27. Harapan Nurul.

90 4 0
                                    

Pertanyaan apa yang tidak bisa dijawab anak penulis itu?

Nurul menuang coklat panas persis saat terakhir kali Ichsan bertamu ke rumahnya.

"Ichsan, kau detektif pion Ali Rasidin. Takkan mungkin kau tahu jawaban atas pertanyaanku. Tapi setidaknya, aku sebagai sepupunya perlu tahu alasan Sidin tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Dan aku merasa alasan itu bisa dijelaskan dari map dokumen Serikat Jaringan,"

"Apakah pertanyaan itu demikian penting sehingga aku tidak perlu tahu, sedangkan petunjuknya ada padaku?" tanya Ichsan.

"Baiklah," Nurul menghela nafas. "Kalau pertanyaan itu tidak cukup penting, takkan aku beritahu kau, detektif,"

Sesaat hening menggantung di langit-langit ruangan. Ichsan tidak sabar menunggu kalimat Nurul selanjutnya.

"Menyambut tahun baru 2017, tiga bulan silam," terbayang dalam kilasan mata Nurul berbagai perasaan bercampur jadi satu. "Ketika itu Sidin ada di sini. Aku dan dia menyaksikan beribu kembang api berbekal jagung bakar. Sepanjang malam kepala anak penulis itu menunduk dalam. Aku merasa ada sesuatu yang membebani pikiran sepupuku itu. Belum lagi aku berucap sepatah kata, Ali Rasidin sudah menjelaskan semuanya,"

"Kau tahu, Nurul, aku senang menulis cerita. Cita-citaku tertambat di sana. Tapi cerita Kota Lingkaran Hening, yang kutulis paling pertama, benar-benar membuat kepalaku pening. Aku bisa memetakan pangkal dan ujung alurnya, tapi pertengahan alurnya diselimuti kabut tebal yang sulit ditembus. Sehingga seakan-akan usahaku sejauh ini sia-sia belaka,"

"Lantas terucaplah pertanyaan itu," Nurul sampai pada poin penting ceritanya.

"Kenapa kau masih menulis cerita jika tahu bahwa itu sia-sia?"

Sekali lagi, hening menggantung.

Ichsan menangkap segala kilasan di mata Nurul, semua perasaan itu. Diawali dengan berharap, diakhiri dengan kecewa.

Berharap lalu kecewa?

Ichsan menyimpulkan. "Kau menyesal telah menanyakan hal itu, Nurul?"

Pelan sekali, Nurul mengangguk.

Kata Ichsan, "Kau cari alasannya, aku cari jawabannya,"

"Akhirnya kau mengerti apa yang harus dilakukan," Tersirat kelegaan dalam ekspresi Nurul. "Kau tahu apa harapanku?"

Diam sejenak.

Detektif Ichsan 6 : Detective's Hometown.Where stories live. Discover now