Side Story : Rubeus Angius (part IV)

704 66 2
                                    

Empat bulan berlalu sejak duel sekaligus pertemuan pertama Allendis dan Frederick, secara mengejutkan mereka berdua menjadi cukup akrab untuk saling memanggil nama masing-masing.  Vincent Ravenell kemudian memberikan pendidikan khusus pada mereka berdua. Pria tua itu membiarkan orang-orang kepercayaannya mendidik Allendis dan Frederick di berbagai bidang.

"kalian mungkin memiliki latar belakang tidak biasa dibandingkan dengan anak-anak bangsawan lainnya tapi bukan berarti kalian berbeda. Sebaliknya, kalian berdua memiliki potensi untuk melampaui bocah-bocah manja itu."

Kakek tua itu sangat jarang memuji atau merangkai kata-kata untuk menghibur. Namun ucapan itu adalah pengingat bagi mereka berdua.

Akan tetapi bagi Fred yang lebih menyukai menjalani waktunya beraktivitas di luar, berkeringat, dan menggerakkan tubuhnya, membaca dan menulis adalah sebuah siksaan baginya.

Allendis sudah selesai membaca dua buku saat Fred masih berkutat di halaman kesepuluh.

"ugh, ini membosankan sekali. Kenapa aku harus melakukan ini? aku akan menjadi ksatria dan bukan pegawai perpustakaaan."

"aku pernah mendengar kalau buku adalah jendela dunia. Memang benar jika ksatria lebih mengutamakan kekuatan daripada pengetahuan, akan tetapi ksatria dengan otak dan otot tentu bisa lebih dihargai." Allendis menarik senyum "memangnya kau membaca buku yang mana? aku akan membantumu."

Fred terdiam, bocah laki-laki di depannya bahkan bisa bersikap lebih dewasa dibandingkan dengannya. 

Pada awalnya, anak laki-laki itu tak menyukai Allendis. 

Alasannya?

Itu sederhana.

Fred ingin balas dendam pada Duke Vincent Ravenell. Sebenarnya ia tidak membencinya, bagaimanapun Duke telah menyelamatkannya dari keluarga Cahill. Ini lebih seperti amarah karena kesal setelah menjalani latihan berat setiap hari tanpa istirahat. 

Namun komandan pasukan serigala perak itu terlalu kuat, ia bahkan tidak bisa menyentuh sehelai rambut pun.

Oleh sebab itu, kemunculan Allendis adalah pelampiasan kecil untuknya.

Seusai duel mereka berdua yang tak terduga membuat Fred sadar bahwa ia telah bersikap kekanak-kanakan pada bocah yang tiga tahun lebih muda darinya. Pada akhirnya, mereka berdua menjalani banyak hal bersama, membuat ikatan diantara mereka semakin kuat.

Fred tidak keberatan jika harus menjalani latihan berat dengan seseorang di sampingnya.

"baiklah, kurasa aku sedikit mengerti sekarang. Aku akan mulai menulis ringkasannya."

Hari itu Allendis dan Fred mendapat tugas untuk membaca dan menulis rangkuman dari buku-buku yang diberikan. Musim hendak berganti menjadi musim dingin, kini jadwal latihan fisik dikurangi karena cuaca yang tidak mendukung.

Mereka tengah berada di kamar yang letaknya paling tersembunyi di istana utara. Selama ini Allendis menjalani musim dingin hanya dengan berbekal selimut kusam, para pelayan tidak pernah menyalakan perapian untuk menghangatkan ruangan. Allendis harus bisa menahan hipotermia yang menyerangnya sepanjang malam.

Namun akan mencurigakan bila kamar tidurnya tiba-tiba memiliki bekas jelaga pembakaran. Fred dan Allendis menghangatkan diri di kamar yang tak pernah dikunjungi dan tak akan menarik perhatian. 

"ngomong-ngomong hari ini ada perayaan di kota." Fred memulai pembicaraan kembali setelah tangannya merasa kram karena menulis.

"Perayaan?"

"kau tidak pernah kesana? mereka menyebutnya festival bulan. Ada banyak stan makanan, aksesoris, dan pertunjukan."

Netra merah sedikit berbinar mendengar Fred yang berbicara menggebu-gebu sebelum berdehem dan fokus mengambil buku lain.

Azure I (END)Where stories live. Discover now