan bagi yang tidak ikut serta, menjadi bencana bagi masyarakat kecil, menjadi perjuangan bagi para prajurit, menjadi peluang bagi para penjilat jabatan, dan menjadi tantangan bagi para raja.

Selalu ada pandangan yang  berbeda di setiap orang yang berbeda. Entah itu muda, tua, tinggi, rendah (kasta).

Jadi Sekar mengangguk dan mulai berbicara. "Dua hari ini, Kang Mas Gajah Mada sangat aneh. Lusa, ia pulang larut malam. Aku sudah tertidur waktu itu. Saat aku terbangun, dia sudah tidak ada. Kemarin, aku tidak tahu ia pulang atau tidak, tapi sepertinya ia tidak pulang. Selama dua hati ini,aku sama sekali tidak melihat batang hidungnya. Bukankah ini aneh? Ia pernah tidak seperti ini sebelumnya. Walau ia pulang malam, pasti tidak akan sampai terlalu larut dan membuatku menunggu."

Sekar menghela nafasnya. "Aku bahkan tidak tahu apa salahku. Tapi aku merasa dia menghindariku." Ucapnya.

Sejak Sekar bercerita, senyuman sudah mengembang dari sudut mulut Karti. Matanya menyipit dan wajahnya bersri-seri. Seolah sedang menangkap hal yang sangat mengangumkan.

Ya! Selalu ada pemahaman yang berbeda dari sudut pandang yang berbeda. Mau tahu apa yang ada oada pandangan Karti?

"Maaf, bukannya saya sok tahu. Karena panjenengan dan Mahapatih menikah di kerajaan panjenengan, ada banyak anggapan dan rumor tentang pernikahan panjenengan. Tapi dari sekian rumor itu, saya percaya kalau panjenegan menikah karena paksaan. Selama ini, saya sudah melihat dan mendengar bukti cinta Mahapatih Gajah Mada kepada panjenengan. Saya tahu perasaan Mahapatih. Tapi saya juga tahu, ada benteng yang ada di hati panjenengan untuk menerima Mahapatih Gajah Mada. Penjenengan acuh. Saya pikir, pernikahan Mahapatih dan Panjenengan mungkin  karena paksaan dari yang saya lihat selama ini." Ia menjeda ucapannya untuk bernafas sesaat.

"Karena tidak melihat Mahapatih selama dua hari, panjenengan sangat khawatir dan cemas. Panjenengan rindu. Kenapa saya tidak menyadarinya? Sejak kapan tepatnya panjenengan jatuh cinta dengan Mahapatih Gajah Mada?"

***
2 Agustus 2022

GAJAH MADA ; Megat RosoWhere stories live. Discover now