72. Adigang Adigung tanpa Adiguna

592 86 26
                                    

Pesan yang Sekar kirimkan kepada Bagas tidaklah sampai dalam jangka waktu dekat. Butuh waktu untuk surat itu tiba. Bahkan setelah mengirimkan prajurit khusus paling tercepat, itu tidak bisa di tempuh dalam waktu dua hari. Pesan merpati tidak terlalu efektif. Itu bisa dijelaskan dengan banyak hal.

Suara latihan prajurit sudah terdengar sejak matahari belum turun. Hawa dingin yang menyerbu tidak membuat gentar. Pada hawa ini, mereka malah berkeringat saking kerasnya latihan mereka.

Adakalanya Sekar merasa ini hanya sebuah mimpi. Dia tahu apa yang sedang ia lakukan, tapi seakan prinsipnya berbeda dari dirinya yang dulu, Sekar tidak memperdulikannya. Tampaknya, cintanya pada kerajaannya dan keluarganya lebih besar dari pada sebuah prinsip. Ia mampu menjadi pengkhianat demi kerajaannya sendiri.

Sekar duduk di pelataran pondok. Melihat dengan seksama Gajah Mada yang memimpin latihan. Sesekali ia akan mengajari mereka menggunakan senjata dan taktik yang akan mereka gunakan nantinya.

Rambut terurai bergelombang. Keriting di tas dagu. Sama seperti yang Sekar lihat pertama kali, wajahnya tertutup rambut. Hanya saja pandangannya tidak lagi murung dan muram.

Saat angin menerpanya, wajah penuh ambisi yang garang terbuka penuh. Sangat gagah dan karismatik. Sekar seperti jatuh cinta sekali lagi kali ini.

Di sela-sela momen indah yang tengah disuguhkan, suara telapak kaki kuda terdengar mendekat dengan kecepatan luar biasa. Dalama sekian detik, seekor kuda muncul menerobos pelatihan dan berhenti di depan Gajah Mada.

Sang prajurit yang menunggangi kuda itu turun. Berlutut dengan satu kaki dan berteriak, "Mahapatih," Ujarnya dengan kepala yang menunduk.

Belum sempat Gajah Mada berbicara sepatah katapun, ia sudah berteriak lagi walaupun nafasnya masih terengah-engah membuat semua orang ikut merasakan kekurangan nafas.

"Yang Mulia Prabu Hayam Wuruk telah memerintahkan prajurit untuk menyerang Taring. Prajurit yang dikerahkan tidak sedikit, tapi tidak ada yang mereka ambil dari pasukan Bhayangkara. Lebih dari lima puluh Gajah, tiga ratus kuda, dan beribu prajurit yang tidak bisa di perkirakan. Saat ini, mereka tengah bersiap berangkat. Pasukan sudah menunggu di depan istana, namun Prabu Hayam Wuruk masih berada diistananya. Sedang mempersiapkan diri dan berdiskusi dengan para panglima."

Penuturan sang prajurit membuat semua orang tercengang. Tubuh yang menegang membuat mereka lambat dalam bereaksi.

Sementara persiapan belum matang seratus persen, berita paling mengejutkan memporak-porandakan persiapan yang telah ada. Membuatnya kacau dan tidak terarah lagi.

Keterkejutan membuat Sekar sesak sesaat. Dalam sekilas bayangan, ia melihat bagaimana kerajaannya akan hancur. Ia terduduk. Air mata langsung mengucur dengan derasnya.

Gajah Mada pun terkejut bukan main. Ini seperti petir yang menyambar di siang bolong. Ia sama sekali tak menyangka. Bagaimana bisa mereka telah bersiap, sementara tidak ada woro-woro yang mereka dengar?

Dari jarak Gajah Mada, ia tidak melihat Sekar. Dalam sekali nafas, ia berteriak, "Wedhus!"

(Kambing!)

Tidak ada yang berpikir jernih saat ini. Sebuah masalah terjadi, selalu akan di tanggapi dengan cepat. Dengan tidak memikirkan apapun, Gajah Mada menyingkirkan prajurit yang menghalangi jalannya. Ia kemudian mengambil alih kuda yang prajurit itu gunakan.

Dengan kecepatan penuh, Gajah Mada pergi meninggalkan semua orang dan debu yang bertebaran akibat kuda yang terlalu agresif.

Para prajurit tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Apakah mereka harus menunggu, atau mereka harus mengikuti Gajah Mada? Tapi jika mereka harus menyerang, Gajah Mada akan memerintah mereka, sedangkan tanpa perintah, mereka tidak berani bertindak apapun.

Sekar yang masih menangis merasa putus asa. Sesaat, ia seakan tubuh tanpa jiwa.

Tapi setelah beberapa selang waktu berlalu, Sekar berdiri dan berjalan ke para prajurit itu. "Bawa aku ke istana!" Ucapnya. Dengan itu, seluruh prajurit ikut mengikuti di belakang Sekar

Perbedaan kecepatan yang Gajah Mada punya dan para prajurit, ditambah selang waktu yang mereka punya, membuat waktu sampai pada istana juga berbeda.

