67. Dia Orangnya.

72 7 0
                                    

Sidin meluncur ke salah satu persimpangan tanpa palang pintu yang lumayan ramai dekat Stasiun Kiaracondong, sesuai arahan Rozak. Tidak heran ramai, jalannya agak besar. Ichsan tidak hafal luar kepala peta Kota Bandung, dikiranya tempat bertugas itu tidak ada di peta.

Padahal memang tidak ada.

"Pedomanmu cukup jadwal keberangkatan kereta dari dua stasiun terdekat," Rozak menyerahkan peluit kuning pramuka penegak, lengkap dengan tali kurnya.

"Kurang seragamnya saja," Ichsan mulai bertugas.

Ichsan masih memakai seragam putih abu-abu tanpa tanda pengenal. Boro-boro punya seragam pramuka, uang yang dibawanya hanya cukup untuk makan siang.

Sesaat sebelum kereta melintas, Ichsan membunyikan peluit keras-keras dengan kedua tangan terentang. Kendaraan dari dua arah berhenti sampai kereta selesai melintas, lalu melanjutkan urusan masing-masing dengan selamat.

Ternyata tidak sulit, pikir Ichsan. Tapi Ichsan sadar akan tanggung jawab yang terbeban di pundaknya, keselamatan semua pengguna jalan.

Menjelang tengah hari, lalu-lintas sedang sibuk-sibuknya. Ichsan menutup arus karena menurit jadwal kereta berangkat dari Stasiun Kiaracondong. Dua, tiga  lima menit, seharusnya kereta sudah melintas.

Merasa ada yang tidak beres, Ichsan menelefon Reiko dengan kalimat yang sangat familier.

"Kereta tiba pukul berapa?"

"Terlambat dua jam sudah biasa,"

Berpikir praktis, Ichsan menyetel alarm di hp nya jam dua siang.

Selepas tengah hari yang sibuk adalah jam kosong. Ichsan bisa saja istirahat, mencari makan siang nasi Padang - rasa-rasanya Ichsan agak ketergantungan sama makanan satu ini - atau tukang cilok.

Kenapa tukang cilok?

Masih segar di ingatan Ichsan, kemarin ia menciduk copet di pasar Cicaheum. Tapi masalah itu belum diberantas sampai ke akarnya. Copet yang tertangkap itu hanya kaki-tangan dari sebuah komplotan, yang otaknya adalah seorang tukang cilok.

Selepas kejadian kemarin, pikir Ichsan. Tidak mungkin tukang cilok itu berani keliling pasar untuk beberapa waktu. Begitu ada tukang cilok melintas, Ichsan menajamkan pandangan dengan teropong dan mendapati kabar bagus.

Dia orangnya.

Detektif Ichsan 6 : Detective's Hometown.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang