38. Pindo

699 128 9
                                    

BAB 36/37 ADA YANG DIRUBAH.
Kalau mau baca silakan. Tapi kalau ngga, alurnya ga berubah kok.
Yang lain ga aku revisi, males soalnya. Kalo alurnya kecepetan atau ada yang kelamaan gitu, dimaklumin aja ya.

*****

"Alkisah, seorang perempuan yang terkenal pintar dengan kecantikan tiada tara, bernama Mayang wulan. Menjelajah gunung selama tujuh hari hanya untuk mengambil bahan-bahan herbal pengobatan. Tumbuhan langka yang hanya beberapa orang ketahui. Demi menyembuhkan Raja Drangga yang saat itu diracun Permaisuri. Kerajaan tidak sedang baik-baik saja. Demi kekuasaan, Raja di tekan sedemikian rupa. Pemerintahan kacau. Pejabat-pejabat mulai berkubu dan menindas. Benar-benar kacau.
Karena kepintaran dan kemahiran Mayang dalam menangani racun, perlahan-lahan keadaan Raja Drangga mulai membaik. Setiap hari disetiap malamnya, Mayang selalu meracik penawar yang di berikan langsung kepada Raja. Kebersamaan mereka membuat keduanya memendam rasa. Setelah sembuhnya Raja Drangga, semua kekacauan mulai ia bersihkan. Termasuk permaisurinya yang berkhianat. Sang Raja juga menikahi Mayan wulan. Tapi membiarkan posisi Permaisuri tetap kosong untuk mencegah kegilaan tahta lagi.
Mereka berdua berbahagia, sampai beberapa anak lahir."

"Dia adalah kakekku. Drangga Purnanegara. Pengalaman dan jalan hidupnya membuatku melek. Bahwa sebuah Raja adalah pemimpin satu-satunya. Ada tidaknya permaisuri itu tidak penting. Perempuan adalah seseorang yang harusnya menghormati sang suami. Bukan berada pada tingkat yang sama dan berani melawan suaminya. Untuk itulah, aku tidak memberikan peringkat entah itu permaisuri atau bahkan selir untuk wanita-wanitaku. Semuanya sama, dan tidak ada yang bisa egois untuk memikirkan tahta yang sama sekali bukan untuk mereka."

Wironggo tersenyum bangga. Tangannya mencekal sebuah gelas berisi arak yang telah ia lupakan. Lalu meneguknya dalam sekali tegukkan. Membuat decakan puas terdengar setelahnya.

"Kalau raja Drangga mengosongkan posisi permaisuri karena trauma, maka Wironggo mengosongkan posisi permaisuri agar ia tetap bebas tanpa terikat dengan seseorang saat berburu wanita."

"Si egois sedang membanggakan diri."

"Aku tidak suka dengannya, tapi aku suka kebebasan moral laki-laki. Jadi aku setuju dengannya."

"Lucu sekali menggunakan pengalaman orang lain sebagai tameng keburukannya."

"Raja egois."

"Aku sangat waspada dengan putriku. Takut kalau dia melihatnya dan menyukai putriku yang sangat cantik."

Beberapa bisikan terdengar di telinga Sekar yang sensitive. Sekar menoleh ke arah Gajah Mada dimana laki-laki itu menatap ke depan dengan malas dan tenang. Tampak tidak terpengaruhi oleh bisik-bisik beberapa orang walau Sekar yakin Gajah Mada pasti mendengar itu.

Jamuan makan diadakan mendadak. Sekar sendiri tidak tahu kalau akan ada perjamuan seperti ini. Tiba-tiba saja mereka diundang ke perjamuan yang sudah siap.

Perjamuan ini mewah dan megah. Namun sama sekali tidak menarik dengan hidangan-hidangan yang tidak menggugah selera. Daging-daging menggunung tersedia dengan berbagai jenis daging. Mulai dari daging biasa seperti rusa dan babi, sampai yang tidak biasa seperti landak dan ular.

Akan menggugah jika beberapa daging dimasak dengan benar. Namun disini tidak. Daging rusa dan kijang di masak hanya dengan di bakar tanpa bumbu, dan daging babi yang hanya di rebus dengan garam. Bagi orang disini, daging babi yang berlemak sudah enak tanpa harus diapa-apakan lagi. Belum lagi daging-daging lainya yang tidak kayak makan.

Dengan sedikit kesabaran, Sekar hanya mengambil beberapa buah yang sudah jelas rasanya. Gajah Mada di sampingnya bahkan tidak mengambil apa-apa selain arak yang selalu ia isi kembali.

