Bab 20

7.1K 1.1K 29
                                    

"saya tidak tahan mendengar omong kosong yang keluar dari mulut yang mulia. Namun saya tidak mungkin lancang meminta yang mulia berhenti berbicara, jadi saya memutuskan untuk pergi dari sini." -Eleven.

******************

Gelap

Tempat itu hanya diselimuti kegelapan, lebih kelam dari malam, lebih sunyi dibandingkan tempat-tempat yang bisa dibayangkan. Alicia memejamkan matanya, bahkan jika ia membuka matanya, tempatnya berada sama gelapnya dengan saat ia menutup netranya. 

'tempat ini nyaman'

Setidaknya begitulah yang ia rasakan, Alicia tidak merasa takut kegelapan akan menelannya, ia juga tidak cemas hanya sendirian disana. 

'aku ingin seperti ini saja'

Alicia merasa lelah, ia tak pernah berhenti bekerja selama dua hidup yang dijalaninya. Saat kehidupan pertamanya, ia selalu melakukan apapun yang diperintahkan oleh ibunya, menjadi apa yang diinginkan tanpa peduli pendapatnya sendiri. Di kehidupan keduanya ia tidak bisa menikmati hidupnya karena nyawanya terancam.

'aah, kenapa aku sangat sial.'

Alicia tidak ingin terbangun, ia tidak mau membuka matanya dan menghadapi kehidupan lagi. Tapi, seolah harapannya tidak didengar, sebuah suara menggema di ruangan gelap itu.

"ELEVEN!!"

Alicia langsung terjaga, matanya terbuka lebar. Ia tengah terbaring di tempat tidur, otaknya langsung mencerna situasi. Ia pasti berada di salah satu kamar tamu Rumah Bordil 'Scarlet Bloom', dan di sebelahnya tampak sosok yang tidak ingin dilihatnya sedang tersenyum.

"kau sudah bangun putri tidur?"

Eleven menghembuskan napasnya kasar. "berapa lama aku pingsan?"

"seperti biasa kau sangat tenang, seseorang akan panik saat baru bangun sehabis pingsan, tapi kau tidak bereaksi apapun, membosankan."

Itu pangeran Louis, tubuhnya masih terbalut perban, dia hanya memakai kemeja tanpa dikancingkan. Dia tidak memakai topeng serta rambut palsu lagi, memamerkan rambut emas keperakannya. Melihatnya sudah bisa membuat lelucon ia pasti sudah sehat.

"kau hanya pingsan beberapa jam, sekarang masih pukul 5 pagi. Aku sampai pingsan tiga hari saat pertama kali menggunakan aura. Sedangkan kau, bisa langsung bangun meski menggunakan kekuatan aura berlebihan seperti itu."

Eleven menatap Pangeran Louis, ada beberapa lebam di wajahnya. Gadis itu tidak ingat ada memar terakhir kali ia melihatnya.

"ada apa dengan wajah yang mulia?"

Pangeran Louis langsung berkaca-kaca, ia memasang wajah merajuk dan memajukan bibirnya. "itu karena kakak-kakak sialanmu itu, mereka memukulku dan mecoba membunuhku. Mereka pikir aku membuatmu pingsan, padahal itu bukan karena aku! Lihat apa yang mereka lakukan pada wajah tampanku."

'sebenarnya secara tidak langsung itu perbuatanmu juga.'

Eleven mengabaikan rengekan Pangeran di depannya, ia mengecek keadaannya. Perban melilit beberapa bagian tubuhnya, seperti tangan kaki dan pinggangnya, masih ada rasa sakit disana tapi itu tak seberapa baginya. Gadis itu lalu beranjak dari tempat tidurnya.

"hei! tubuhmu masih belum pulih sepenuhnya, kenapa kau malah bangun dari ranjangmu?"

Eleven menjawab sarkas "saya tidak tahan mendengar omong kosong yang keluar dari mulut yang mulia. Namun saya tidak mungkin lancang meminta yang mulia berhenti berbicara, jadi saya memutuskan untuk pergi dari sini."

Belum sempat Pangeran Louis membalas sebuah suara berteriak di balik pintu.

"ELEVEN!"

Four yang tadinya membuka pintu secara perlahan langsung menyeruak masuk, ia menatap Eleven dengan ekspresi lega.

Azure I (END)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora