Side Story : Rubeus Angius (part II)

695 101 3
                                    

Allendis yang berpikir telah tertangkap kembali mencoba melarikan diri, namun pria itu sudah bisa menebak dan mengunci pergerakan anak laki-laki itu.

"ugh, l-lepaskan aku!" Allendis mencoba meronta.

"hei tenanglah, aku bukan orang jahat. Aku ini ingin menolongmu."

Mendengar perkataan itu Allendis sempat terhenti namun berdasarkan semua pengalamannya ia tidak semudah itu percaya pada ucapan orang asing.

"aku tidak butuh pertolonganmu."

"walaupun aku mengatakan bahwa aku bisa membantumu membalas perbuatan orang-orang padamu?"

"aku tidak tertarik."

Allendis masih meronta, namun bagaikan tembok tebal pria itu tampak tidak bergeming sama sekali. Ia kemudian memaksa Allendis menunjukkan wajah padanya.

"setelah dilihat dari dekat, kalian memang mirip. Apa kau tidak mengenaliku bocah?" ucap pria tua bersurai hitam yang tampak mulai memutih.

Anak laki-laki itu menatapnya tidak mengerti, netra merahnya bertemu dengan netra ungu gelap yang balik menatapnya.

Dari kontur wajah, mereka berdua tampak memiliki kemiripan.

"ha, bahkan kau merasa familiar denganku, bukan? jadi tenanglah dan ikuti aku."

Allendis masih belum sepenuhnya percaya pada laki-laki paruh baya itu namun ia juga penasaran dengan sosok misterius itu.

Mereka berjalan melewati pepohonan, ada sebuah pintu di ujung jalan namun tampak lama tak terpakai terlihat dari dedaunan yang merambat di sekitarnya. Pria tua itu mencoba mendorong pintu, butuh usaha keras karena engsel yang berkarat dan sudut yang tersangkut.

"haha, tak kusangka mereka masih tak merenovasi jalan ini. Yah, para petinggi itu lebih sibuk memikirkan urusan politik daripada memperbaiki tempat ini."

Allendis yang melihat pintu tak bergerak meskipun pria itu telah mendorongnya sekuat tenaga mulai merasa bosan. Terbersitlah sebuah ide di kepalanya.

"Bukankah kita bisa lewat atas tembok pagar?"

Pria tua itu terdiam sebelum memperhatikan dinding tembok yang bagian atasnya dipasang ujung besi runcing.

"Bocah kau-"

Allendis segera memberi penjelasan sebelum pria itu sempat berbicara "Jika kita langsung melompat tentu kita akan tertusuk besi itu, tapi dengan tali rambat kita bisa naik perlahan dan mengatur posisi agar tidak terkena bukan."

"Itu.. bukan ide yang buruk." Pria paruh baya itu menyetujuinya.

Mereka kemudian mengumpulkan sulur tanaman kering sebelum menjalinnya menjadi tali yang cukup kuat.

"darimana kau tahu hal seperti ini?"

"dari... buku?" Allendis tampak bingung dengan pertanyaan itu.

"itu hebat bocah. Kau lebih berbakat dibandingkan anak-anak manja yang lain."

Allendis menggeleng, menolak pujian dari pria tua itu "tidak juga, aku tidak bisa membaca secara cepat seperti para sarjana di perpustakaan ataupun memasak makanan enak seperti koki istana di dapur."

"hahahahahahahahahah!"

Anak laki-laki itu langsung tersentak mendengar suara tertawa keras dari sosok di sebelahnya, ia keheranan melihat pria itu tiba-tiba tertawa.

"ahh, itu lucu sekali." Pria bersurai gelap itu mengalihkan pandangan pada Allendis "hei bocah, masih terlalu cepat sepuluh tahun bagimu menyaingi dedikasi mereka. Kau harus sedikit menurunkan standarmu."

Azure I (END)Where stories live. Discover now