Sekar tidak heran. Juga tidak berniat memaksa Gajah Mada makan agar tidak kelaparan. Dirinya sendiri saja tidak berselera melihat makanan ini.

Kening Sekar bertautan. Sebuah ketidakpuasan muncul dalam hatinya mengigat apa yang Wironggo ucapkan tadi. Yang seolah-olah mengecap bahwa semua wanita tidak pantas untuk sejajar dengan laki-laki.

Satu kesalahan perempuan di masa lalu membuatnya berkilah dengan tameng itu. Wironggo salah besar.

Penilaiannya kepada seorang wanita pasti bukan karena kejadian itu, sudah jelas bahwa ia memang meremehkan seorang wanita, dengan maupun kejadian di masa lampau itu.

Belum juga terkaan dan dugaan sekar selesai, opininya dalam hati di hentikan oleh suara lantang Wironggo.

"Katakan padaku! Mahapatih Gajah Mada. Engkau, bukankah engkau telah bersumpah untuk tidak melakukan urusan duniawi? Lalu kenapa sekarang kau menggandeng seorang perempuan? Bukannya aku merasa penasaran, tapi orang-orangku sangat ingin tahu akan hal itu. Katakanlah Mahapatih yang agung,"

Ucapan Wironggo yang tiba-tiba ini sungguh kurang ajar. Ia mempermalukan Gajah Mada di depan semua orang. Ia juga tidak punya malu untuk menanyakan hal ini di depan Hayam Wuruk yang saat ini menatapnya penuh rasa muak. Sekar rasa, urat malu Wironggo sudah terputus bersama otaknya yang tak lagi waras.

Gajah Mada diam. Dia terbiasa mendengar hal-hal kurang ajar seperti ini. Ia biasanya tidak marah, tapi membalasnya dengan lugas dan sarkas. Kemampuan bicaranya sering kali membuat orang yang menghinanya menyusut. Dan kali ini juga sama. Ia tidak marah, juga tidak malu.

Tapi sebelum ia menjawab, suara seseorang mendahuluinya. "Tidak perlu ikut campur masalah kerajaan lain. Bukankah urusan kerajaanmu lebih buruk dari pada keingintahuanmu akan pribadi irang lain?" Suara Hayam Wuruk menggelegar. Membuat Gajah Mada terdiam sesaat.

Saat ia ingin menimpali kicauan Wironggo, suara merdu seseorang mendahuluinya. Lagi.  "Rajaku, Kawulo ini telah mempermalukan kerajaan Majapahit yang agung nan bijaksana. Untuk sampai di kritik seorang penguasa yang sedang dilema jati diri, hamba merasa malu. Hamba merasa bersalah."

"Walau dari kerajaan kecil, Sangat kecil. Hamba dulunya adalah seorang putri. Tentu hamba tahu bagaimana etika dan tata krama dalam berucap. Tapi hamba masih belum beradaptasi dengan norma-norma baru, kawulo ngucap tulus, kesalahan menjadi pimbelajaran. Hamba telah berucap sesuatu yang kurang ajar." Pungkasnya.

Mulut Gajah Mada berkedut. Dua kaki Sekar membelanya di bawah mata banyak orang, sekarang ia membelanya di depan dua orang raja sekaligus. Kegembiraan mengelilingi Gajah Mada. Seperti ada beberapa bunga berterbangan di sekitar tubuhnya.

Tapi sebenarnya Gajah Mada tidak butuh ini. Di bela dua orang sekaligus sangat memalukan walau rasanya menyenangkan. Meski begitu, Gajah Mada diam. Menikmati pemandangan indah dimana Sekar membelanya dengan mulut cantiknya yang luwes. Ia akan baru bertindak jika mereka mengusik Sekar. Ia tidak masalah sebesar apa ia mengusik dirinya, ia tidak akan menggerakkan jarinya sama sekali. Mereka bukan orang penting sampai ucapan mereka sampai pada hati batunya.

Disisi lain, Hayam Wuruk menyergit tak senang. Sebagaimana yang dikatakan Sekar, kenapa dirinya seperti berada di pihak Gajah Mada? Membelanya dan di dukung Sekar yang notabenenya adalah Istri Gajah Mada. Ia angkat bicara karena ia tidak ingin nama Majapahit di injak-injak oleh idiot ini. Bukannya membela Gajah Mada. Lagi pula, Hayam Wuruk tidak pernah tahu sejak kapan hubungan dua orang pasang ini begitu baik? Apa rencananya telah gagal?


***
31 Mei 2022

GAJAH MADA ; Megat RosoWhere stories live. Discover now