Ketika Gajah Mada sampai, para prajurit Hayam Wuruk sudah berbaris di depan istana. Gajah Mada menerobos barisan, membuat barisan terpecah menjadi dua. Terlepas dari apapun, Gajah Mada masih punya kuasa di banding semua prajurit ini.

Amarah Gajah Mada tidak bisa di padamkan. Seakan semua ini telah berakhir dan hanya tersisa satu balok kayu terakhir, Gajah Mada tidak akan ragu untuk memilihnya.

Laju kuda saat melewati gerbang istana mulai melambat. Di sebrang gerbang, Gajah Mada bisa melihat Hayam Wuruk yang berjalan menuju ke gerbang. Di belakangnya, para panglima berjajar mengikutinya.

Alis Hayam Wuruk terangkat melihat Gajah Mada bergerak maju menuju dirinya. Senyuman sinis memenuhi mulutnya.

"Kau bergerak cepat rupanya?" Tanya Hayam Wuruk.

Gajah Mada menggenggam kepalan tangannya dengan rasa dengki yang sangat besar. Matanya senantiasa melihat Hayam Wuruk dengan perasaan permusuhan yang kentara.

"Tidak ada yang bisa mengusik apa yang telah menjadi milikku. Dan tidak ada yang bisa membuatku bersabar saat seseorang telah menyakiti wanitaku." Gajah Mada berucap.

Sedikit rasa getir memenuhi hati Hayam Wuruk. Tidak pernah ia melihat Gajah Mada penuh rasa permusuhan menatap dirinya. Pandangan patuh dan rasa hormat yang biasa ia terima telah hilang. Apa yang ibundanya katakan memang benar, bahwa Gajah Mada hanya terikat dengan rasa bersalahnya. Hayam Wuruk tertawa.

"Aku tidak pernah menyangka. Perkataan orang lain yang selalu ku tampik ternyata benar. Seekor anjing haruslah patuh pada sang majikan. Tapi anjingku tah menggigitku." Ujarnya.

Tidak ada yang salah dengan ucapan Hayam Wuruk. Jika ia memang di samakan dengan seekor anjing, itu memang pantas mengingat betapa ia sangat setia kepada Hayam Wuruk dulu.

Tapi kali ini tidak. Setelah semuanya yang terjadi, Gajah Mada memilih egois dalam bercinta. Tidak ada yang lebih penting baginya selain Sekar.

"Aku telah mengabdikan seluruh hidupku untuk kerajaan ini. Satu kesalahan fatal telah ku lakukan. Tapi dengan semua yang ku lakukan, tidak akan pernah bisa untuk menebusnya. Ratu ngulah Ngratu."

(Raja yang sewenang-wenang)

Hayam Wuruk tertawa. "Lalu kau apa yang terjadi?" Tanyanya.

Gajah Mada sudah memendam amarahnya. Setelah tidak bisa lagi menahannya, akhirnya ia bertindak. Untuk menjawab Hayam Wuruk, bukan dengan ucapanlah yang Gajah Mada berikan. Ia meluncur cepat ke arah Hayam Wuruk.

Satu gerakan pertanahan yang Hayam Wuruk lakukan tidak cukup untuk memblokir serangan Gajah Mada. Untuk beberapa langkah, Hayam Wuruk mundur. Dengan satu kaki di belakang kaki lainnya.

Kekuatan Gajah Mada tidak bisa di sepelekan. Seharusnya kecepatan bukanlah keahlian utama. Tapi saat Hayam Wuruk menyerang dengan kecepatan yang dia punya, Gajah Mada ternyata lebih cepat darinya.

Satu tangan Gajah Mada menangkap tangan Hayam Wuruk. Satu cengkraman pada tangan Hayam Wuruk sampai ke tulang selangkanya. Rasanya seperti satu tinju yang menghantam beton dengan. Terasa remuk dengan tidak bisa di bayangkan. Hayam Wuruk menarik semua serangannya, dan dia mundur.

Tepat saat itu, Sekar sampai di istana dengan rombongan prajurit di belakangnya. Semua prajurit itu tidak memasuki istana, hanya Sekar yang masuk ke dalam istana. Tidak ada yang menghalanginya karena mereka tahu dia adalah istri Gajah Mada.

Dua kubu prajurit yang saling berhadapan tidak langsung saling menyerang. Masing-masing dari mereka punya pemimpin, jadi selain perintah sang pemimpin, mereka tidak akan berani bertindak saat tidak ada serangan yang mendahului.

Sekar masuk melalui gerbang istana. Dalam satu pandangan yang ia lemparkan ke dalam istana, gambaran Gajah Mada dan Hayam Wuruk bertarung membuatnya terkejut. Setelah Hayam Wuruk menarik serangan, Sekar berteriak.

"Kang Mas!"

***
11 September 2022

GAJAH MADA ; Megat RosoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang