113. Welas

476 42 15
                                    

Gajah Mada menurunkan tangannya yang memegang dahi.

Cerita Suryati jelas dan masuk akal. Dari kondisi sekarang dia, dia tidak mungkin berbohong. Gajah Mada percaya pada narasi ini.

Pada saat Sekar jatuh kepelukannya pun, memang gelas yang mereka berdua minum berbeda, dan gagang cangkir pada cangkir Sekar lebih besar, menandakan kalau cangkir itu harusnya digunakan oleh dirinya.

Tapi perbedaan yang tidak terlalu kentara memang tidak bisa di tangkap dengan pandangan sekilas. Itu sebabnya tidak ada yang menyadari kalau cangkir mereka telah ditukar.

Suryati melirik waspada Gajah Mada dari balik bulu matanya. Di matanya, Gajah Mada hanya diam, namun jelas sekali bahwa dia tengah memikirkan narasinya itu.

Sayang beribu sayang, narasi yang panjang yang sebenarnya terjadi dengan lebih mendetail dan spesifik Tidak diketahui Gajah Mada.

Tentu saja, dari cerita hidupnya yang lebih dominan dengan nama Gajah Mada di setiap cerita, tidak akan dia ceritakan secara menyeluruh kepada Gajah Mada.

Ini bukan proses pengakuan, Suryati hanya menjelaskan apa yang harusnya dia jelaskan. Dari mulai bagaimana dia bisa mendengar rencana secara tak terduga, sampai bagaimana dia menukar dua minuman yang kini berimbas ke pokok masalah kenapa dia ditangkap.

“Aku lebih baik mati dari pada melihat Sekar seperti iNI!!!!!!!!” Bentak Gajah Mada tiba-tiba. Suaranya semakin meninggi di akhir kata seperti orang kesurupan.

Suryati terkejut dan mengkerut.

Badannya tambah berlutut dan dia menjerit meminta ampun.

Memangnya apalagi yang harus Suryati perbuat? Menyaksikan orang yang dia cintai mati begitu saja walau jelas-jelas dia tahu?

Tidak! Suryati tidak akan melakukan itu.

Itu mungkin tidak akan membahayakan nyawanya seperti sekarang, tapi dengan begitu, Suryati tidak akan hidup tenang selamanya dengan bayang-bayang ini.

Jadi, biar Suryati tanya kepada tuhan yang mungkin hanya  Dia-lah yang bisa mendengar suara hatinya sekarang.

Salahkah dia?

Salahkah dia menyelamatkan orang yang dicintainya?

Jika salah, kenapa tuhan menciptakan rasa ini?

“Ampun Mahapatih.. Ampun… saya hanya ingin menyelamatkan panjenengan.” Katanya berurai air mata.

Gajah Mada tertawa sinis. “Menyelamatkanku? Lalu aku harus berhutang budi padamu? Ini tentang nyawa istriku yang kau pertaruhkan! Aku mungkin memaafkanmu atau bahkan menyembahmu jika miliknya yang beracun lalu kau tukarkan dengan milikku. Jika kau menyelamatkan Sekar bahkan dengan nyawaku sebagai gantinya, aku akan menyembahmu. Tapi aku tidak akan melakukan itu karena yang kau pertaruhkan disini adalah SEKAR!!”

Gajah mada merendahkan wajahnya. Suara dalamnya menggerakkan Suryati untuk menatap matanya dengan lekat. “Aku tidak keberatan mati, aku bahkan lebih senang dibakar hidup-hidup dari pada berada pada posisi ini saat ini.”

Begitu kata terakhir Gajah Mada terucap, Suryati terkesiap dan mundur dengan histeris.

Dia tidak tahu kebenaran dibalik rumor anjing gila Gajah Mada.

Tapi dia menyaksikan sendiri kali ini dengan kedua matanya secara sadar.

Tuhan! Dia benar-benar berbeda dengan apa yang diucapkannya.

Ucapannya mungkin terbilang ngeri, tapi bukan itu yang membuat Suryati histeris.

Wajahnya benar-benar menyeramkan. Aura yang mengintimidasi dan kejam menguar, tapi sorot matanya mencerminkan sosok tegas dan ambius.

Arghhh!!!

Suryati tidak bisa menjabarkannya dengan kata-kata.

Jika memang bisa dijabarkan dengan kata, mungkin Suryati akan menyebutnya…

Setan.

Gajah Mada mengabaikan Suryati dan pergi dari tempat kitu dengan marah.

