10. Kebablasan.

116 8 0
                                    

"Nurul, bagi nomor hp gih. Gece, mumpung belum ada angkot," kata Ichsan langsung ke intinya.

Serius dah, itu tukang ojek seolah-olah melihat Ichsan beneran nembak. Padahal seperti diketahui bersama, itu untuk urusan kasus. Mencari kebenaran di balik gulungan karton lawas sistem kepengurusan kelas.

Di luar dugaan Ichsan, Nurul menolak. "Kapan-kapan lah, aku lagi sibuk,"

Alah, sok sibuk.

"Pegang ini," Ichsan menyerahkan secarik kertas pada Nurul. Nomor hp nya.

Nurul menyimpan carik kertas itu di saku kemejanya, tidak berucap sepatah kata pun.

Angkot Kalapa-Caheum ngetem sebentar di gerbang Perumahan Sukaluyu. Ichsan menyambar bangku depan di samping sopir, sedangkan Nurul duduk di bangku samping karena angkot itu hampir penuh.

"Simpang Bukit Cikutra," kata Ichsan seraya membayar ongkos di muka.

Ichsan mencermati gerak-gerik Nurul sepagian ini, bagaimana sikapnya yang acuh tak acuh dan ekspresi wajahnya yang menyiratkan rasa tidak senang. Dari sana, Ichsan menarik kesimpulan.

"Ternyata bukan tanpa alasan sepupu kau mengatakan padaku, jangan gunakan kuasa portal di Kota Bandung," kata Ichsan lirih. "Pasti ada alasan tersendiri sehingga kau membenci kuasa itu. Alasan yang lebih baik aku tidak tahu,"

Serius? Meskipun seharusnya Ichsan tahu?

"Cobalah mengerti, Nurul. Aku pendatang di kota yang dikelilingi gunung ini. Orang asing takkan didiamkan kecuali jika tidak diharapkan kedatangannya," Kalimat kedua Ichsan sukses membuka kunci lisan Nurul.

"Saat kau berkata demikian, detektif, pasti sebagian hatimu, tepat di dasarnya, tidak setuju dengan ucapanmu," kata Nurul. "Aku bisa merasakannya dari getar keraguan dalam suaramu,"

Sesaat, perhatian seisi angkot tertumpu pada Nurul dan lawan bicaranya di bangku depan. Ichsan membuyarkan suasana dengan bertanya pada sopir.

"Kenapa ngetem pak? Bangku dah penuh,"

"Kau gantung," kata sopir pada Ichsan. "Ada kenalan saya mau naik, Pak Aris,"

Tidak mau diturunkan sembarangan, Ichsan menurut.

"Istirahat jam sepuluh," kata Nurul. "Katakan apa yang perlu kau katakan,"

Ichsan mengangguk. "Kiri bang!"

Angkotnya kebablasan.

Detektif Ichsan 6 : Detective's Hometown.Where stories live. Discover now