Tidak ada teriakan dari Suryati seperti saat dia meraung meminta bertemu dengan Gajah Mada. Orang-orang dari Penjara melirik dan berbisik. Apalagi saat penjaga yang menjaga Suryati langsung menutup pintu tanpa ada tindakan seperti penyiksaan lagi atau pembebasan.

Tidak ingin tinggal diam setelah mengetahui apa yang terjadi sebenarnya, Gajah Mada menyuruh orang-orang itu membawa dua orang pembuat minuman dan kepala dapur ke ruang penyiksaan yang paling berat.

***

Dwi Prapaja menatap pintu dengan ragu-ragu.

Di sedang menimbang apakah dia akan masuk atau tidak.

Menurut apa yang dikatakan Surya tentang tabib yang memegang sisa minuman Sekar, dia telah mencarinya dan mengerahkan orang-orang untuk semaksimal mungkin.

Tapi untuk mencari seseorang yang tidak diketahui tidaklah mudah.

Dia telah menanyai tabib yang bekerja saat hari pertama Sekar jatuh, tapi karena banyaknya tabib yang ada diruangan itu, tidak ada tabib yang benar-benar mengingat siapa saja yang hadir.

Saat itu memang Gajah Mada secara membabi buta memanggil semua tabib di kerajaan. Tidak heran, tidak hanya ada belasan tabib yang berada di sana untuk mencoba menemukan apa yang terjadi.

Dengan begitu, pencarian lebih sulit dari yang dia bayangkan.

Ini memang belum satu hari, tapi untuk urusan ini, Dwi Prapaja takut untuk menunda waktu. Dia tidak bisa membayangkan Bagaimana jika Gajah Mada tahu.

Satu orang yang menjadi sasaran kemarahannya saat itu pastilah dirinya.

Dwi Prapaja menegak air liurnya untuk melembabkan tenggorokkannya. Perlahan ia masuk, karena dia tahu Gajah mada tidak ada disana, satu orang yang dia tuju adalah Arya.

Di sana, Arya tengah membaca sebuah buku dan memegang beberapa akar herbal ditangannya. Wajahnya tampak serius, dia bahkan tidak menyadari keberadaan Dwi Prapaja.

“Paman..” Dwi Prapaja memanggil.

Arya mengalihkan matanya dari buku yang sedang ia baca. Dilihatnya Dwi Prapaja yang tengah berdiri dengan ragu. Eh?

“Ada apa? kau sudah berhasil menemukan sisa minuman yang aku minta?” tanya Arya menanti jawaban.

“Tidak..” Dwi Prapaja menjawab.

Saat ini, ia terlihat seperti bayi yang takut dimarahi orang tuanya. Separuh kegagahannya terganti dengan keimutan menjengkelkan.

“Tidak?!” Arya melotot.

“Paman, ini tidak mudah untuk aku cari dalam watu yang singkat. Karena beberapa kesalahan, kami kehilangan sisa minuman itu. tapi tenang saja, aku akan mencarinya lagi. Tolong, jangan katakan tentang hal ini dulu pada Kang Mas Mahapatih.” Katanya berusaha membujuk Arya.

Jika hal ini bisa sampai ke telinga Gajah Mada, dari pada fokus untuk mencari sisa minuman, pasti dia akan ricuh dan stress.

Saat dia melihat Sekar, Dwi Prapaja tahu kalau dia tidak akan bisa menangani hal seperti ini dengan emosi yang kacau. Jadi lebih baik Gajah Mada tidak tahu hal ini.

“Bagaimana mungkin aku tidak memberitahukannya?” Tanya Arya sinis.

“Tolong, Paman. Saat ini dia sudah memiliki banyak masalah yang membuatnya tak rasional, jika dia tahu hal ini, semuanya malah kacau alih-alih menemukan solusi yang tepat.” Ucap Dwi Prapaja meyakinkan.

Arya berpikir dan mencoba memahami maksud dwi Prapaja. Dan dia juga agak setuju dengan itu. jadi dia akan menyembunyikannya untuk beberapa saat.

Dia mencebikkan mulutnya dan berkata, “Baiklah! Aku memberimu waktu dua hari. Jika dalam dua hari kau tidak menemukannya, aku akan mengatakan padanya. Dengan begitu, kegagalan tidak sepenuhnya padaku, tapi ini kesalahan pihak kalian karena telah menghilangkan bukti yang pantas.” Ucapnya.

***
SELASA, 4 JULI 2023

GAJAH MADA ; Megat RosoWhere stories live. Discover now